AMSTERDAM, KOMPAS.TV - Jumlah korban sipil akibat serangan Israel ke Gaza dan pernyataan pejabat Israel terhadap Palestina menunjukkan niat dan tindakan genosida sesuai hukum internasional.
Lebih dari 1 juta orang di Gaza dipaksa mengungsi akibat serangan Israel di Gaza yang dikepung, di mana pasokan makanan, air, listrik, obat-obatan, dan bahan bakar habis.
Sementara jumlah korban tewas dibunuh Israel sudah tembus 15.000 jiwa warga sipil Palestina, beberapa pejabat Israel bahkan menyuarakan dukungan untuk rencana mengusir warga Gaza ke Gurun Sinai di Mesir. Semua ini membangkitkan kenangan tentang genosida Srebrenica, yang menyebabkan lebih dari 8.000 warga Bosnia tewas dibunuh pasukan Serbia tahun 1995.
Inilah rangkuman informasi tentang konsep genosida dan latar belakangnya, serta apakah Israel cocok dengan definisi melakukan kejahatan genosida, kejahatan perang, maupun kejahatan terhadap kemanusiaan, seperti laporan Anadolu hari Kamis, (23/11/2023).
Istilah genosida terbentuk dari penggabungan kata Yunani genos untuk ras, bangsa, atau keturunan, dan sufiks Latin -cide, yang berarti membunuh.
Istilah ini dicetuskan pada tahun 1944 oleh ahli hukum Polandia Rafael Lemkin, yang memasukkan konsep tersebut ke dalam literatur hukum internasional melalui bukunya Axis Rule in Occupied Europe.
Konsep genosida tidak didefinisikan sebagai kejahatan dalam Piagam Pengadilan Nuremberg, yang dimulai pada tahun 1945 untuk mengadili perwira Nazi setelah Perang Dunia II.
Namun, jaksa mengacu pada konsep tersebut sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dalam dakwaan dan pembukaan persidangan.
Baca Juga: Palestina Ungkap Israel Incar Pembersihan Etnis Seluruh Gaza lewat Perang Pemusnahan dan Genosida
Genosida pertama kali dimasukkan dalam dokumen internasional dengan Konvensi PBB tentang Pencegahan dan Hukuman Genosida 1948.
Pasal 2 Konvensi Genosida menyatakan, "Dalam Konvensi ini, genosida berarti salah satu dari tindakan berikut yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan, seluruhnya atau sebagian, kelompok nasional, etnis, ras atau agama, sebagai berikut: (a) Membunuh anggota kelompok tersebut; (b) Menyebabkan luka serius baik secara fisik atau mental pada anggota kelompok tersebut; (c) Secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan pada kelompok tersebut yang bertujuan untuk membawa kehancuran fisik kelompok tersebut, seluruhnya atau sebagian; (d) Melakukan tindakan-tindakan untuk mencegah kelahiran di dalam kelompok tersebut; (e) Memindahkan paksa anak-anak kelompok tersebut ke kelompok lain."
Konvensi Genosida, yang menjadi dasar hukum genosida dan berlaku sejak tahun 1951, menuntut negara-negara anggota untuk mengakui genosida sebagai kejahatan dalam hukum nasional mereka dan memeriksa mereka yang melakukan kejahatan semacam itu.
Statuta pengadilan pidana internasional yang didirikan untuk Rwanda dan bekas Yugoslavia, di mana kejahatan genosida dimasukkan sebagai pasal hukum pidana, dan Statuta Roma, perjanjian pendirian Pengadilan Pidana Internasional, menggunakan definisi dalam Konvensi Genosida PBB dengan tepat.
Kejahatan genosida diatur dalam Pasal 6 Statuta Roma sebagai berikut, "Untuk tujuan Statuta ini, 'genosida' berarti salah satu dari tindakan berikut yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan, seluruhnya atau sebagian, kelompok nasional, etnis, ras atau agama, sebagai berikut: (a) Membunuh anggota kelompok tersebut; (b) Menyebabkan luka serius baik secara fisik atau mental pada anggota kelompok tersebut; (c) Secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan pada kelompok tersebut yang bertujuan untuk membawa kehancuran fisik kelompok tersebut, seluruhnya atau sebagian; (d) Melakukan tindakan-tindakan untuk mencegah kelahiran di dalam kelompok tersebut; (e) Memindahkan paksa anak-anak kelompok tersebut ke kelompok lain."
Faktor kunci dalam mengidentifikasi kejahatan ini terletak pada penentuan "niat genosida" pelaku. Tindakan yang bertujuan untuk menghancurkan salah satu dari empat jenis kelompok "tanpa alasan lain selain karena keanggotaan dalam kelompok tersebut" menunjukkan niat genosida.
