“Akar dari kejadian ini adalah pelanggaran hukum yang terjadi di tanah ini,” ujar Dina Abou Zour, pengacara dan pendiri kelompok yang dikenal sebagai Serikat Penabung dikutip dari The Guardian, Jumat (7/10/2022).
Kelompok itu mengampanyekan hak masyarakat untuk mengakses tabungan mereka.
“Pemerintah perlu bergerak cepat, tetapi mereka malah ta melakukannya sama sekali,” ujarnya.
Para pemerintah Lebanon tampaknya mendasarkan sikap apatis mereka pada keyakinan bahwa paket penyelamatan akan muncul dari komunitas internasional.
Hal itu akan bersamaan dengan pendapatan dari ladang gas potensial di perbatasan selatan dengan Israel.
Baca Juga: Kemlu: Tak Ada WNI yang Jadi Korban Demonstrasi di Iran, Warga Indonesia Diminta Tak Ikut Unjuk Rasa
Tetapi tidak ada yang segera, bahkan pada jangka menengah, membuat cadangan bank sentral semakin menipis dan tak dapat mendukung impor atau layanan penting apa pun.
Artinya, Lebanon harus menghadapi inflasi hampir 200 persen dan sebagain besar pengeluaran yang baru telah dibayar dengan dolar yang dibawa ke negara itu, bukan oleh cadangan bank.
“Banyak bank bangkrut. Seharusnya semua tak menuju arah ini. Taka da perubahan yang dilakukan,” kata Abou Zour.
“Itu yang membuat para nasabah kehilangan harapan. Hakim melakukan pemogokan. Pegawai melakukan pemogokan. Pengadilan, institusi tak bekerja,” lanjutnya.
Sumber : The Guardian
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.