PARIS, KOMPAS.TV - Komite Menteri KTT Arab-Islam bertolak ke London dan Paris, Rabu (22/11/2023), menggelar pertemuan resmi dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di ibu kota Prancis, Paris, dan Menlu Inggris David Cameron di London. Komite Menteri KTT Arab-Islam mendesak kedua negara memainkan peran seimbang antara Palestina dan Israel serta tidak menerapkan standar ganda.
Dalam pertemuan dengan Macron, para menlu tersebut mendesak Prancis memainkan peran seimbang sesuai dengan hukum internasional dan hukum kemanusiaan internasional guna mencapai gencatan senjata segera dan lengkap serta melaksanakan semua resolusi internasional yang relevan, seperti laporan Kantor Berita Palestina WAFA, Kamis (23/11/2023).
Mereka mendesak masyarakat internasional untuk memenuhi tanggung jawab dan menolak segala bentuk penerapan standar ganda moral dan hukum internasional, serta melindungi rakyat Palestina dari kejahatan yang dilakukan pasukan pendudukan dan milisi pemukim di Jalur Gaza dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur.
Pertemuan membahas perlunya menghidupkan kembali proses perdamaian. Dalam hal ini, Komite menyoroti pentingnya memastikan perdamaian yang adil, abadi, dan komprehensif, dengan melaksanakan resolusi internasional terkait solusi dua negara dan memungkinkan rakyat Palestina mendapatkan hak mereka untuk mendirikan Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat sepanjang perbatasan 4 Juni 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Para Menteri Arab-Islam menekankan perlunya anggota Dewan Keamanan PBB dan masyarakat internasional mengambil langkah-langkah efektif dan mendesak untuk gencatan senjata lengkap di Jalur Gaza serta menyoroti pentingnya menyediakan koridor aman untuk pengiriman bantuan kemanusiaan, makanan, air, bahan bakar, dan listrik ke Gaza.
Sebelum bertemu dengan Macron di Paris, para menteri luar negeri bertemu dengan Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron di London pada Rabu (22/11/2023) untuk membahas konflik Israel-Hamas setelah kedua belah pihak sepakat melakukan gencatan senjata di Gaza selama setidaknya empat hari.
“Kami membahas bagaimana menggunakan langkah ini ke depan untuk memikirkan masa depan dan bagaimana kita dapat membangun masa depan yang damai yang memberikan keamanan bagi Israel tetapi juga perdamaian dan stabilitas bagi rakyat Palestina,” ujar Cameron dalam sebuah pernyataan.
Kedua pertemuan menyambut baik upaya mediasi bersama yang dilakukan oleh Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat, yang menghasilkan kesepakatan gencatan senjata kemanusiaan di Jalur Gaza, kabarnya efektif berlaku hari Jumat, (24/11/2023), dan akan berlangsung selama empat hari, dengan kemungkinan perpanjangan.
Pertemuan menekankan perlunya membangun dari gencatan senjata kemanusiaan ini untuk mencapai gencatan senjata yang tahan lama secepat mungkin.
Baca Juga: Rincian Kesepakatan Israel-Hamas soal Gencatan Senjata, Pertukaran Tawanan, dan Bantuan Kemanusiaan
Kesepakatan gencatan senjata atau jeda pertempuran akan berlaku empat hari, yang akan memungkinkan pembebasan tawanan, pengiriman bantuan kemanusiaan, dan evakuasi korban hidup warga Palestina yang dibombardir Israel. Selain itu, jeda pertempuran akan memungkinkan warga Gaza memakamkan korban tewas warga sipil yang dibunuh serangan Israel.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan mengatakan bantuan kemanusiaan harus dipertahankan dan diperluas, dan tidak boleh kemudian tergantung pada pembebasan sandera lebih lanjut.
“Apapun peningkatan akses kemanusiaan sekarang sebagai hasil dari kesepakatan sandera ini harus tetap berlaku dan harus diperluas,” kata Pangeran Faisal, seraya menekankan, “Tidak boleh ada pada suatu titik pengurangan akses ini berdasarkan kemajuan pembebasan sandera lebih lanjut ... Menghukum populasi sipil Gaza karena penyanderaan itu sama sekali tidak dapat diterima.”
Pertemuan dihadiri oleh Anggota Komite Menteri, termasuk Waperdam dan Menlu Kerajaan Yordania Ayman Safadi; Menlu Mesir Sameh Shoukry, Menlu Palestina Riyad Malki, Menlu Turki Hakan Fidan, Menlu Indonesia Retno Marsudi, Menlu Nigeria Yusuf Maitama Tuggar, dan Sekjen Liga Arab Ahmed Aboul Gheit. Menlu Prancis Catherine Colonna juga hadir dalam pertemuan tersebut.
Pada Rabu (22/11), Qatar mengumumkan bahwa Hamas akan melepaskan 50 tahanan, dan sebagai imbalan, Israel akan membebaskan 150 warga Palestina yang ditahan, secara bertahap selama empat hari gencatan senjata, dengan kelompok pertama yang dibebaskan Hamas diikuti oleh pembebasan kelompok pertama tahanan Palestina oleh Israel.
Keputusan ini menyatakan semua 300 tahanan Palestina hanya akan dibebaskan jika 100 warga Israel yang masih hidup, baik warga negara maupun penduduk Israel, dilepaskan dari Gaza dan dikembalikan ke Israel.
Pembebasan akan dilakukan dalam dua tahap, dengan beberapa fase di setiap tahap. Pada tahap pertama, Israel akan melepaskan 150 tahanan Palestina setelah 50 sandera dikembalikan ke Israel. Ini akan dilakukan dalam empat fase, di mana setidaknya 10 sandera akan dibebaskan dalam setiap fase.
Pada tahap kedua, Israel akan melepaskan "hingga" 150 tahanan Palestina tambahan jika "hingga" 50 sandera tambahan dikembalikan ke Israel. Rasio yang sama dari tahanan Palestina terhadap sandera Israel dari bagian pertama akan tetap berlanjut, dengan setiap fase tambahan berisi pembebasan setidaknya 10 sandera.
Sumber : WAFA / Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.