JAKARTA, KOMPAS.TV - Duta Besar Iran untuk Indonesia, Mohammad Boroujerdi menegaskan negaranya tidak terlibat serangan Hamas ke Gaza dalam konflik Palestina dan Israel, Selasa (31/10/2023).
Dalam pernyataannya, Dubes Mohammad menegaskan, tuduhan keterlibatan Iran dalam aksi Hamas tersebut adalah kebohongan.
"Iran tidak terlibat. Seratus persen, Hamas yang bertanggung jawab atas serangan ini, dan hal ini sudah jelas ditegaskan oleh pihak Hamas," kata Dubes Mohammad di kediamannya di Jakarta, Selasa.
Dubes Iran untuk Indonesia itu lebih lanjut menjelaskan ada kebohongan lain yang berupaya menggambarkan konflik ini sebagai perang antara Hamas dan rezim Zionis Israel.
"Namun, sebenarnya ini adalah perang antara rezim zionis Israel dengan bangsa Palestina," tegasnya.
Lebih lanjut Dubes Boroujerdi mengungkap, tujuan utama Israel adalah untuk mengosongkan Jalur Gaza melalui Mesir dan mengosongkan Tepi Barat melalui Yordania.
"Hal ini sedang mereka paksa melalui serangkaian operasi yang terus berlanjut," tambahnya.
Dalam konteks ini, sang Dubes menekankan bahwa Iran akan terus berupaya untuk membantu Palestina, mengungkapkan sejauh ini, lebih dari 8.300 warga Palestina tewas dalam serangan Israel yang kejam di Gaza.
Jumlah warga Palestina yang tewas terbunuh serangan Israel di Gaza sejak 7 Oktober mencapai 8.306 orang, kata Kementerian Kesehatan Gaza, Minggu (30/10/2023), termasuk 3.457 anak-anak dan 2.136 perempuan.
Israel melakukan serangan berat di Gaza sejak 7 Oktober, ketika Hamas melancarkan serangan lintas perbatasan yang mengejutkan. Lebih dari 1.538 warga Israel tewas sejak pecahnya perang Gaza.
Baca Juga: PBB: 420 Bocah Gaza Terbunuh setiap Hari, Pelanggaran HAM Serius terhadap Anak-Anak Tengah Terjadi
Penduduk Gaza yang berjumlah 2,3 juta orang juga menghadapi kekurangan makanan, air, bahan bakar, dan obat-obatan akibat blokade Israel terhadap enklave tersebut. Hanya sedikit truk bantuan yang telah masuk ke Gaza sejak dibukanya titik perlintasan Rafah pada 21 Oktober.
Kementerian Israel hari Senin, (30/10/2023) membuat gempar seluruh dunia usai bocornya dokumen berisi rencana kontroversial untuk memindahkan secara paksa lebih dari 2,3 juta warga sipil Gaza ke Semenanjung Sinai Mesir. Rencana ini menimbulkan kecaman keras dunia dan dari warga Gaza yang tak bersalah. Hal ini diyakini memperdalam ketegangan dan ketakutan mereka.
Namun, kantor PM Israel Benjamin Netanyahu berdalih dan bersikap meremehkan laporan bikinan Kementerian Intelijen itu, sebagai latihan teoritis belaka, sekedar "kertas konsep", seperti laporan Associated Press.
Dalam laporannya, Kementerian Intelijen menawarkan tiga alternatif "untuk mengubah realitas warga sipil di Gaza sebagai respons atas tindakan kejam Hamas yang memicu perang yang merenggut banyak nyawa."
Dokumen tersebut mengusulkan pemindahan warga sipil Gaza ke kota-kota tenda pengungsi di utara Sinai Mesir, lalu membangun kota permanen dan koridor kemanusiaan yang tujuannya tidak jelas.
Dokumen ini menolak dua opsi lain: mengembalikan Otoritas Palestina yang berbasis di Tepi Barat sebagai penguasa di Gaza, atau mendukung rezim lokal. Dokumen ini menilai bahwa kedua opsi tersebut tidak mampu untuk mencegah serangan terhadap Israel.
Pengembalian Otoritas Palestina, yang diusir dari Gaza setelah perang satu minggu pada tahun 2007 yang mengangkat Hamas berkuasa, dianggap akan menjadi "kemenangan luar biasa bagi pergerakan nasional Palestina" tetapi juga berpotensi merenggut banyak nyawa warga sipil dan tentara Israel, tanpa memberikan jaminan keamanan yang memadai bagi Israel.
Sumber : Antara / Kompas TV / Anadolu
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.