Definisi genosida, sering disebut sebagai "kejahatan dari segala kejahatan", mencakup niat untuk menargetkan dan menghancurkan kelompok orang tertentu.
Baca Juga: Pakar HAM PBB: Pelanggaran Serius Israel terhadap Rakyat Palestina Bukti Genosida Sedang Terjadi
Ketika kita memeriksa definisi dalam perjanjian internasional kunci untuk menilai situasi di Gaza, menjadi jelas sebagian besar yang tewas dalam serangan Israel memiliki ras, etnis, dan agama yang sama dengan warga Palestina, sementara sebagian besar mengikuti agama Islam, menurut laporan Anadolu, Kamis (23/11/2023).
Jadi, warga Palestina memenuhi definisi "kelompok" dalam konteks kejahatan genosida, dengan identitas etnis, agama, dan nasional yang sama.
Fakta bahwa upaya telah dilakukan untuk mengusir orang-orang dari kelompok nasional, agama, dan etnis lain sejak awal konflik menunjukkan warga Palestina adalah sasaran serangan.
Selain itu, kenyataan bahwa yang tewas termasuk orang-orang dari negara lain, agama, dan kelompok etnis tidak menghapus kejahatan genosida, karena korban utama secara signifikan adalah warga Palestina.
Melakukan salah satu dari lima tindakan yang dilarang sudah cukup untuk menetapkan atanya kejahatan genosida. Dalam kasus praktik Israel, tampaknya mereka sejalan dengan setidaknya tiga dari tindakan yang didefinisikan dalam kejahatan ini, kata Anadolu.
Pertama, menurut pemerintah di Gaza, 14.532 orang, termasuk lebih dari 6.000 anak-anak dan 4.000 perempuan, tewas di Jalur Gaza hingga Kamis (23/11) dalam serangan Israel sejak 7 Oktober, yang dianggap bisa memenuhi kondisi "membunuh anggota kelompok tersebut".
Kedua, warga Palestina di Gaza, termasuk puluhan ribu yang terluka, dilaporkan mengalami "luka serius baik secara fisik atau mental," yang juga termasuk dalam definisi genosida.
Ketiga, pemutusan listrik, air, makanan, dan semua kebutuhan kemanusiaan lainnya, dan pengungsian 1,5 juta orang, persis seperti definisi "secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan pada kelompok tersebut yang bertujuan untuk membawa kehancuran fisik kelompok tersebut, seluruhnya atau sebagian."
Baca Juga: Menteri Israel Ucapkan Seruan Genosida, Sebut Pihaknya Mungkin Jatuhkan Bom Nuklir di Gaza
Kejahatan genosida tidak memerlukan pemusnahan total semua orang di Gaza. Tidak ada persyaratan jumlah kematian yang spesifik, dan keberadaan niat genosida dianggap cukup untuk mengakui kejahatan tersebut.
Niat biasanya diidentifikasi melalui penilaian perintah, pernyataan, dan tindakan pejabat kelompok atau negara yang melakukan kejahatan pada saat serangan.
Dalam pidato kepada tentara Israel yang berpartisipasi dalam serangan ke Jalur Gaza, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyamakan Palestina dengan suku kuno yang dikenal sebagai Amalek, yang disebut dalam Alkitab Ibrani sebagai musuh berulang dari bangsa Israel yang harus dihapuskan.
Pernyataan lain terlontar dari Menteri Warisan Israel yang berhaluan kanan jauh, Amihai Eliyahu, yang dalam sebuah wawancara mengatakan penggunaan bom nuklir di Gaza adalah "sebuah opsi".
Eliyahu, yang dikritik oleh pejabat Israel karena pernyataannya, yang kemudian dia tarik, juga mengatakan tidak ada "warga sipil" di Gaza yang tidak terlibat dalam konflik, menunjukkan niat genosida yang jelas.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menggambarkan perang negaranya dengan kelompok Palestina di Jalur Gaza sebagai "mematikan" dan mengatakan itu akan "mengubah situasi selamanya," menunjukkan Israel punya rencana permanen terhadap warga sipil di Gaza.
"Kami sedang berperang melawan binatang," kata Gallant tentang warga Palestina di Gaza.
Pernyataan Menteri Kesehatan Israel Moshe Arbel bahwa warga Palestina yang terluka dan ditangkap dalam serangan terhadap Israel tidak akan diobati, sementara mantan Duta Besar Israel untuk PBB, Dan Gillerman, mengatakan Palestina "mengerikan, binatang tidak manusiawi."
Baca Juga: Presiden AS Joe Biden Digugat di Pengadilan, Dituduh Terlibat dalam Genosida Israel atas Palestina
Sumber : Anadolu / International Criminal Court / United Nations
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.