Pada masa Presiden Abdurrahman Wahid pada 1999, Pemerintah Indonesia sempat berencana membuka hubungan ekonomi dan perdagangan dengan Israel.
Hal itu ingin dilakukan sebagai komitmen untuk toleransi antarkeyakinan.
Selain itu, kerja sama itu diharapkan meningkatkan perbaikan ekonomi setelah Indonesia dihantam krisis ekonomi pada 1998.
Tetapi seperti yang diperkirakan, rencana ini menghadapi penolakan besar-besaran.
Protes dilakukan oleh sejumlah organisasi Islam, mahasiswa dan juga anggota parlemen.
Salah satu argumen yang mendukung hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Israel, adalah agar Indonesia menjadi mediator untuk menyelesaikan permasalahan Israel dan Palestina.
Indonesia sejak lama mendukung solusi dua negara, yang idealnya adalah antara Israel dan Palestina sama-sama menjadi negara yang merdeka dan berdaulat.
Dengan hubungan formal, kekuatan melobi Indonesia di arena internasional, khususnya di antara negara Barat, pada teorinya akan meningkat.
Baca Juga: Palestina Tak Mempermasalahkan Partisipasi Israel di Piala Dunia U-20: Itu Wewenang Indonesia
Namun, kepercayaan membuka hubungan secara ekseklusif akan secara eksklusif mendukung kemerdekaan Palestina melemahkan argumen ini.
Pada Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 secara tegas mengungkapkan dukungan abadi rakuat Indonesia terhadap kemerdekaan segala bangsa, dan perjuangan melawan penjajahan.
Selain itu, saat ini Indonesia tak secara resmi mengakui Israel sebagai negara yang dilegitimasi dan berdaulat.
Salah satu isu utama adalah sikap Israel yang terus melakukan penjajaghan terhadap Palestina, masih menjadi isu krusial dan faktor yang menyulitkan Indonesia untuk mengakui dan membuka hubungan diplomatik dengan Israel.
Sumber : Xinhua/Modern Diplomacy
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.