Fasilitas penitipan anak tersebut merupakan tujuan terpercaya bagi keluarga di desa-desa terdekat, dengan sekitar 90 anak biasanya hadir setiap hari, kata pejabat kota Jidapa Boonsom yang bekerja di kantor sebelah.
Orang tua biasanya mengantar anak-anak pada jam 8 pagi. Aktivitas anak-anak diisi dengan kegiatan belajar seperti mendengar cerita, mewarnai, dan bermain.
Makan siang diikuti dengan tidur siang, dan siswa harus membersihkan diri, lalu siap untuk dijemput segera setelah pukul 14:30, kata Jidapa.
Lebih dari sebulan yang lalu, kelas melakukan kunjungan lapangan tahunan. Dalam foto-foto perjalanan yang diunggah di media sosial, anak-anak itu mengenakan kemeja merah dan celana pendek hitam, sepatu kets, beberapa anak perempuan dengan rambut dikuncir, dan yang lain dengan topi olahraga terbalik.
Baca Juga: Pembantaian di Thailand Tewaskan 24 Anak, Korban Tewas Lebih Banyak akibat Luka Tusuk
Dalam salah satu foto, anak-anak melipat tangan berdoa sambil mendengarkan pemandu wisata di luar kuil.
Di tempat lain, mereka duduk di kaki model dinosaurus di museum, memandang dengan kagum.
Mereka terlihat tertawa, membuat ekspresi lucu di wajah mereka, dan berpose dengan guru mereka di bus sekolah.
Pada hari nahas itu, hujan yang turun lebat sejak dini hari membuat lebih sedikit anak yang pergi ke tempat penitipan anak. Dari seluruh balita yang datang hari itu, hanya dua dari mereka yang masih hidup, selamat dari pembantaian keji Panya Khamdab.
Penyiar televisi Amain TV melaporkan, salah satu balita korban selamat, seorang balita bernama Honey, sedang tidur, ditutupi dengan selimut, persis di ujung ruangan.
Kakeknya bergegas ke tempat kejadian dan menemukan seorang guru memegang cucunya itu di lengannya, menutupi wajah anak itu dengan kain sehingga dia tidak bisa melihat teman-temannya yang sudah meninggal.
'Ini keajaiban,' kata kakek yang tidak disebutkan namanya itu kepada penyiar.
Sumber : Kompas TV/Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.