WASHINGTON, KOMPAS.TV - Ketika Menteri Pertahanan (Menhan) Amerika Serikat (AS) Lloyd J. Austin III berkunjung ke Indonesia pada bulan November 2022, dia menekan mitranya di Indonesia untuk kesepakatan pembelian 36 jet tempur AS. Namun, Lloyd Austin pergi dengan tangan kosong, tanpa kesepakatan.
Beberapa hari sebelumnya, pejabat Indonesia yang sama, Menhan Prabowo Subianto, bertemu dengan Menhan China, dan kedua negara berjanji untuk melanjutkan latihan militer bersama.
Terletak di seberang tepi selatan Laut Cina Selatan, Indonesia oleh laporan New York Times dipandang sebagai negara sarat sumber daya dengan ekonomi triliunan dolar yang tumbuh cepat dengan populasi besar. Indonesia adalah hadiah besar dalam pertempuran geopolitik antara Washington dan Beijing untuk menancapkan kuku pengaruh di Asia.
Lokasi Indonesia dianggap strategis, dengan 17.000 pulau yang membentang ribuan mil berisi jalur laut vital, merupakan kebutuhan pertahanan karena kedua belah pihak bersiap untuk kemungkinan konflik atas Taiwan, pulau demokrasi yang diklaim dimiliki China.
Dalam membujuk rayu Indonesia, Beijing tampaknya semakin unggul dibanding AS, seperti dilansir New York Times, Kamis, (2/2/2023).
China menanamkan investasi yang cukup besar untuk memenangkan populasi yang waspada di Indonesia, menggelontorkan miliaran dolar untuk mengembangkan simpanan nikel terbesar di dunia dan mempercepat pengiriman vaksin Covid-19 pada saat kritis.
China telah menjadi mitra utama dalam mendorong infrastruktur negara, termasuk membangun kereta berkecepatan tinggi, meskipun terlambat dan melebihi anggaran.
Baca Juga: Beijing Meradang Perusahaan China Ditekan, Tuding Amerika Serikat Ingin Dapatkan Hegemoni Teknologi
China menginvestasikan lebih dari US$5 miliar di Indonesia dalam sembilan bulan pertama tahun 2022, dibandingkan dengan sekitar US$2 miliar dari AS.
“Mereka tidak pernah mendikte,” kata Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, tentang China dalam sebuah wawancara baru-baru ini seperti laporan New York Times.
Luhut menyebut pejabat AS sering datang dengan daftar kondisi berat sebelum investasi dapat disetujui.
"Saya memberi tahu Washington tentang ini, 'Cara Anda berurusan dengan kami, lupakan sajalah,'" kata Luhut Pandjaitan, yang juga merupakan tangan kanan terpercaya pemimpin Indonesia, Joko Widodo.
Indonesia, pada gilirannya, sudah memberi hasil untuk China. Negara berpenduduk mayoritas muslim ini memberikan suara mendukung posisi China di PBB tentang penganiayaan Beijing terhadap Uyghur, sebuah kelompok yang sebagian besar muslim.
Di aula blok regional terkemuka, perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara ASEAN, para diplomat mengatakan Indonesia adalah pendukung yang konsisten untuk keterlibatan ekonomi China, tak terhalang di semua 10 negara anggota.
Presiden Jokowi kerap mengatakan dia tetap independen dari pengaruh salah satu negara. Tapi, Jokowi dan para tangan kanan utamanya menunjukkan kedekatan khusus dengan pemimpin China, Xi Jinping.
Sebulan setelah berkuasa pada musim gugur 2014, Jokowi melakukan perjalanan ke Beijing untuk perjalanan luar negeri pertamanya. Sejak itu, dia bertemu empat mata dengan Xi Jinping delapan kali, dan dengan mantan Presiden Donald J. Trump dan Presiden Biden hanya empat kali, menurut Teuku Faizasyah, juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia seperti laporan New York Times.
