Sementara itu, Israel memerintahkan lebih dari setengah dari 2,3 juta warga Palestina di Gaza untuk mengungsikan diri dari utara ke selatan di wilayah yang sudah sepenuhnya diblokir oleh Israel, efektif mendorong ratusan ribu warga Palestina menuju perbatasan Mesir.
Amos Gilad, mantan pejabat pertahanan Israel, mengatakan bahwa ambiguitas Israel dalam masalah ini membahayakan hubungan penting dengan Mesir.
"Saya pikir perjanjian perdamaian dengan Mesir sangat penting, sangat krusial untuk keamanan nasional Israel dan Mesir serta seluruh struktur perdamaian di dunia," katanya.
Gilad mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu perlu berbicara langsung dengan pemimpin Mesir dan Yordania, dan menyatakan secara publik bahwa warga Palestina tidak akan masuk ke negara mereka.
Baca Juga: Israel Serang Gaza, Raja Yordania Perintahkan RS Lapangan Terus Bekerja Bantu Warga
Dua pejabat Mesir senior mengatakan hubungan dengan Israel telah mencapai titik didih.
Mereka mengatakan Mesir telah menyampaikan kekecewaannya atas komentar Israel tentang pemindahan warga Gaza ke Sinai kepada Amerika Serikat, yang memediasi Persetujuan Camp David tahun 1970-an. Kedua pejabat tersebut berbicara dengan syarat anonimitas karena mereka tidak diizinkan memberikan informasi kepada media.
Negara-negara Arab juga khawatir akan terulangnya eksodus massal warga Palestina dari wilayah yang sekarang menjadi Israel sebelum dan selama perang tahun 1948 yang melatarbelakangi pembentukan negara tersebut, ketika sekitar 700.000 orang melarikan diri atau diusir, peristiwa yang oleh Palestina disebut sebagai Nakba, atau bencana. Para pengungsi dan keturunannya, yang kini jumlahnya hampir mencapai 6 juta, tidak pernah diizinkan untuk kembali.
Dalam pertemuan hari Sabtu, kemarahan meluas melampaui ketakutan akan pemindahan massal.
Kedua pemimpin tersebut mengutuk serangan udara Israel di Gaza, yang membunuh lebih dari 4.300 warga Palestina, termasuk banyak warga sipil, menurut otoritas kesehatan di Gaza. Israel mengatakan mereka hanya menyerang target-target Hamas dan mematuhi hukum internasional.
Perang ini dipicu oleh serangan luas Hamas ke selatan Israel pada tanggal 7 Oktober yang menewaskan lebih dari 1.400 orang, yang sebagian besar adalah warga sipil.
Abdullah, yang termasuk dalam sekutu Barat yang paling dekat di wilayah tersebut, mengatakan bahwa Israel melakukan "hukuman kolektif terhadap rakyat yang terkepung dan tak berdaya".
"Ini merupakan pelanggaran hukum internasional yang jelas. Ini adalah kejahatan perang," katanya. Dia melanjutkan dengan menuduh komunitas internasional mengabaikan penderitaan rakyat Palestina, "nyawa warga Palestina tidak seberapa dibandingkan dengan nyawa orang Israel".
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.