JAKARTA, KOMPAS.TV - Dirjen Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI Sidharto R Suryodipuro menegaskan krisis Myanmar yang dipicu kudeta militer pada Februari 2021 menjadi isu yang mendesak untuk segera diselesaikan.
Menurut Sidharto, kudeta militer memicu krisis politik dan kemanusiaan yang serius, dengan dampak meluas tidak hanya untuk Myanmar sendiri.
“Ini juga menyalahi ketentuan dalam Piagam ASEAN yang jelas disebutkan mengenai pemerintah konstitusional. Jadi ini masalah yang mendesak untuk segera diselesaikan,” kata Sidharto di sela-sela acara “Kick Off Keketuaan ASEAN Indonesia 2023” di Bundaran HI, Jakarta, Minggu.
Sementara itu pengamat hubungan internasional dari Universitas Gadjah Mada Randy Nandyatama berpendapat bahwa insentif bisa menjadi salah satu solusi untuk mengatasi krisis politik di Myanmar.
Dalam upaya membantu mempercepat penyelesaian krisis di Myanmar, Indonesia menegaskan akan konsisten memimpin ASEAN untuk mengimplementasikan Konsensus Lima Poin (5PC) yang telah disepakati para pemimpin ASEAN pada April 2021.
Konsensus Lima Poin adalah keputusan para pemimpin ASEAN setelah pertemuan khusus, yang juga dihadiri oleh pemimpin junta Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing, untuk membantu negara itu mengatasi krisis politiknya.
Konsensus tersebut menyerukan penghentian kekerasan, dialog dengan semua pemangku kepentingan, menunjuk utusan khusus untuk memfasilitasi mediasi dan dialog, mengizinkan ASEAN untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga Myanmar, serta mengizinkan utusan khusus ASEAN untuk berkunjung dan bertemu dengan seluruh pemangku kepentingan di Myanmar.
Baca Juga: Menlu Retno Ungkap Arti Tema Keketuaan ASEAN Indonesia 2023: Relevansi hingga Ekonomi
Selain menjabat ketua ASEAN tahun ini, Menlu RI akan menjalankan tugasnya sebagai Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar, sebagaimana dilakukan dua ketua ASEAN sebelumnya yaitu Brunei Darussalam dan Kamboja yang menunjuk menteri luar negerinya sebagai utusan khusus.
“Ibu Menlu (Retno Marsudi) sudah membentuk office of the special envoy yang akan membantunya dalam memperkuat bantuan kemanusiaan serta membawa semua pihak dalam dialog,” kata Sidharto.
“Kita berharap dialog di antara para pihak di Myanmar bisa dimulai. Masalahnya mereka punya keberanian untuk melakukan dialog atau tidak? Jadi kuncinya adalah keberanian mereka sendiri untuk melakukan dialog, maka ASEAN akan bantu,” ujarnya.
Mengingat kompleksitas isu di Myanmar, Sidharto mengatakan bahwa krisis tersebut secara realistis tidak akan dapat diselesaikan hanya dalam waktu satu tahun, atau selama masa keketuaan Indonesia di ASEAN.
“Tetapi kita cukup optimistis bahwa kita akan membawa kemajuan dalam prosesnya, karena kita ikut terdampak dalam masalah-masalah ASEAN … seperti arus pengungsi yang mengalir ke negara-negara tetangga (Myanmar),” kata dia.
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Gadjah Mada Randy Nandyatama berpendapat insentif bisa menjadi salah satu solusi untuk mengatasi krisis politik di Myanmar.
“Mungkin tidak harus hukuman, tetapi bisa juga insentif,” tutur Randy saat dihubungi Antara di Jakarta, Minggu, (29/1/2023).
Menurut Randy, insentif tersebut bisa dimasukkan ke dalam Piagam ASEAN yang belum memuat isu itu.
“Mekanisme pemberian insentif apa yang bisa diintegrasikan ke dalam Piagam ASEAN, itu perlu didiskusikan,” katanya menambahkan.
Baca Juga: Pegang Keketuaan ASEAN 2023, Indonesia akan Gelar Forum Ekonomi Indo-Pasifik
Selama ini sanksi pengucilan Myanmar itu ternyata tidak cukup menghentikan langkah junta atau membuat negara itu mau mematuhi konsensus. Jadi ketimbang sanksi, kata Randy, insentif bisa membuat junta Myanmar lebih membuka diri.
“Sanksi bisa saja, tetapi dengan kondisi saat ini, di mana Myanmar cukup sensitif dan tidak ada iktikad baik dari mereka, saya kira mereka tidak mau menjalankan konsensus karena merasa tidak ada insentif buat mereka,” kata dia.
Indonesia dalam keketuaannya harus lebih dahulu memperkuat peran Sekretariat ASEAN serta meninjau ulang Piagam ASEAN, katanya.
Randy mengatakan masalah Myanmar tidak mungkin selesai dalam satu tahun atau selama keketuaan Indonesia di ASEAN.
Tujuan paling optimistis dalam keketuaan setahun ke depan, kata dia, adalah membuat Myanmar mau menunjukkan iktikad baiknya, misalnya dengan mematuhi setidaknya salah satu poin dalam konsensus 5PC.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi telah menegaskan bahwa ASEAN akan tetap mengacu pada 5PC dalam menyelesaikan isu Myanmar meskipun diakuinya upaya itu belum efektif.
“Sayangnya, sampai saat ini masih belum ada kemajuan signifikan (dalam implementasi 5PC), sehingga kita akan berusaha terus mencoba mengajak semua pihak yang ada di Myanmar untuk mengimplementasikan poin-poin konsensus,” kata Retno usai acara "Kick Off Keketuaan ASEAN Indonesia 2023” di Jakarta, Minggu.
Sumber : Kompas TV/Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.