JAKARTA, KOMPAS.TV - Para menteri luar negeri perhimpunan negara Asia Tenggara ASEAN menggelar pertemuan pertama di Jakarta, Jumat (3/2/2023).
Pertemuan itu, kata Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi, "didedikasikan khusus membahas masalah Myanmar secara terbuka, mendalam, dan terus terang sebagai satu keluarga".
Pertemuan tersebut merupakan pertemuan tingkat menteri ASEAN pertama di bawah kepemimpinan Indonesia, digelar setelah jamuan makan siang khusus, Jumat (3/2).
Melansir Straits Times, selama makan siang, mereka membahas dan menyepakati “satu pendekatan bersama” dalam menghadapi situasi Myanmar melalui konsensus lima poin yang diadopsi ASEAN pada April 2021, kata Menlu Retno Marsudi dalam konferensi pers usai pertemuan.
Poin-poinnya adalah penunjukan dan kunjungan utusan khusus ASEAN ke Myanmar, diakhirinya kekerasan di Myanmar, pelaksanaan dialog konstruktif antara semua pihak dan bantuan kemanusiaan oleh ASEAN.
Para menteri sepakat, kemajuan signifikan dalam implementasi komitmen ini akan membuka jalan bagi dialog nasional yang inklusif di Myanmar, yang merupakan kunci penyelesaian damai, kata Menlu Retno.
Para menteri ASEAN juga sepakat, “lingkungan yang kondusif” harus diciptakan untuk dialog yang inklusif, dengan mengurangi kekerasan, dan memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan yang tepat waktu dan tanpa hambatan, tambahnya.
Baca Juga: Pegang Keketuaan ASEAN 2023, Indonesia akan Gelar Forum Ekonomi Indo-Pasifik
Indonesia, katanya, menggariskan tiga pendekatan untuk mencapai tujuan tersebut, dan mendapat “dukungan penuh” dari semua negara anggota ASEAN.
Yang pertama adalah melibatkan semua pemangku kepentingan untuk memfasilitasi kemungkinan dialog nasional yang inklusif.
Kedua, ASEAN harus membangun kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya diskusi. Ini berarti mengurangi kekerasan (oleh pihak yang bertikai) dan melanjutkan bantuan kemanusiaan, yang menurutnya “sangat penting untuk membangun kepercayaan dan keyakinan”.
Dan ketiga, ASEAN harus bersinergi dengan negara-negara tetangga yang peduli dan Utusan Khusus PBB dan negara-negara lain.
Rencana Indonesia mengirim seorang jenderal ke Myanmar untuk menunjukkan kepada penguasa militernya bagaimana Indonesia berhasil bertransisi ke demokrasi, seperti diungkapkan Presiden Joko Widodo pada hari Rabu, tidak dibahas dalam jamuan makan siang para menteri.
Presiden Jokowi hari Rabu mengatakan dalam sebuah wawancara, “Ini adalah masalah pendekatan. Kami punya pengalaman – di sini di Indonesia, situasinya sama. Pengalaman ini bisa ditelaah, bagaimana Indonesia memulai demokrasinya.”
Baca Juga: Sekjen PBB Minta Dunia Bela Rakyat Myanmar, Pemilu oleh Junta Militer Justru Hasilkan Instabilitas
Menanggapi pertanyaan dari The Straits Times tentang apa yang diharapkan dilakukan sang jenderal di Myanmar, Dirjen Kerja Sama ASEAN Kemlu Indonesia Sidharto R. Suryodipuro merujuk ke Kantor Utusan Khusus baru yang dipimpin oleh Menlu Retno Marsudi.
Salah satu tugasnya, katanya, adalah “menjalin komunikasi dengan semua pihak Myanmar dengan tujuan pengurangan dan penghentian permusuhan”, dan mempersiapkan semua pihak “setelah mereka siap untuk duduk dan melakukan dialog inklusif”.
“Di antara pesan yang disampaikan kepada para pihak adalah mereka harus berani berbicara dan berdialog secara inklusif,” ujarnya. Kantor tersebut juga akan membangun ruang untuk bantuan kemanusiaan.
Pada bulan Januari, Menlu Retno mengatakan dia akan berusaha terlibat dengan “semua pemangku kepentingan” di Myanmar, bagian dari strategi ASEAN dalam menangani krisis.
Perwakilan non-politik dari Myanmar diundang ke pertemuan ASEAN, tetapi kursinya dibiarkan kosong.
Ditanya apakah perwakilan non-politik lainnya akan diundang ke pertemuan ASEAN di masa mendatang, Sidharto mengatakan, “Prinsipnya saat ini adalah tidak ada pihak yang punya legitimasi untuk duduk di kursi Myanmar. Itu pandangan kami”.
Sumber : Kompas TV/Straits Times/Sekretariat Presiden
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.