Keputusan pengadilan dan parlemen tersebut berkemungkinan akan memicu basis dukungan muda MFP turun ke jalan untuk berunjuk rasa.
Kampanye MFP yang menjanjikan perubahan sangat populer, terbukti dari jumlah kursi yang diraihnya.
Sekelompok partai oposisi kemudian membentuk koalisi yang bertujuan membentuk pemerintahan mayoritas dan mengajukan Pita sebagai calon perdana menteri.
Pita yang berusia 42 tahun, menyebut koalisi itu suara harapan dan suara perubahan.
Ia juga mengatakan semua pihak telah setuju mendukungnya sebagai PM Thailand selanjutnya.
Namun, hal itu tampaknya hanya menjadi angan-angan semata karena parlemen kembali menggagalkan usaha tersebut.
Pada pekan lalu, Pita juga gagal mengamankan cukup suara untuk menjadi PM Thailand, berdasarkan sistem politik yang diciptakan oleh junta militer dan yang mendukung monarki.
Baca Juga: Prajurit AS Membelot ke Korea Utara Usai Kabur dari Tahanan Militer, Tertawa saat Lewati Perbatasan
Di Thailand, partai koalisi membutuhkan 375 suara mayoritas baik di majelis rendah dan tinggi parlemen, yang memiliki 749 kursi, untuk memilih PM dan pemerintahannya.
Pihak konservatif memang telah mengambil langkah untuk menjegal Pita. Militer di bawah UU kudeta, menunjuk 250 anggota senat tak tepilih, yang sebelumnya memberikan suara untuk kandidat pro-militer.
Pada pengambilan suara pekan lalu, Pita hanya mendapatkan 324 suara dari 375 suara yang dibutuhkan untuk menjadi mayoritas.
Thailand pun saat ini masih tanpa perdana menteri karena gejolak politik yang berlanjut di negara itu.
Sumber : CNN
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.