“40 tahun lalu, hal itu hampir mustahil. Jika Anda melihat mereka banyak yang tak akan percaya,” ucapnya.
Menurut bagian penulisan yang dibuat Derr mengenai fenomena itu yang dipublikasikan pada edisi Ensiklopedia Geofisika Bumi Solid, cahaya gempa bisa menjadi beberapa bentuk.
Terkadang cahaya itu muncul seperti cahaya biasa, atau terkadang seperti pita bercahaya di atmosfer yang mirip dengan aurora kutub.
Di lain waktu, menyerupai bola bercahaya yang melayang di udara.
Mereka mungkin juga menyerupai api kecil yang berkedip-kedip dan merambat di sekitar daratan atau juga api besar muncul dari tanah.
Para peneliti menemukan bahwa 80 persen kemunculan EQL saat gempa dengan magnitudo di atas 5.0 terjadi.
Pada kebanyakan kasus fenomena tersebut sebelum atau saat gempa terjadi, dan bisa dilihat sekitar 600 km dari pusat gempa.
Baca Juga: Puji Pertemuan Kim Jong-Un-Putin, Tokoh Pro-Kremlin Semringah: Keberhasilan Diplomasi
Salah satu teori kemunculan sinar itu diungkapkan oleh Friedemann Freund, profesor di Universitas San Jose, dan mantan peneliti di Pusat Penelitian NASA Ames.
Kolaborator Derr itu menjelaskan bahwa ketika cacat atau kotoran tertentu pada kristal batuan terkena tekanan mekanis, misalnya selama penumpukan tekanan tektonik sebelum atau selama gempa bumi besar, maka cacat itu akan langsung pecah dan menghasilkan listrik.
Batuan adalah isolator yang jika diberi tekanan mekanis akan menjadi semikonduktor.
Teori lainnya adalah listrik statis yang dihasilkan oleh rekahan batuan dan pancaran radon.
Sumber : CNN
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.