Baca Juga: China Balas Tudingan AS, Washington Harus Hentikan Kirim Senjata ke Ukraina Jika Ingin Konflik Usai
Kehangatan Indonesia dengan China sebagian didasarkan pada pertemuan kepentingan politik para pemimpin mereka. Sejak awal masa kepresidenannya, Jokowi menjadikan infrastruktur sebagai tema yang berulang di masa jabatannya, dan Xi Jinping menjadikan investasi infrastruktur sebagai tulang punggung strategi diplomatiknya.
Selama kunjungan pertamanya ke Beijing, Jokowi diantar ke kereta berkecepatan tinggi dari Beijing ke Tianjin, sebuah kota pelabuhan, dan pada Oktober 2015, ia menandatangani kesepakatan bernilai miliaran dolar bagi China untuk membangunnya di Indonesia.
Secara historis, Indonesia menunjukkan sikap anti-Tiongkok yang kuat. Pada tahun 1965, massa yang terdiri dari kelompok militer, paramiliter dan agama mengamuk melawan Partai Komunis Indonesia (PKI), yang terbesar di luar China.
Massa membunuh setidaknya setengah juta orang, termasuk banyak etnis Tionghoa. Para jenderal garis keras menuduh Beijing berada di belakang upaya kudeta yang menurut mereka diorganisir oleh PKI. Akibatnya, hubungan Indonesia-China sempat membeku selama puluhan tahun.
Kenangan dari pembantaian tetap ada, dan Duta Besar China untuk Indonesia, Lu Kang, mantan juru bicara Kementerian Luar Negeri di Beijing, tampaknya berhati-hati untuk tidak memicu kecurigaan yang membara, memilih basa-basi diplomatik daripada gertakan nasionalis di media sosial.
Di akun Twitter-nya, Lu memamerkan kunjungannya ke pemandangan Bali yang sejuk dan rekaman ramah Perdana Menteri China, Zhou Enlai, mengunjungi Indonesia pada tahun 1955, sebelum ketegangan meletus.
“China sejauh ini merupakan mitra dagang nomor 1, investor asing nomor 1, dan, sebelum pandemi, sumber turis internasional nomor 1,” kata Tom Lembong, mantan menteri perdagangan dan investasi pada tahun-tahun awal masa jabatan Jokowi. “Banyak elite bisnis dan politik Indonesia percaya bahwa China adalah negara adikuasa yang relevan dan AS relatif menurun, dan, secara geografis, jauh.”
Baca Juga: Elon Musk Sebut China Jadi Pesaing Terbesar Tesla di Sektor Pembuatan Mobil Listrik
Dalam waktu kurang dari satu dekade, China memperdalam hubungannya dengan Indonesia, dalam banyak kasus bersaing langsung dengan AS.
Sebuah perusahaan China, Tsingshan, mendominasi penambangan nikel Indonesia, misalnya, dan China juga membangun pembangkit listrik tenaga batu bara dan mengolah nikel mentah menjadi bentuk yang cocok untuk baja tahan karat dan baterai kendaraan listrik.
Dengan demikian, China menjawab panggilan Jokowi untuk pemrosesan tambahan di Indonesia, yang terkenal dengan hilirisasi, menciptakan lebih banyak produk bernilai tinggi untuk nikel, meskipun dengan lebih memperhatikan lingkungan.
Indonesia yang terpukul parah oleh pandemi juga mampu mengamankan pasokan awal vaksin buatan China. Saat itu, Presiden Trump menjelaskan, orang Amerika akan divaksinasi sebelum vaksin buatan AS diekspor.
Pada awal Desember 2020, muatan pesawat pertama Sinovac, vaksin buatan China, mendarat di Indonesia. Rekaman televisi tentang kedatangan vaksin muncul di seluruh negeri. Ulama Indonesia menyatakan vaksin itu bersertifikat halal.
Meski begitu, hubungan China dan Indonesia bukannya tanpa tantangan.
Ketika Indonesia mengumumkan bahwa China akan membangun kereta api berkecepatan tinggi sepanjang 88 mil senilai US$5,5 miliar dari Jakarta ke Bandung, sebuah ibu kota provinsi, proyek tersebut dijanjikan akan selesai pada tahun 2019.
