JAKARTA, KOMPAS.TV- Penyanyi asal Palestina Nai Barghouti akan mengadakan konser di King Place, London, Inggris, 12 November 2023 mendatang. Konser untuk menyuarakan kepedihan warga Gaza yang dihantam serangan pasukan Israel itu diadakan dalam dua sesi, sore dan malam hari.
Ini bukan konser perdana Nai di Inggris. Sejak 2017 dia sudah keliling di lima kota di sana. Begitu pula dengan negara-negara Eropa lain, dia selalu tampil untuk membawakan "suara yang tak terdengar".
Bahkan sejak usia 14 tahun, perempuan kelahiran Ramallah, Tepi Barat, ini sudah tampil di beberapa negara Eropa bersama Palestine Youth Orchestra (PYO). Nai sebagai pemain flute selain vokalis.
Kini, menginjak usia yang ke 26, situasi yang dia hadapi masih tetap sama: konser-konser dengan membawa pesan damai dan kisah pedih dari Palestina. Untuk memberi pengantar pada konser bertajuk "Unheard" di London nanti, dia menuliskan kepedihan di akun Facebook-nya:
Malam kesedihan dan harapan…
Bagi mereka yang suaranya tidak terdengar, yang wajahnya tidak terlihat, yang jumlahnya berkurang, dan yang keberadaannya terhapus dari “narasi.”
Mereka bukanlah angka. Mereka memiliki wajah, nama, dan suara. Mereka mempunyai mimpi yang kini telah berakhir. Mereka dicintai dan disayangi oleh banyak orang yang akan selamanya merindukan mereka.
Bagi mereka semua, khususnya anak-anak Gaza, kami persembahkan malam duka dan harapan ini. Kami berduka atas jiwa indah orang-orang yang telah kehilangan kami, dan kami mengharapkan keadilan, kebebasan, martabat, perdamaian sejati bagi mereka yang masih bertahan, masih mencari keselamatan, dan masih bermimpi meskipun ada kengerian yang luar biasa dan tak terkatakan.
Suaraku hanyalah gema suaramu.
Baca Juga: Bendera Palestina Dilarang, Lahirlah Semangka sebagai Simbol Solidaritas dan Perlawanan
Catatan itu sejalan dengan apa yang dia alami selama ini di Palestina. Untuk bisa tampil di luar Palestina, dia harus berjuang. Pengalaman pertama keluar dari Palestina itu juga merupakan pengalaman traumatis tak terlupakan sepanjang hidupnya.
"Pengalaman mengerikan untuk bisa keluar dari Palestina sebab harus melalui beberapa chekpoint di tengah ancaman dan perlakuan tak manusiawi," katanya mengenang, seperti dikutip dari Middle East Monitor.
Terlebih saat masuk ke Bandara Tel Aviv, Israel, dengan tingkat sekuriti tinggi.
"Level keamanan tingkat tinggi dan diskriminasi bagi orang Arab," ujarnya.
Dari pengalaman yang keras itu, Nai benar-benar merasakan betapa seorang penyanyi asal Palestina seperti dirinya bahkan tetap harus diawasi dan dihalang-halangi untuk tetap bernyanyi.
Kini lewat lagu dan musik, Nai meyakini bahwa ada sisi lain dari anak muda Palestina yang selama ini dicitrakan buruk oleh barat.
"Media barat cenderung menilai negatif anak muda Palestina sebagai orang-orang yang berbuat kekerasan dan tidak berpendidikan," katanya.
Beruntung, Nai dibesarkan dalam keluarga yang mencintai musik. Sejak usia lima tahun, keluarganya sudah sering menyetel lagu-lagu dari Umm Kulthum, Sayed Darwish, Zakariyah Ahmad, Abd Al-Wahab, Ziyad Rahbani, The Rahbani Brothers and Fairuz.
Nama Nai sendiri sama artinya dengan flute kayu khas Arab. Ketika ibunya hamil, sang ibu bertanya pada tetangga tentang nama yang bagus diberikan kepada anak keduanya itu. Tetangga itu pun menjawab, "Bila aku punya anak ketiga perempuan, akan kuberi nama Nai," kata sang tetangga.
Dan ternyata nama Nai itu seperti takdir yang membawanya pada flute. Sebab, sejak bergabung dalam Edward Said National Conservatory pada usia 9 tahun, flute adalah instrumen yang dia kuasai hingga sekarang.
Nai pun terus bermain flute dan terus bernyanyi.
"Kami pertama sebagai orang Palestina dan kedua sebagai musisi. Namun kami memainkan keduanya. Kami memainkan musik karena memiliki bahasa yang kuat, membawa para anak muda berbakat melihat masa depan," ujarnya yakin.
Baca Juga: Israel Potong Dana untuk Gaza dari Transfer Hasil Pajak ke Otoritas Palestina
Kini di tengah keterbatasan dan tekanan pihak Israel, Nai tidak menyerah. Melalui lagu-lagunya, dia menyuarakan perdamaian, misalnya lagu Al Insan, yang menggambarkan penderitaan manusia di tengah manusia lain yang serakah dan tidak mengenal rasa kemanusiaan. Tentang para pengungsi yang dituduh mencuri dan orang-orang yang dipenjara.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.