Seperti dikutip dari The Associated Press, Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mencoba mengubah resolusi tersebut namun gagal sebelum pemungutan suara dengan menggunakan bahasa dari resolusi yang diadopsi pada 27 Oktober oleh Majelis Umum yang beranggotakan 193 orang.
Resolusi tersebut menyerukan gencatan senjata kemanusiaan yang segera, tahan lama, dan berkelanjutan yang mengarah pada penghentian permusuhan.
Pemungutan suara terhadap amandemen tersebut menghasilkan lima negara mendukung, AS menentang, dan sembilan abstain. Keputusan tersebut tidak diadopsi karena gagal mendapatkan minimal sembilan suara “ya”.
Duta Besar Uni Emirat Arab Lana Nusseibeh, perwakilan Arab di dewan tersebut, mengatakan para anggotanya mendukung resolusi tersebut, yang menurutnya akan mengubah persepsi dunia bahwa Dewan Keamanan “acuh tak acuh.”
“Ini adalah langkah pertama, penting dan sudah terlambat,” katanya, seraya menekankan bahwa langkah ini harus diikuti dengan upaya menuju gencatan senjata kemanusiaan yang langgeng.
Baca Juga: Kolombia Segera Usul ke PBB agar Palestina Dapat Pengakuan Penuh Jadi Negara Merdeka dan Berdaulat
Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan mengeluarkan pernyataan yang mengatakan resolusi tersebut tidak sesuai dengan kenyataan dan tidak ada artinya.
Dia mengkritik kegagalan DK PBB mengutuk Hamas, dan mengeklaim para militan sengaja membiarkan situasi kemanusiaan memburuk sehingga PBB akan menekan Israel untuk mundur dari Gaza.
“Itu tidak akan terjadi,” kata Erdan.
“Israel akan terus bertindak sampai Hamas dihancurkan dan para sandera dikembalikan.”
Resolusi DK PBB mengikat secara hukum, tidak seperti resolusi Majelis Umum. Namun dalam praktiknya, banyak pihak memilih untuk mengabaikan permintaan tindakan dari dewan tersebut.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.