Dia menambahkan belum kehilangan semua harapan, “Insyaallah saya akan melanjutkan studi saya dengan cara apa pun. Saya memulai studi online. Dan, jika tidak berhasil, saya harus meninggalkan negara itu dan pergi ke negara lain,” katanya.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk keputusan itu, menyebutnya sebagai "janji yang diingkari" dari Taliban dan langkah "yang sangat meresahkan".
“Sulit membayangkan bagaimana suatu negara dapat berkembang, dapat menghadapi semua tantangan yang dimilikinya, tanpa partisipasi aktif perempuan dan pendidikan,” kata Guterres.
Baca Juga: Taliban Klaim Penutupan Sekolah-Sekolah Perempuan Sesuai Keinginan Orang Tua, Warga Membantah
Robert Wood, wakil duta besar AS untuk PBB, menyatakan Taliban tidak bisa berharap menjadi anggota sah masyarakat internasional sampai mereka menghormati hak semua warga Afghanistan.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS Adrienne Watson menyebut AS juga mengutuk langkah Taliban.
"Keputusan menyedihkan ini adalah upaya terbaru kepemimpinan Taliban untuk memberlakukan pembatasan tambahan pada perempuan dan anak perempuan di Afghanistan dan mencegah mereka menggunakan hak asasi manusia dan kebebasan mendasar mereka," kata Watson.
"Sebagai akibat dari sikap yang tidak dapat diterima untuk menahan setengah dari populasi Afghanistan, Taliban akan semakin terasing dari komunitas internasional dan ditolak legitimasi yang mereka inginkan," tambahnya.
Kursi Afghanistan di PBB masih dipegang oleh pemerintah sebelumnya yang dipimpin oleh mantan Presiden Ashraf Ghani, meskipun Taliban meminta untuk mewakili negara itu di PBB. Permintaan Taliban itu, baru-baru ini ditangguhkan lagi.
Penanggung jawab urusan Afghanistan Naseer Ahmed Faiq mengatakan di PBB bahwa pengumuman itu "menandai titik terendah baru dalam pelanggaran hak asasi manusia yang paling mendasar dan universal untuk seluruh umat manusia."
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.