Kwatra menambahkan bahwa faktor alam yang membuat Joshimath, rumah bagi sekitar 25.000 orang berisiko tenggelam.
“Hal itu diperburuk oleh proyek konstruksi berskala besar serta banjir bandang yang disebabkan oleh iklim dan curah hujan yang ekstrem,” tambah Kwatra.
Warga Joshimath, Suraj Kaparuwan, yang menjalankan hotel kecil di wilayah itu mengungkapkan bahwa situasi semakin memburuk beberapa bulan terakhir.
“Garis retakan mulai muncul sekitar setahun yang lalu. Mereka telah melebar daei waktu ke waktu, terutama dalam dua bulan terakhir. Lebarnya sekarang sekitar 3 kaki (sekitar 1 meter),” ujarnya.
Pada Rabu (4/1/2023), istri dan dua putra Kaparuwan meninggalkan Joshimath menuju Srinagar Garhwal, kota lain yang lebih ke salatan di negara bagian yang sama.
Kaparuwan awalnya tetap tinggal untuk bergabung dengan apa yang ia sebut sebagai ribuan penduduk Joshimath dan rekan-rekan dari desa terdekat untuk melakukan protes di depan gedung administrasi setempat.
Baca Juga: Cinta Mati, Pria di India Membuat Patung Istri yang Telah Meninggal untuk Menemaninya
Mereka menyerukan penghentian pembangunan dan meminta kompensasi yang layak bagi mereka yang harus meninggalkan rumahnya.
Namun pada Senin (9/1/2023), Kaparuwan diberitahu oleh pejabat lokal bahwa rumahnya berada dalam zona bahaya dan diminta untuk pergi.
“Kami berharap adanya awal baru, tetapi semua tergantung pemerintah. Langkah apa yang akan mereka ambil,” katanya.
Berdasarkan bultein dari Pemerintahan Distrik pada Kamis (12/1/2023), retakan dilaporkan terjadi di 760 gedung dan 589 orang telah dievakuasi.
Sumber : CNN
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.