Misalnya, rudal jelajah Kalibr Rusia, yang digunakan secara luas dalam delapan bulan perang, masing-masing menelan biaya sekitar $1 juta bagi militer Rusia.
Dengan biaya rendah, Shahed dapat digunakan dalam jumlah besar untuk mengerubungi target, apakah itu depot bahan bakar atau infrastruktur dan utilitas seperti pembangkit listrik atau stasiun air.
Meskipun ukurannya kecil, muatan ledakan Shahed tampaknya cukup kuat untuk menimbulkan kerusakan.
Dalam serangan hari Senin, satu drone menghantam pusat operasi, sementara yang lain menabrak bangunan perumahan berlantai lima, membuat lubang besar di dalamnya dan meruntuhkan setidaknya tiga apartemen, yang mengakibatkan kematian tiga orang.
Bielieskov dari Institut Nasional untuk Studi Strategis Ukraina mengatakan militer Rusia memilih untuk menggunakan Shaheds pada sasaran sipil daripada medan perang karena pasukan Ukraina telah "belajar bagaimana memerangi mereka secara efektif", dan berhasil mencegat lebih dari setengahnya.
Baca Juga: AS Ungkap Pejabat Militer Rusia Dua Kali Datang ke Iran untuk Inspeksi Drone Tempur yang akan Dibeli
Tanpa akhir yang segera terlihat, beban keuangan konflik akan membebani Moskow, yang tidak menerima miliaran dollar transfer senjata dari negara-negara Barat seperti Ukraina.
Konflik di Ukraina makin hari makin menjadi perang hancur-hancuran. Pemenangnya adalah siapa yang dapat menahan beban personel, materi, dan keuangan yang paling lama, serta siapa yang menemukan senjata yang lebih murah tetapi tetap ampuh.
Bagi Moskow, Shahed tampaknya menjadi alternatif seperti itu.
“Shahed-136 adalah versi murah dari rudal jelajah, yang tidak dapat diproduksi oleh Rusia dengan cepat,” kata Bielieskov.
Taleblu mengatakan Rusia kemungkinan akan terus meningkatkan kemampuan serangan jarak jauhnya dengan drone Iran dan bahkan rudal.
"Ini harusnya membunyikan lonceng alarm untuk Eropa dan dunia," katanya.
Pejabat Rusia belum mengeluarkan data tentang jumlah rudal yang ditembakkan selama konflik, tetapi menteri pertahanan Ukraina baru-baru ini menuduh Rusia menggunakan sebagian besar persenjataan rudal presisi tinggi, dari 1.844 rudal pada malam invasi Rusia menjadi 609 pada pertengahan Oktober.
Baca Juga: Penampakan Drone TempurTerbaru Iran Bernama Gaza
Dengung yang memekakkan dari drone Shahed yang digerakkan baling-baling - dijuluki "moped" oleh orang Ukraina, sama kuatnya dengan teror yang dapat ditimbulkannya pada siapa pun di bawah jalur penerbangannya.
Suara itu memperburuk kecemasan dan merusak moral, karena tidak ada seorang pun di darat yang tahu persis kapan atau di mana drone itu akan menukik dan menghantam sasaran.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy memanfaatkan elemen teror drone, mengunggah di media sosial, "Sepanjang malam, dan sepanjang pagi, musuh meneror penduduk sipil."
"Drone dan rudal kamikaze menyerang seluruh Ukraina," tambahnya.
Bielieskov mengakui serangan pesawat tak berawak Shahed menimbulkan kekhawatiran bahwa pertahanan udara Ukraina tidak memadai untuk menghadapi ancaman tersebut.
Namun dia mengatakan, penggunaannya, bahkan dalam jumlah besar, tidak cukup untuk membalikkan keuntungan medan perang Ukraina.
Senjata teror yang dibawa melalui langit bukanlah hal baru. Nazi Jerman, seperti laporan Associated Press, menggunakannya selama Perang Dunia II dalam bentuk bom terbang V-1 atau "buzzbomb", jenis rudal jelajah paling awal dalam bentuk pesawat kecil yang menargetkan kota-kota Inggris.
Delapan dekade kemudian, Shahed yang jauh lebih kecil dapat dipandu ke targetnya dengan biaya yang jauh lebih murah, berpotensi memungkinkan pasukan Rusia untuk meluncurkan lebih banyak drone daripada 9.500 "buzzbomb" yang dilepaskan Nazi Jerman di Inggris.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.