WASHINGTON DC, KOMPAS.TV - Presiden Indonesia Joko Widodo atau Jokowi saat memberikan kuliah umum di Georgetown University, menjelaskan kenapa Indonesia sukses memimpin G20 dan ASEAN di saat dunia sedang panas dan terbelah tajam.
Jokowi juga sekaligus menyentil keras negara maju dan negara besar yang tidak mau mendengarkan, sering memaksakan kehendak, bahkan kerap disertai ancaman.
"Kuncinya adalah mendengarkan dan berperan sebagai jembatan, hanya itu," ujar Presiden Jokowi saat memberikan kuliah umum yang dihadiri oleh hampir 500 peserta terdiri dari kalangan akademisi dan mahasiswa di Gaston Hall, Healy Building, Georgetown University, Washington DC, Amerika Serikat (AS), Senin (13/11/2023).
Presiden Jokowi kemudian memberi refleksi sekaligus menyentil negara maju dan negara besar, "Kadang kita sering lupa mendengarkan, lupa memahami kepentingan pihak lain, karakter bangsa lain, terutama ini untuk negara besar dan negara maju yang sibuk memaksakan kepentingannya, dan tidak jarang disertai ancaman,"
Adapun Presiden Jokowi memberi kuliah umum di Universitas Georgetown sebelum bertemu Presiden AS Joe Biden, di Gedung Putih, Selasa (14/11).
Menurut Jokowi, dunia sedang tidak baik-baik saja, instabilitas terjadi dimana-mana.
"Perang di Ukraina belum selesai, sudah muncul perang di Gaza dan setiap 10 menit, satu anak terbunuh di Gaza," seraya Jokowi melihat, nyawa manusia seperti tidak ada nilainya.
"Namun bagi saya, setiap nyawa manusia sangat berharga," imbuhnya.
Presiden Jokowi yakin solidaritas dan kepemimpinan global adalah kunci untuk keluar dari konflik kemanusiaan yang berkepanjangan. Ia juga menekankan kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaga perdamaian dan kita harus memenuhi tanggung jawab ini sekarang.
Sebelumnya Presiden Jokowi memaparkan, Indonesia adalah negara yang dipersatukan keberagaman dan menganggap perbedaan serta keberagaman sebagai anugerah, menyiratkan dari sudut pandang itulah Indonesia melihat berbagai hal di luar perbatasannya dalam mencapai kepentingan nasional.
Dalam mengelola keberagaman, tegas mantan Gubernur DKI Jakarta itu, Indonesia punya Pancasila.
Baca Juga: Presiden Jokowi di Georgetown University Paparkan Pancasila, Keberagaman, dan Kebijakan Luar Negeri
Bagi Indonesia, lanjut Presiden Jokowi, kompetisi dan rivalitas adalah wajar. Kompetisi Amerika Serikat dan China, kompetisi Timur dan Barat, itu semua normal dan alami.
"Perbedaan adalah hal biasa, tapi yang paling penting, harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan konflik terbuka yang dipicu ketidakstabilan kawasan." tegas dia.
Yang paling penting, ungkapnya, adalah komunikasi, ruang dialog, kolaborasi dan kerja sama adalah kunci untuk mencapai stabilitas dan perdamaian di kawasan maupun dunia.
Lebih lanjut Presiden Jokowi menegaskan, Indonesia selalu terbuka untuk kerja sama dengan negara manapun, dan tidak berpihak kepada kekuatan manapun, kecuali pada perdamaian dan kemanusiaan.
Lebih jauh saat menjawab pertanyaan, Jokowi menekankan pentingnya peningkatan hubungan Indonesia dan Amerika Serikat sehingga kini mencapai status Kemitraan Strategis yang Komprehensif.
"Amerika adalah negara besar, pengaruhnya kepada negara manapun sangat besar dan ekspor Indonesia ke Amerika juga sangat besar. Oleh sebab itu ruang harus dibuka lebar-lebar untuk memperkuat kerja sama, terkait urusan perdagangan, ekonomi, investasi, mineral kritis, dan transisi energi."
"Sebagai negara yang kaya mineral kritis dan potensi energi hijau, Indonesia dapat menjadi partner bagi Amerika Serikat karena Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, timah nomer dua terbesar di dunia, dan energi hijau; Indonesia memiliki potensi 3.600 megawatt yang nantinya bisa digunakan untuk memproduksi produk-produk hijau untuk ekonomi hijau yang bisa kita kembangkan bersama-sama," tandas Jokowi.
Sumber : Kemlu RI / Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.