Namun, ia mulai merasakan bahaya ketika melihat polisi masuk lapangan, dan mulai menembakkan gas air mata ke arah tribun, dekat drinya duduk, yang kemudian membuatnya panik.
“Gas membakar tenggorokan, dan membuat mata dan kulit saya perih. Mereka terus menembak,” katanya.
Washington Post pun mengungkapkan bagaimana Elmiati mengatakan suaminya, Rudi Hariyanto, 34 tahun langsung menggendong Virdy di mana mereka berusaha keluar dari gerbang 13.
Namun, mereka dihalangi, dan hanya diizinkan satu per satu orang untuk keluar.
Ia kemudian terpisah dari anak dan suaminya. Ketika di luar Elmiati mengetahui dari kerabat mereka yang juga ikut menonton bahwa Hariyanto dan Virdy masih berada di dalam.
Ia kemudian memberikan foto mereka kepada otoritas setempat untuk menolongnya membantu mengidentifikasi mereka.
Setelah pukul 11 malam, satu jam setelah polisi menembakkan gas air mata ia menerima telepon.
Virdy ditemukan di Rumah Sakit Kanjuruhan, dan Hariyanto di Rumah Sakit Wava Husada.
Keduanya dilaporkan tewas. Melihat suami dan anaknya yang tewas, Elmiati pun tak bisa menyembunyikan kepiluannya.
“Kami berencana memasukkannya ke taman kanak-kanak tahun depan. Kini ia tak akan memiliki kesempatan tersebut,” ujarnya.
Baca Juga: Imbas Tragedi Kanjuruhan, New York Times Sorot Polisi Indonesia: Kurang Terlatih, Seolah Kebal Hukum
Washington Post pun melaporkan bahwa Kepala Polisi Malang, Ferli Hidayat telah diberhentikan pada Selasa (4/10/2022), karena insiden tersebut.
Begitu juga sembilan orang komandan Brimob.
Mereka juga mengungkapkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD telah membentuk tim yang akan melakukan penyelidikan atas apa yang terjadi.
Washington Post juga mengungkapkan Mahfud MD berjanji akan mengidentifikasi siapa yang beranggung atas isiden ini.
Sumber : Washington Post
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.