LONDON, KOMPAS.TV - Pejabat penegak hukum tertinggi Amerika Serikat (AS) mengumumkan pembentukan "strike force teknologi disruptif" atau pasukan penggempur teknologi yang bersifat disruptif, Kamis (16/2/2023). Satuan baru ini bertugas melindungi teknologi AS dari musuh-musuh asing dan ancaman keamanan nasional lainnya.
Wakil Jaksa Agung AS Lisa Monaco, pejabat nomor 2 di Departemen Kehakiman AS, mengumumkan pembentukan satuan serang baru itu dalam pidatonya di London di Chatham House, seperti dilaporkan oleh Straits Times, Kamis (16/2/2023).
Inisiatif ini, kata dia, akan menjadi upaya bersama antara Departemen Kehakiman dan Perdagangan AS, dengan tujuan untuk menghalangi lawan yang "mencoba menyerap teknologi terbaik kita," kata Monaco dalam catatan pers.
"Kami akan menggunakan intelijen dan analisis data untuk menargetkan pelaku ilegal, meningkatkan kemitraan publik-swasta untuk memperkuat rantai pasokan, dan mengidentifikasi peringatan dini tentang ancaman terhadap aset penting kami, seperti semikonduktor," ujar Monaco.
Departemen Kehakiman dalam beberapa tahun terakhir semakin fokus membawa kasus pidana untuk melindungi kekayaan intelektual korporat, rantai pasokan AS, dan data pribadi tentang warga AS dari musuh-musuh asing, baik melalui serangan siber, pencurian, atau penghindaran sanksi.
Pejabat penegak hukum telah berkali-kali mengatakan bahwa China secara jauh tetap menjadi ancaman terbesar bagi inovasi teknologi dan keamanan ekonomi AS - pandangan yang diulang Monaco lagi pada Kamis.
"Doktrin 'fusi sipil-militer' China berarti bahwa setiap kemajuan oleh perusahaan China dengan aplikasi militer harus dibagikan dengan negara," kata Monaco.
"Jadi jika sebuah perusahaan yang beroperasi di China mengumpulkan data Anda, maka kemungkinan besar pemerintah China mengaksesnya."
Baca Juga: Perusahaan Chip Komputer Besar Tuduh Eks Pekerja di China Curi Teknologi, Bukan Pertama Kalinya
Selama pemerintahan Trump, Departemen Kehakiman menciptakan "inisiatif China" untuk melawan spionase China dan pencurian kekayaan intelektual.
Departemen Kehakiman Biden kemudian membuang nama tersebut dan memfokuskan kembali inisiatif tersebut setelah mendapat kritik bahwa hal itu memicu rasisme dengan menargetkan profesor di universitas AS tentang apakah mereka mengungkapkan ikatan keuangan dengan China.
Namun, departemen tersebut tidak mundur dari terus mengejar kasus keamanan nasional yang melibatkan China dan upaya yang diduga dilakukan olehnya untuk mencuri kekayaan intelektual atau data Amerika lainnya.
Baca Juga: AS Akhirnya Tembak Balon Mata-Mata China, Jatuh di Laut
Pada musim gugur tahun lalu, Departemen Perdagangan AS juga memberlakukan kontrol ekspor baru pada komponen komputasi canggih dan semikonduktor, dalam manuver yang dirancang untuk mencegah China memperoleh chip tertentu.
Monaco mengatakan AS "juga harus memperhatikan bagaimana lawan-lawan kita dapat menggunakan investasi swasta dalam perusahaan mereka untuk mengembangkan teknologi paling sensitif, untuk memacu keuntungan militer dan keamanan nasional mereka".
Dia mencatat bahwa pemerintahan Biden sedang "mengeksplorasi cara untuk memantau aliran modal swasta di sektor-sektor kritis" untuk memastikan bahwa itu "tidak memberikan keuntungan keamanan nasional bagi lawan kami".
Tahun lalu, sekelompok legislator AS dari berbagai partai meminta Presiden Joe Biden untuk mengeluarkan perintah eksekutif untuk meningkatkan pengawasan atas investasi oleh perusahaan dan individu AS di China dan negara lain.
Inisiatif itu diluncurkan setelah terjadi sejumlah insiden yang dinilai mengancam keamanan AS. Sebelumnya, sebuah balon mata-mata China ditembak jatuh pada Sabtu (4/2/2023) di atas pantai Carolina Selatan. Tak lama setelahnya, pada Jumat (10/2/2023), sebuah benda asing di ketinggian langit Alaska juga ditembak jatuh oleh jet tempur AS atas perintah Presiden AS Joe Biden.
Sumber : Kompas TV/Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.