JOHANNESBURG, KOMPAS.TV - Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa, dinyatakan tidak bersalah oleh lembaga pengawas publik atas skandal yang melibatkan pencurian lebih dari setengah juta dolar AS yang disimpan dalam sofa di pertaniannya.
Seperti dilaporkan oleh Associated Press pada Jumat (30/6/2023), Kholeka Gcaleka, Penyelidik Umum yang bertugas mengawasi perilaku para politikus, menyatakan presiden Cyril Ramaphosa tidak melanggar kode etik sebagai anggota eksekutif Afrika Selatan terkait insiden yang terjadi pada tahun 2020, namun baru diungkapkan kepada publik tahun lalu.
Skandal ini dianggap sebagai tantangan terbesar bagi reputasi Ramaphosa dan kepemimpinannya di negara ekonomi terbesar di Afrika. Meski demikian, penyelidikan kriminal atas insiden ini masih berlangsung.
Ramaphosa menyatakan USD580.000 dalam bentuk uang tunai telah dicuri. Namun, Gcaleka menyatakan bukan bagian dari tugas penyelidikannya untuk memastikan jumlah uang yang terlibat.
Ramaphosa dituduh tidak melapor secara tepat kepada polisi terkait pencurian tersebut dengan tujuan menyembunyikan keberadaan jumlah uang yang besar yang tersembunyi di perabotannya. Ramaphosa mengatakan ia melaporkan kejadian tersebut kepada kepala unit keamanan pribadinya, yang merupakan bagian dari South African Police Services.
Dalam laporan akhirnya mengenai skandal ini, Gcaleka menerima bahwa Ramaphosa sudah melaporkan kejadian pencurian ini kepada kepala unit perlindungan pribadinya, dan tuduhan bahwa ia bertindak tidak tepat "tidak dapat didukung."
Gcaleka juga menyatakan tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Ramaphosa bersalah atas benturan kepentingan terkait pendapatan dari operasi bisnis Phala Phala di provinsi Limpopo utara.
Baca Juga: Parlemen AS Minta Biden Hukum Afrika Selatan, Dianggap Dukung Rusia dan Ancam Kepentingan Nasional
"Peristiwa yang melibatkan tuduhan bahwa presiden secara tidak wajar dan melanggar ketentuan kode eksekutif berisiko menciptakan konflik antara tugas dan kewajiban konstitusionalnya dengan kepentingan pribadinya, terkait pekerjaannya di peternakan Phala Phala, tidak terbukti," kata Gcaleka dalam konferensi pers.
Penyelidikan terhadap Ramaphosa dipicu oleh keluhan yang diajukan ke kantor Penyelidik Umum oleh Partai Transformasi Afrika, partai oposisi.
Insiden ini terungkap Juni tahun lalu ketika mantan kepala dinas intelijen Afrika Selatan, Arthur Fraser, melaporkan kepada polisi bahwa Ramaphosa menyembunyikan sekitar USD4 juta di pertaniannya sebelum uang tersebut dicuri.
Fraser menuduh presiden melakukan pencucian uang, melanggar undang-undang pajak dan pengendalian mata uang asing, serta berusaha menutupi pencurian uang tunai ini untuk menyembunyikan keberadaannya.
Ramaphosa membantah tuduhan tersebut dan juga mempertanyakan jumlah uang yang menurut Fraser telah dicuri.
Fraser juga membuat klaim mengejutkan lainnya, bahwa Ramaphosa memerintahkan kepala unit perlindungan pribadinya, Mayor Jenderal Wally Rhoode, untuk melakukan penyelidikan rahasia guna mengembalikan uang tersebut, termasuk penangkapan dan penyiksaan beberapa tersangka, serta memberi mereka suap agar menjaga kerahasiaan insiden ini.
Penyelidik Umum Gcaleka membantah klaim-klaim tersebut, bahkan menyatakan Ramaphosa tidak mengetahui detail-detail penyelidikan yang dilakukan oleh Rhoode.
Baca Juga: Putin Membela Diri usai Dinasihati Presiden Afrika Selatan untuk Hentikan Perang di Ukraina
"Tidak ditemukan bukti bahwa presiden mengetahui penyelidikan kejahatan yang dilakukan oleh Jenderal Rhoode," ujarnya.
Skandal ini sempat merusak citra Ramaphosa sebagai seorang pemimpin yang berkomitmen untuk membersihkan pemerintahan Afrika Selatan yang tercemar korupsi, serta partainya, Kongres Nasional Afrika yang berkuasa.
Meski demikian, masih terdapat pertanyaan tentang alasan mengapa jumlah uang sebesar itu disembunyikan di dalam sofa di pertanian tersebut. Ramaphosa belum menjelaskan mengapa uang tunai tersebut berada di dalam sofa, tetapi ia mengatakan uang tersebut berasal dari hasil penjualan banteng kepada seorang pengusaha Sudan.
Skandal ini menyebabkan partai oposisi menuntut pengunduran diri Ramaphosa, namun upaya mereka untuk memulai proses pemakzulan terhadapnya gagal karena partainya, ANC, punya mayoritas di Parlemen yang beranggotakan 400 orang.
Bulan Desember kemarin, sebuah laporan dari sebuah panel parlemen yang menyelidiki masalah ini menemukan bahwa Ramaphosa mungkin melanggar undang-undang anti-korupsi. Menurut laporan tersebut, Ramaphosa mengatakan jumlah uang yang dicuri sebesar USD580.000.
Laporan tersebut juga mempertanyakan penjelasan Ramaphosa bahwa uang tersebut berasal dari penjualan banteng, karena ditemukan bahwa hewan-hewan tersebut masih berada di pertanian lebih dari dua tahun setelah kejadian tersebut.
Meskipun demikian, ANC menolak temuan laporan tersebut dan menggunakan mayoritasnya di Parlemen untuk menghalangi upaya memulai proses pemakzulan.
Sikap ANC ini dinilai, membuka jalan bagi Ramaphosa untuk terpilih kembali sebagai pemimpin partainya. Diperkirakan ia akan mencalonkan diri untuk periode kedua dan terakhir selama lima tahun dalam pemilihan tahun depan.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.