BEIJING, KOMPAS.TV - Pertemuan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken dengan Presiden China Xi Jinping di Beijing, Senin (19/6/2023), mencuri perhatian dunia karena digelar tanpa perencanaan resmi jauh-jauh hari.
The Associated Press melaporkan, kunjungan Menlu AS yang berisiko tinggi secara diplomatik selama dua hari ke Beijing itu bertujuan untuk meredakan ketegangan yang kian memuncak antara kedua negara.
Keduanya bertemu selama 35 menit di balai rakyat yang megah, namun hingga satu jam sebelumnya, tidak ada konfirmasi resmi tentang pertemuan tersebut. Seperti yang diumumkan oleh pejabat Departemen Luar Negeri AS.
Dalam rekaman pertemuan yang dirilis oleh stasiun TV resmi China, CCTV, Xi terdengar berkata, "Kedua belah pihak telah sepakat untuk melanjutkan pemahaman yang sama yang telah dicapai oleh Presiden Biden dan saya di Bali."
Pada pertemuan sebelumnya antara Blinken dan pejabat tinggi China, keduanya menunjukkan keinginan untuk berdialog.
Namun, tak ada tanda-tanda keduanya akan mengubah sikap mengenai perselisihan mereka mengenai perdagangan, Taiwan, kondisi hak asasi manusia di China dan Hong Kong, hingga ketegasan militer China di Laut China Selatan dan perang Rusia di Ukraina.
Xi menyatakan mereka mencapai kemajuan dan kesepakatan tentang "beberapa isu tertentu" tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.
"Ini sangat bagus," kata Xi dengan senyum.
"Dengan kunjungan ini, saya berharap, Bapak Menteri (Blinken), Anda akan memberikan kontribusi positif yang lebih besar dalam menstabilkan hubungan China-AS," tambah Xi, menunjukkan harapannya terhadap Blinken.
Baca Juga: Menlu AS Anthony Blinken Kunjungi China, Sinyal Perdamaian?
Blinken dan pejabat-pejabat AS lainnya menilai kemungkinan tercapainya terobosan signifikan dalam isu-isu yang paling rumit dihadapi oleh kedua ekonomi terbesar di dunia ini, sangatlah rendah.
Mereka lebih menekankan pentingnya kedua negara untuk membentuk dan memelihara saluran komunikasi yang lebih baik.
Blinken menjadi pejabat AS paling tinggi yang mengunjungi China sejak Presiden Joe Biden menjabat. Dia adalah menteri luar negeri AS pertama yang melakukan kunjungan ini dalam lima tahun terakhir.
Kunjungannya diharapkan akan membuka pintu bagi putaran kunjungan pejabat tinggi AS dan China yang baru, bahkan mungkin termasuk pertemuan antara Xi dan Biden dalam beberapa bulan mendatang.
Menurut pejabat AS, sebelumnya pada Senin, Blinken bertemu dengan diplomat utama China, Wang Yi, selama sekitar tiga jam.
Dalam pernyataannya, Kementerian Luar Negeri China menulis kunjungan Blinken "terjadi pada saat yang kritis dalam hubungan China-AS, dan saat ini harus membuat pilihan antara dialog atau konfrontasi, kerja sama atau konflik."
Mereka menyalahkan "persepsi yang keliru oleh pihak AS terhadap China, sehingga berujung pada kebijakan yang salah terhadap China" atas kondisi "titik terendah" saat ini dalam hubungan kedua negara.
Mereka menyatakan AS punya tanggung jawab membuat "penurunan hubungan China-AS yang meluas untuk mengembalikannya ke jalur yang sehat dan stabil," dan Wang "menuntut agar AS menghentikan teori 'ancaman China' yang kerap terdengar menggebu-gebu, mencabut sanksi sepihak yang ilegal terhadap China, menghentikan penindasan perkembangan teknologi China, dan menahan diri dari campur tangan sewenang-wenang dalam urusan internal China."
Baca Juga: Ucapan Megawati Disorot Media China, Yakin Indonesia Bisa Susul Program Nuklir Korea Utara
Departemen Luar Negeri AS menyatakan Blinken "menekankan pentingnya mengelola persaingan antara Amerika Serikat dan China secara bertanggung jawab melalui saluran komunikasi terbuka agar persaingan tidak berubah menjadi konflik."
Dalam putaran pembicaraan pertama pada Minggu (18/6/2023), Blinken bertemu Menlu China Qin Gang selama hampir enam jam.
Setelah pertemuan tersebut, kedua negara menyatakan sepakat melanjutkan pembicaraan tingkat tinggi. Namun, tidak ada tanda perselisihan paling rumit di antara mereka mendekati penyelesaian.
Baik AS maupun China mengumumkan Menlu Qin menerima undangan dari Blinken untuk datang ke Washington.
Namun China dengan jelas menyatakan "hubungan China-AS berada pada titik terendah sejak pendiriannya." Perasaan tersebut juga dirasakan oleh pejabat AS.
Kunjungan Blinken ke Beijing terjadi setelah rencananya untuk pergi ke China pada Februari ditunda usai balon pengintai China ditembak jatuh di wilayah AS.
Jika pemimpin China menolak pertemuan, itu akan menjadi kemunduran besar dalam upaya memulihkan dan menjaga komunikasi di tingkat senior.
Biden dan Xi berkomitmen meningkatkan komunikasi "secara tepat agar dapat berkomunikasi sejelas mungkin untuk menghindari kemungkinan salah paham dan ketidakpahaman," kata Blinken sebelum berangkat ke Beijing.
Baca Juga: Murka China Kirim Balon Mata-Mata ke Langit AS, Blinken Batalkan Pertemuan dengan Xi Jinping
Biden, akhir pekan lalu, mengatakan dirinya berharap dapat bertemu Xi dalam beberapa bulan mendatang untuk mengatasi sejumlah perbedaan yang memisahkan mereka.
Dalam pertemuan pada Minggu, Blinken juga menekan China untuk melepaskan warga AS yang ditahan dan mengambil langkah-langkah untuk mengurangi produksi dan ekspor prekursor fentanil yang memperparah krisis opioid di Amerika Serikat.
Xi memberikan petunjuk kemungkinan adanya keinginan untuk mengurangi ketegangan pada Jumat, ketika dia mengatakan dalam pertemuan dengan pendiri Microsoft Corp., Bill Gates, bahwa Amerika Serikat dan China dapat bekerja sama untuk "menguntungkan kedua negara kita."
Sejak pembatalan kunjungan Blinken pada Februari lalu, sudah ada beberapa pertemuan tingkat tinggi antara AS dan China.
Kepala CIA William Burns melakukan perjalanan ke China pada Mei, sementara Menteri Perdagangan China melakukan perjalanan ke AS.
Penasihat keamanan nasional Biden, Jake Sullivan, juga bertemu dengan penasihat senior kebijakan luar negeri China Wang Yi di Wina pada Mei.
Namun, pertemuan-pertemuan tersebut diwarnai oleh retorika marah dari kedua negara mengenai Selat Taiwan, niat mereka yang lebih luas di Indo-Pasifik, penolakan China untuk mengutuk Rusia atas perangnya melawan Ukraina, dan tuduhan Washington bahwa Beijing berusaha meningkatkan kemampuan pengawasan di seluruh dunia, termasuk di Kuba.
Pada awal bulan ini, Menteri Pertahanan China menolak permintaan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin untuk bertemu di sela-sela simposium keamanan di Singapura, tanda ketidakpuasan yang berlanjut.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.