JAKARTA, KOMPAS.TV - Sedikitnya 20 warga negara Indonesia (WNI) diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) lalu disekap di Myanmar. Ke-20 korban dijanjikan pekerjaan di Bangkok, Thailand, tetapi kini justru disekap di Myanmar, dipaksa kerja tanpa dibayar, bahkan disiksa.
Keluarga korban TPPO di Myanmar ini pun telah melayangkan aduan ke Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI). SBMI bersama keluarga korban kemudian melaporkan kasus ini ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 31 Maret 2023.
Akan tetapi, menurut narahubung kolektif keluarga korban, belum ada perkembangan berarti dari laporan ke pemerintah Indonesia.
“Kalau dari otoritas Indonesia sendiri belum ada kemajuan apa-apa. Baru diterima pengaduan saja,” kata narahubung tersebut kepada Kompas TV, Rabu (26/4/2023) malam.
Narahubung itu meminta namanya dirahasiakan karena khawatir dengan keselamatan pribadi dan keluarganya. Ia menyebut, sindikat perdagangan orang itu terbilang besar di Indonesia.
"Sindikat ini juga besar di Indonesia, agen-agen perekrutnya saja banyak," terangnya.
Baca Juga: Daftar Jaringan TPPO Sudah Dikantongi, Mahfud MD: Harus Kita Tindak
Kompas TV sendiri telah menghubungi juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Teuku Faizasyah terkait penanganan dugaan TPPO di Myanmar tersebut.
"Sedang didalami oleh KBRI di Myanmar dan Bangkok," ujar Teuku Faizasyah dalam pesan tertulis pada Kompas.tv, Kamis (27/4) dini hari.
Ke-20 WNI yang diduga disekap di Myanmar itu disebut diberangkatkan dari Indonesia sekitar Oktober-November 2022 lalu. Mereka dimingi-imingi gaji Rp8-10 juta per bulan hingga fasilitas mes gratis.
Akan tetapi, sesampainya di Thailand, mereka justru diselundupkan ke Myanmar dan dipaksa bekerja dalam kondisi tidak layak. Melansir siaran pers SBMI, 31 Maret lalu, para korban dikawal dua orang dari Bangkok ke perbatasan Thailand-Myanmar, lalu dikawal kembali oleh dua orang bersenjata dan berseragam militer.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.