Kedua belah pihak didukung oleh pelindung internasional dan milisi bersenjata yang pengaruhnya di negara tersebut melejit sejak pemberontakan Musim Semi Arab yang didukung NATO menjatuhkan penguasa otoriter Moammar Gadhafi tahun 2011.
Kedua otoritas telah menggelar tim kemanusiaan ke kota tersebut tetapi mengalami kesulitan dalam merespons bencana besar ini. Operasi pemulihan, dengan bantuan dari tim-tim internasional, kurang terkoordinasi dengan baik, dan warga mengatakan distribusi bantuan tidak merata.
Data kematian dan statistik yang bertentangan telah dirilis oleh berbagai badan resmi.
Bashir Omar, juru bicara Komite Palang Merah Internasional, mengatakan pada hari Selasa tim pencarian dan penyelamatan masih mengambil mayat dari bawah reruntuhan bangunan yang hancur dan dari laut.
Dia mengatakan kepada Associated Press bahwa korban jiwa "ribuan," tetapi tidak memberikan jumlah pasti untuk mayat yang telah ditemukan, menjelaskan bahwa ada banyak kelompok yang terlibat dalam pengumpulannya.
Bulan lalu, Palang Merah Libya mengatakan setidaknya 11.300 orang tewas dan 10.000 lainnya hilang.
Setelah sebelumnya melaporkan jumlah korban yang sama, Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan sekarang mengutip angka yang jauh lebih rendah, sekitar 4.000 orang tewas dan 9.000 hilang.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memulai pidatonya di Majelis Umum PBB hari Selasa dengan menyebut tragedi di Libya.
"Hanya sembilan hari yang lalu, banyak tantangan dunia seperti menyatu menjadi suasana neraka yang mengerikan," katanya.
"Ribuan orang di Derna, Libya kehilangan nyawa mereka dalam banjir dengan ukuran yang belum pernah terjadi sebelumnya."
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.