Baca Juga: AS Deg-degan Gara-Gara Putra Mahkota Arab Saudi Pertemukan Pemimpin Teluk Arab dengan Xi Jinping
Namun, keuangan proyek tersebut tidak masuk akal sejak awal, kata Faisal Basri, seorang ekonom terkemuka di Universitas Indonesia, dan seorang kritikus proyek tersebut.
Penjualan tiket tidak akan memberikan pendapatan yang cukup, harga tanah yang sangat mahal dan stasiun terakhir akan berhenti bermil-mil jauhnya dari Bandung, memaksa penumpang untuk menyelesaikan perjalanan mereka dengan cara lain.
Proyek ini sekarang terlambat tiga tahun, dan kelebihan biaya bisa mencapai US$1,9 miliar, menurut Katadata yang dikutip New York Times.
Kesepakatan pembiayaan kembali yang sedang didiskusikan oleh pemerintah Indonesia dan Beijing kemungkinan akan mengakibatkan China meningkatkan kepemilikan sahamnya dari 40 persen menjadi 60 persen, kata Faisal Basri.
Uji coba untuk memamerkan kereta selama pertemuan Kelompok 20 pada November lalu bersama Xi dan Jokowi, dibatalkan.
Satu set lengkap gerbong baru mengkilap yang dikirim dari Tiongkok untuk acara tersebut, teronggok diam di hanggar.
Saat Washington berupaya memperkuat hubungan di Asia untuk melawan pengaruh China, Indonesia tetap berhati-hati, berhati-hati agar tidak membuat Beijing mendelik.
Sangat disesalkan oleh pemerintahan Biden, Indonesia sangat menentang rencana AS untuk mempersenjatai sekutunya, Australia, dengan kapal selam bertenaga nuklir.
Baca Juga: Jokowi dan Xi Jinping Bertemu, Ini 7 Kesepakatan Kerja Sama antara Indonesia dan China
Pejabat Indonesia mengatakan mereka ingin memiliki zona bebas nuklir di sekitar wilayahnya. Padahal, kapal-kapal selam itu perlu berlayar melalui atau melewati perairan Indonesia bila ada pertempuran antara AS dan China untuk memperebutkan Taiwan.
“Kami akan tetap netral dalam konflik AS-Tiongkok atas Taiwan," kata Santo Darmosumarto, Direktur Urusan Asia Timur dan Pasifik di Kementerian Luar Negeri Indonesia.
Netralitas Indonesia mempersulit upaya Washington yang meluas di Asia untuk melawan China, kata Hugh White, ahli strategi pertahanan Australia.
“Secara militer, akses ke pangkalan di Indonesia akan menjadi aset besar bagi pasukan AS dalam perang memperebutkan Taiwan, tapi itu tidak akan terjadi,” kata White.
Agustus lalu, militer Indonesia berpartisipasi dengan pasukan AS dalam latihan udara, darat dan laut multinasional. Tetapi banyak dari senjata yang digunakan berasal dari Rusia, dan membeli pengganti dari AS tampaknya tidak mungkin.
Sedangkan Februari lalu, Indonesia membeli 42 jet tempur Rafale dari Prancis.
Beberapa minggu setelah Menhan AS Lloyd Austin pergi ke Indonesia pada November, Jakarta memutuskan untuk tidak membeli jet tempur F-15 dengan alasan anggaran, menurut dua pejabat pemerintah Biden yang mengetahui diskusi tersebut. Para pejabat itu mengatakan mereka diberitahu bahwa biayanya terlalu mahal, mengingat fokus Indonesia pada agenda domestiknya.
Austin meninggalkan Indonesia dengan hasil yang tipis: beberapa program pelatihan tambahan di AS untuk pelajar militer Indonesia. Sementara, personel militer Indonesia itu juga berlatih di Rusia dan China.
Sumber : Kompas TV/New York Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.