Kompas TV internasional kompas dunia

Covid-19 Tak Bisa Disertakan dalam Sertifikat Kematian di China, Keluarga Korban Mengamuk

Kompas.tv - 20 Januari 2023, 12:01 WIB
covid-19-tak-bisa-disertakan-dalam-sertifikat-kematian-di-china-keluarga-korban-mengamuk
China hari Sabtu (14/1/2023) akhirnya melaporkan hampir 60.000 kematian terkait Covid-19 sejak awal Desember. Jumlah korban meninggal tersebut meliputi 5.503 kematian akibat gagal napas karena Covid-19 dan 54.435 kematian akibat penyakit lain yang dikaitkan dengan Covid-19 (Sumber: Straits Times)
Penulis : Haryo Jati | Editor : Desy Afrianti

Menurut keluarga korban meninggal Covid-19 dan pekerja medis di seluruh China, salah satu alasan rendahnya angka kematian dari jumlah sebenarnya adalah karena pejabat China menyembunyikan Covid-19 dari sertifikat kematian orang meninggal karena virus tersebut.

Enam keluarga dari korban tewas Covid-19 mengungkapkan mereka kaget melihat sertifikat kematian mencantumkan pneumonia atau serangan jantung sebagai penyebab kematian dari pasien penyakit virus corona tersebut.

Sejumlah petugas medis mengatakan bahwa pejabat setempat telah melarang mereka memasukkan Covid-19 dalam dokumen resmi.

Hal itu baik dengan mempersulit proses atau secara aktif memberitahu institusi medis untuk tak memasukkan kata itu.

Di China surat kematian dibuat rumah sakit atau klinik komunitas, atau komite lingkungan jika mereka meninggal di rumah.

Dalam kasus Wang, rumah sakit mengarahkan keluarganya ke klinik komunitas untuk memproses kematiannya.

Baca Juga: Rayakan Imlek, Presiden China Xi Jinping Berbicara Secara Virtual dengan Rakyatnya

Pejabat di klinik itu mengetik pneumonia sebagai penyebab resmi kematian.

“Mereka mengatakan kami tak bisa menyertakan Covid. Ibu saya merasa frustasi dan menanyai mereka, bisakah pneumonia membunuh orang,” ujarnya.

“Namun, kami tak ingin berdebat dengan mereka, jadi kami setuju saat ditulis pneumonia,” ucapnya.

Keluhannya itu pun ditanggpai oleh ratusan orang di internet, yang mengaku juga mengalami hal yang sama.




Sumber : Financial Times




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x