MOGADISHU, KOMPAS.TV — Presiden Somalia Hassan Sheikh Mohamud mengatakan, selain 100 korban tewas, sekitar 300 orang lainnya mengalami luka-luka dalam serangan bom mobil yang terjadi di Mogadishu, Somalia. Dia pun meminta bantuan dari negara-negara lain untuk mengirim dokter dan membantu perawatan korban luka.
“Kami meminta mitra internasional kami dan mitra Muslim di seluruh dunia untuk mengirim dokter mereka ke sini, karena kami tidak dapat mengirim semua korban ke luar negeri untuk perawatan,” katanya seperti dikutip dari The Associated Press.
Dua bom mobil terjadi di persimpangan jalan yang sibuk di Mogadishu, Somalia, Sabtu (29/10/2022). Jumlah korban diperkirakan masih akan terus meningkat, mengingat masih banyak korban yang terluka.
Serangan itu telah membuat rumah sakit di Somalia bekerja keras. Somalia merupakan negara dengan salah satu sistem kesehatan terlemah di dunia, setelah dilanda konflik selama beberapa dekade.
Baca Juga: 8 Tewas di Somalia saat Kelompok Militan Menyerang Hotel Kota Pelabuhan Kismayo
Para keluarga korban yang kehilangan anggota keluarga banyak yang terlihat panik dan mengintip di bawah terpal plastik dan ke dalam kantong mayat, mencari orang yang mereka cintai.
Halima Duwane sedang mencari pamannya, Abdullahi Jama. "Kami tidak tahu apakah dia hidup atau mati, tetapi terakhir kali kami berkomunikasi dia ada di sekitar sini," katanya sambil menangis.
Saksi-saksi serangan itu tercengang. "Saya tidak bisa menghitung mayat di tanah karena banyaknya korban jiwa," kata saksi mata Abdirazak Hassan. Dia mengatakan ledakan pertama menghantam tembok kementerian pendidikan, dimana tempat pedagang kaki lima dan penukaran uang berada.
Seorang wartawan Associated Press di tempat kejadian mengatakan ledakan kedua terjadi di depan sebuah restoran yang ramai saat jam makan siang. Ledakan menghancurkan kendaraan umum dan kendaraan lain di area yang terdapat banyak restoran dan hotel.
Sindikat Jurnalis Somalia mengatakan satu wartawan tewas dan dua lainnya terluka karena ledakan kedua, saat bergegas ke tempat kejadian pertama. Layanan ambulans Aamin mengatakan ledakan kedua menghancurkan salah satu kendaraan mereka.
Serangan ini merupakan peristiwa paling mematikan di Somalia sejak pemboman truk di tempat yang sama pada lima tahun lalu. Ketika itu, jumlah korban tewas mencapai lebih dari 500 orang.
Baca Juga: Lebih dari 100 Warga Sipil Tewas Jadi Korban Ledakan Bom Mobil di Mogadishu Somalia
Kelompok ekstremis al-Shabab yang terkait dengan al-Qaida, mengaku bertanggung jawab atas peristiwa ini. Mereka mengatakan tujuan penyerangan adalah untuk menyerang kementerian pendidikan. Ia mengklaim kementerian itu adalah "basis musuh" yang menerima dukungan dari negara-negara non-Muslim dan bertujuan untuk mengeluarkan anak-anak Somalia dari agama Islam.
Al-Shabab biasanya tidak membuat klaim tanggung jawab ketika sejumlah besar warga sipil tewas, seperti dalam kasus ledakan pada Oktober 2017 di lokasi yang sama. Tetapi saat ini mereka marah karena pemerintah menutup jaringan keuangannya. Kelompok itu mengatakan mereka berkomitmen untuk berperang sampai negara itu diperintah oleh hukum Islam, dan meminta warga sipil untuk menjauh dari wilayah pemerintah.
Hingga kini belum diketahui bagaimana kendaraan yang sarat dengan bahan peledak kembali berhasil melewati kota yang penuh dengan pos pemeriksaan dan terus-menerus waspada terhadap serangan.
Serangan di Mogadishu terjadi pada hari ketika presiden, perdana menteri dan pejabat senior lainnya bertemu untuk membahas upaya lanjutan untuk memerangi ekstremisme dan kekerasan, terutama dari al-Shabab. Para ekstremis telah menanggapi serangan tersebut dengan membunuh para pemimpin klan terkemuka dalam upaya nyata untuk menghalangi dukungan akar rumput.
Baca Juga: Dua Ledakan Bom Mobil Guncang Mogadishu Somalia, Korban Jiwa Warga Sipil Dikhawatirkan Bertambah
Amerika Serikat menggambarkan al-Shabab sebagai salah satu organisasi al-Qaida paling mematikan dan mengincar organisasi ini dengan sejumlah serangan udara dalam beberapa tahun terakhir. Ratusan personel militer AS telah kembali ke Somalia setelah sebelumnya mantan Presiden Donald Trump menarik mereka.
Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengeluarkan pernyataan yang mengutuk serangan itu, khususnya penargetan keji terhadap Kementerian Pendidikan Somalia dan petugas pertolongan pertama.
"Amerika Serikat tetap berkomitmen untuk mendukung Pemerintah Federal Somalia dalam perjuangannya untuk mencegah tindakan teroris tidak berperasaan seperti itu," kata pernyataan itu.
Sumber : The Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.