Meskipun menolak keputusan tersebut, tetangga Afghanistan, Pakistan, mengatakan keterlibatan dengan Taliban masih merupakan jalan terbaik ke depan.
“Saya masih berpikir jalan termudah untuk mencapai tujuan kita, meski mengalami banyak kemunduran dalam hal pendidikan perempuan dan hal lainnya, adalah melalui Kabul dan melalui pemerintahan sementara,” kata Menteri Luar Negeri Pakistan Bilawal Bhutto Zardari.
Sementara Amerika Serikat (AS) dengan cepat mengecam larangan tersebut dan memperingatkan rezim Taliban akan menghadapi isolasi lebih lanjut dari seluruh dunia.
“Taliban harus berharap keputusan ini, yang bertentangan dengan komitmen yang mereka buat berulang kali dan secara terbuka kepada rakyat mereka sendiri, akan menimbulkan kerugian nyata bagi mereka,” kata Ned Price, juru bicara Departemen Luar Negeri AS.
“Mereka secara serius, bahkan mungkin fatal, menggerogoti salah satu ambisi terdalam mereka… dan itu adalah peningkatan dan peningkatan hubungan dengan AS dan seluruh dunia.
“Sikap yang tidak dapat diterima ini akan memiliki konsekuensi yang signifikan bagi Taliban dan akan semakin mengasingkan Taliban dari komunitas internasional dan menolak legitimasi yang mereka inginkan.”
Baca Juga: Ingkar Janji, Taliban Resmi Larang Perempuan Afghanistan Mendapat Pendidikan Setingkat Universitas
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan "sangat khawatir" dengan larangan tersebut, kata juru bicaranya, Stephane Dujarric, Selasa.
Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock mengatakan akan memasukkan masalah ini ke dalam agenda G7, klub negara-negara kaya, di mana Jerman saat ini memegang kursi kepresidenan.
Dalam 20 tahun antara dua pemerintahan Taliban, anak perempuan diizinkan bersekolah dan perempuan dapat mencari pekerjaan di semua sektor, meskipun negara itu tetap konservatif secara sosial.
Kembalinya Taliban secara dramatis membalikkan kemajuan moderat ini. Sebuah survei terhadap kaum perempuan di Afghanistan, baru-baru ini yang dikutip oleh PBB, menemukan hanya 4 persen perempuan melaporkan selalu memiliki cukup makanan untuk dimakan.
Sementara seperempatnya mengatakan pendapatan mereka turun menjadi nol.
Kekerasan dalam keluarga dan pembunuhan wanita dilaporkan meningkat, dan 57 persen wanita Afghanistan menikah sebelum usia 19 tahun, menurut survei tersebut.
Bahkan ada kasus keluarga yang menjual anak perempuan dan harta bendanya untuk membeli makanan.
Perlakuan Taliban terhadap perempuan juga bisa memperburuk situasi Afghanistan secara keseluruhan. Menyingkirkan perempuan dari pekerjaan membuat Afghanistan menelan biaya hingga 1 miliar dolar AS, atau 5 persen dari produk domestik bruto, menurut PBB.
Sumber : Kompas TV/Arab News
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.