Larangan tersebut ditanggapi dengan kecaman global yang meluas, termasuk dari Turki, Qatar, Indonesia, dan Arab Saudi.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan, larangan itu "tidak Islami atau manusiawi."
Berbicara pada konferensi pers bersama dengan timpalannya dari Yaman, Cavusoglu meminta Taliban untuk membatalkan keputusan mereka.
"Apa ruginya pendidikan perempuan? Apa ruginya bagi Afghanistan?" kata Cavusoglu. "Apakah ada penjelasan Islam? Sebaliknya, agama kita, Islam, tidak menentang pendidikan, malah mendorong pendidikan dan ilmu pengetahuan."
Arab Saudi, yang hingga 2019 memberlakukan pembatasan besar-besaran pada perjalanan perempuan, pekerjaan, dan aspek penting lainnya dalam kehidupan sehari-hari mereka, termasuk mengemudi, juga mendesak Taliban untuk mengubah arah.
Kementerian Luar Negeri Saudi mengungkapkan "keheranan dan penyesalan" pada perempuan Afghanistan yang ditolak pendidikan universitasnya. Dalam sebuah pernyataan Rabu malam, Kemenlu Arab Saudi mengatakan keputusan itu "mengherankan semua negara Islam."
Sebelumnya, Qatar yang terlibat dengan otoritas Taliban juga mengecam keputusan tersebut.
Baca Juga: Ingkar Janji, Taliban Resmi Larang Perempuan Afghanistan Mendapat Pendidikan Setingkat Universitas
Di ibu kota Kabul, puluhan perempuan turun ke jalan-jalan hari Kamis berteriak dalam bahasa Dari untuk kebebasan dan kesetaraan. "Semua atau tidak sama sekali. Jangan takut. Kita bersama," teriak mereka.
Dalam video yang diperoleh The Associated Press, seorang perempuan mengatakan pasukan keamanan Taliban menggunakan kekerasan untuk membubarkan kelompok tersebut.
"Gadis-gadis itu dipukuli dan dicambuki," katanya. "Mereka juga membawa tentara perempuan, mencambuk gadis-gadis itu. Kami melarikan diri, beberapa gadis ditangkap. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi."
Beberapa pemain kriket Afghanistan menyerukan agar larangan itu dicabut.
Pemain kriket Afghanistan Rahmanullah Garbaz dalam sebuah twit menyatakan, setiap hari pendidikan yang terbuang adalah satu hari yang terbuang untuk masa depan negara.
Pemain kriket lainnya, Rashid Khan, mencuit, perempuan adalah fondasi masyarakat. "Masyarakat yang memberikan anak-anaknya dibesarkan perempuan yang bodoh dan buta huruf tidak dapat mengharapkan anak-anaknya untuk mengabdi dan bekerja keras," tulisnya.
Pertunjukan dukungan lain untuk mahasiswi datang di Universitas Kedokteran Nangarhar. Media lokal melaporkan siswa laki-laki keluar dalam solidaritas dan menolak untuk mengikuti ujian sampai akses universitas perempuan dipulihkan.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.