NEW DELHI, KOMPAS.TV - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan India pertengahan tahun ini akan segera menyusul China sebagai negara terpadat di dunia.
Dengan sekitar 2,4 persen daratan dunia, India sekarang menjadi rumah bagi hampir seperlima umat manusia, lebih dari 1,4 miliar orang, atau lebih dari total seluruh populasi Amerika, Afrika, dan Eropa.
Tentu saja, perbandingan seperti itu masih berlaku untuk China, yang juga kira-kira tiga kali ukuran India. Tapi populasi India relatif muda dan berkembang, sementara populasi China menua dan menyusut.
Pergeseran demografis seperti itu menimbulkan tantangan ekonomi dan sosial yang besar bagi raksasa Asia saat mereka berjuang untuk beradaptasi, seperti laporan Bloomberg, Rabu (19/4/2023).
Menurut perkiraan pertengahan 2023 oleh PBB, populasi India melampaui 1,4286 miliar orang, sedikit lebih tinggi dari 1,4257 miliar penduduk China.
Sensus terakhir India dilakukan tahun 2011, dan pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi menunda pelaksanaan sensus penduduk sekali dalam satu dekade tahun 2021, dengan alasan gangguan pandemi. Belum ada indikasi kapan upaya besar dan rumit untuk menghitung jumlah penduduk negara Asia Selatan itu akan dilanjutkan.
Jadi, data saat ini didasarkan pada perkiraan dan proyeksi. India menambahkan sekitar 23 juta bayi tahun 2022, meskipun angka kelahirannya, atau jumlah kelahiran hidup per 1.000 penduduk, kini melambat, menjadi 19,7 kelahiran per 1.000 penduduk tahun 2019, dari 24,1 pada tahun 2004.
Populasi negara terus tumbuh, meskipun pada kecepatan yang lebih lambat.
Tahun 2022, China mencatat hanya sekitar 9,56 juta bayi baru lahir, terendah setidaknya sejak tahun 1950. Karena lebih banyak kematian tercatat, angka populasi turun untuk pertama kalinya sejak 1960-an.
Populasi India diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai puncaknya pada awal hingga pertengahan 2060-an, sedangkan perkiraan untuk China adalah penurunan jumlah penduduk yang stabil.
Baca Juga: India Bakal Kalahkan China Jadi Negara dengan Populasi Terbesar di Dunia, Kapan Tepatnya?
Tidak hanya India memiliki lebih banyak orang, negara itu juga memiliki salah satu populasi termuda menurut data PBB. Lebih dari setengah populasinya berusia di bawah 30 tahun, dengan usia rata-rata 28 tahun. Bandingkan dengan sekitar usia rata-rata 38 tahun di Amerika Serikat (AS) dan China.
Keunggulan kaum muda ini dapat memainkan peran penting dalam membuka kunci pertumbuhan ekonomi. Dengan lebih dari dua pertiga penduduknya berusia kerja, antara 15 dan 64 tahun, India dapat memproduksi dan mengkonsumsi lebih banyak barang dan jasa, mendorong inovasi, dan mengimbangi perubahan teknologi yang konstan.
Itu jika mampu memberikan sejumlah besar pekerjaan yang dibutuhkan saat transisi ke ekonomi industri dan orang-orang pindah dari pertanian.
Narendra Modi, yang diperkirakan akan mencari masa jabatan ketiga tahun 2024, mendorong peningkatan pangsa manufaktur dalam ekonomi menjadi 25 persen, dari 14 persen yang saat ini terhenti.
India menghadapi banyak tantangan: India perlu mengatasi masalah inti kemiskinan, kelaparan, dan kekurangan gizi secara efektif, menyediakan kesehatan dan pendidikan yang lebih baik, membangun infrastruktur, dan membuat desa dan kota layak huni.
Perubahan iklim mempersulit penyediaan ketahanan pangan, termasuk listrik, di seluruh negara yang sebagian besar masih agraris. Gelombang panas yang berkepanjangan dalam beberapa tahun terakhir telah menyebabkan penderitaan yang meluas dan pasokan listrik yang terbatas.
Negara ini juga menghadapi masalah air akut, termasuk kekurangan dan polusi. Sekitar 40 persen rumah tangga pedesaan tidak memiliki air yang mengalir.
Pengeluaran pemerintah federal dan negara bagian untuk perawatan kesehatan adalah sekitar 2 persen dari produk domestik bruto atau PDB, termasuk yang terendah di dunia. Lebih dari sepertiga anak di bawah usia lima tahun mengalami stunting, dan separuh perempuan kelompok usia antara 15 dan 49 tahun mengalami anemia.
Negara ini menempati peringkat terakhir dari 180 negara dalam Indeks Kinerja Lingkungan 2022 yang dirilis oleh Universitas Yale.
Hampir sepertiga dari pemuda tidak punya pekerjaan, pendidikan atau pelatihan apapun. Hanya 5 persen tenaga kerja negara yang diakui memiliki keterampilan formal, dan sekolah serta universitas di negara tersebut punya infrastruktur yang buruk dan kekurangan guru yang berkualitas.
Baca Juga: Resesi Populasi Semakin Nyata di Asia, Bagaimana dengan Indonesia?
Pada tahun 1970-an, pemerintah India mulai serius menggalakkan keluarga kecil. Slogan Hindi, “hum do, humare do”, diterjemahkan secara longgar menjadi “kami berdua dan dua anak kami”, yang mirip dengan istilah Keluarga Berencana Indonesia saat itu, "dua anak cukup" pertama kali diciptakan pada 1950-an, menjadi iklan di mana-mana di stasiun TV dan radio milik pemerintah, termasuk di surat kabar dan majalah.
Sterilisasi perempuan, vasektomi laki-laki, dan kontrasepsi semuanya tersedia dengan murah atau gratis melalui rumah sakit dan klinik yang dikelola pemerintah. Dalam beberapa tahun terakhir, program itu mereda, tetapi mungkin berpengaruh.
Tingkat kesuburan sudah mulai cenderung lebih rendah tahun 1960-an, menurut data Bank Dunia, dan sekarang turun menjadi dua, tepat di bawah tingkat kesuburan 2,1 anak per perempuan, menurut data pemerintah.
India yang diproyeksikan oleh PBB akan memiliki populasi 1,668 miliar pada tahun 2050. China telah bolak-balik selama bertahun-tahun karena bergeser dari mencoba membatasi kelahiran menjadi mendorong lebih banyak, takut akan dampak ekonomi dari tenaga kerja yang menyusut. PBB sebelumnya memperkirakan China akan memiliki 1,317 miliar orang pada tahun 2050.
Selain hak untuk menyombongkan diri, status baru negara itu tidak hanya sebagai negara demokrasi terbesar di dunia, tetapi juga yang terpadat, dapat memperkuat klaimnya atas kursi permanen di Dewan Keamanan PBB. (Sekarang hanya lima negara yang memiliki status tersebut, yaitu AS, Inggris, Prancis, Rusia, dan China.
India menggunakan kekuatan pasarnya yang berkembang untuk memposisikan dirinya sebagai pemain geopolitik yang signifikan, membangun hubungan dekat dengan AS, Jepang, dan Australia dalam kelompok Quad, tetapi juga memetakan kebijakan luar negeri yang berlawanan.
India menahan diri untuk tidak bergabung dengan sanksi global terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina dan terus membeli minyak mentah Rusia yang murah.
Sumber : Bloomberg
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.