MANILA, KOMPAS.TV - Amerika Serikat dan Filipina hari Kamis,(2/2/2023) mengumumkan rencana untuk memperluas kehadiran militer Amerika Serikat di Filipina, seperti laporan Asociated Press hari Kamis (2/2/2023).
Selain perluasan kehadiran militer, Amerika Serikat juga akan mendapat akses ke empat pangkalan militer tambahan ketika kedua negara berusaha mencegah apa yang kedua negara pandang sebagai tindakan agresif China yang semakin meningkat terhadap Taiwan dan Laut China Selatan.
Kesepakatan itu dicapai saat Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin berada di Filipina membicarakan pengerahan pasukan dan senjata AS di lebih banyak kamp militer Filipina.
Dalam pengumuman bersama oleh Filipina dan AS, keduanya mengatakan mereka memutuskan untuk mempercepat implementasi penuh dari apa yang disebut Perjanjian Kerja Sama Pertahanan (EDCA) yang ditingkatkan, bertujuan mendukung pelatihan, latihan, dan interoperabilitas gabungan.
Sebagai bagian dari perjanjian, AS mengalokasikan 82 juta Dollar AS atau 1,2 triliun rupiah untuk perbaikan infrastruktur di lima lokasi EDCA saat ini, dan memperluas kehadiran militernya ke empat lokasi baru di "wilayah strategis negara," menurut pernyataan tersebut.
Lloyd Austin tiba di Filipina hari Selasa dari Korea Selatan, di mana dia mengatakan Amerika Serikat akan meningkatkan pengerahan senjata canggihnya seperti jet tempur dan pembom ke Semenanjung Korea untuk mendukung pelatihan bersama dengan pasukan Korea Selatan sebagai tanggapan atas meningkatnya ancaman nuklir Korea Utara.
Di Filipina, Lloyd Austin mengunjungi kota Zamboanga selatan, bertemu dengan jenderal Filipina dan kontingen kecil pasukan kontraterorisme AS yang berbasis di kamp militer lokal, komandan militer regional Filipina Letjen Roy Galido.
Baca Juga: Pesawat Latih Militer Filipina Jatuh Tewaskan Dua Orang, Pesawat Pribadi Berpenumpang 6 Orang Hilang
Lebih dari 100 personel militer AS berperan sebagai penasihat intelijen dan pertempuran selama bertahun-tahun kepada pasukan Filipina yang memerangi pemberontakan Muslim selama puluhan tahun, yang kini telah jauh berkurang tetapi tetap menjadi ancaman utama.
Baru-baru ini, pasukan AS mengintensifkan dan memperluas pelatihan bersama yang berfokus pada kesiapan tempur dan tanggap bencana dengan pasukan Filipina di pantai barat negara itu, yang menghadap ke Laut Cina Selatan, dan di wilayah Luzon utara di seberang laut dari Selat Taiwan.
Pasukan Amerika diberikan akses ke lima kamp militer Filipina, di mana mereka dapat dirotasi tanpa batas waktu di bawah pakta pertahanan EDCA 2014.
Pada bulan Oktober, Amerika Serikat mencari akses untuk menempatkan lebih banyak pasukan dan senjatanya di lima kamp militer tambahan, kebanyakan di utara. Permintaan itu akan menjadi agenda utama dalam pertemuan Austin, menurut pejabat Filipina.
“Kunjungan Menhan Austin jelas berkaitan dengan banyaknya diskusi yang sedang berlangsung dalam EDCA,” kata Duta Besar Filipina untuk Washington Jose Romualdez dalam jumpa pers.
Austin hari Kamis, (2/2/2023) dijadwalkan berbicara dengan timpalannya dari Filipina, Carlito Galvez Jr., dan Penasihat Keamanan Nasional Eduardo Ano, kata Romualdez.
Austin secara terpisah akan menemui Presiden Ferdinand Marcos Jr., yang menjabat pada bulan Juni dan sejak itu mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan hubungan dengan Washington.
Baca Juga: Presiden Filipina Berhentikan Panglima Militer yang Baru Jabat 5 Bulan, Diganti Pensiunan Jenderal
Menteri Pertahanan AS adalah pejabat senior terbaru yang mengunjungi Filipina setelah Wakil Presiden Kamala Harris bulan November sebagai tanda hubungan yang hangat setelah periode tegang di bawah pendahulu Marcos, Rodrigo Duterte.
Duterte memupuk hubungan yang nyaman dengan China dan Rusia dan pada satu titik mengancam akan memutuskan hubungan dengan Washington, mengusir pasukan Amerika yang berkunjung dan membatalkan pakta pertahanan utama.
Romualdez mengatakan Filipina perlu bekerja sama dengan Washington untuk mencegah eskalasi ketegangan antara China dan Taiwan, tidak hanya karena aliansi perjanjian tetapi untuk membantu mencegah konflik besar.
“Kami berada dalam situasi Catch-22. Jika China bergerak ke Taiwan secara militer, kami akan terpengaruh, dan semua kawasan ASEAN, tetapi dampak itu kebanyakan terhadap kami, Jepang dan Korea Selatan,” kata Romualdez kepada The Associated Press.
Anggota Filipina dan ASEAN Brunei, Malaysia dan Vietnam, bersama dengan Taiwan, sengit bersengketa teritorial yang semakin tegang dengan China di Laut China Selatan. AS dianggap sebagai penyeimbang penting bagi China di kawasan itu dan berjanji membela Filipina jika pasukan, kapal, atau pesawat Filipina diserang di perairan yang diperebutkan.
Filipina pernah menjadi tuan rumah dua pangkalan Angkatan Laut dan Angkatan Udara AS terbesar di luar daratan Amerika.
Pangkalan ditutup pada awal 1990-an setelah Senat Filipina menolak perpanjangan, tetapi pasukan Amerika kembali untuk latihan tempur skala besar dengan pasukan Filipina di bawah Perjanjian Pasukan Kunjungan 1999. Konstitusi Filipina melarang pangkalan permanen pasukan asing dan keterlibatan mereka dalam pertempuran lokal.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.