"Kita membutuhkan lebih banyak alat perencanaan di pihak pemerintah dan perusahaan untuk mengurangi dampak penambangan terhadap hilangnya hutan." Tambah Bebbington.
Tambang di seluruh dunia mengekstrak lebih dari dua kali jumlah bahan baku daripada yang mereka lakukan pada tahun 2000, kata studi tersebut.
Untuk penelitian ini, para peneliti mempelajari citra satelit global dan data pelacakan hilangnya hutan di samping informasi lokasi untuk operasi pertambangan skala industri dari dua dekade terakhir.
Studi ini tidak mengukur dampak dari pertambangan skala kecil dan artisanal, yang juga dapat menjadi tantangan karena polusi tidak diatur pada pertambangan tersebut.
Secara keseluruhan, ada 26 negara yang bertanggung jawab atas sebagian besar deforestasi tropis dunia sejak tahun 2000.
Baca Juga: COP26: Jokowi dan 100 Lebih Pemimpin Negara Janji Hentikan Deforestasi per 2030
Namun di sekitar lokasi pertambangan industri, empat negara mendominasi.
Kerugian terbesar terjadi di Indonesia, di mana tambang batu bara di pulau Kalimantan diperluas untuk memenuhi permintaan bahan bakar dari China dan India.
Ghana dan Suriname juga menunjukkan tingkat deforestasi yang tinggi di sekitar tambang emas dan bauksit yang mengirimkan bahan yang digunakan dalam aluminium dan produk lainnya.
Di Brasil, ekstraksi emas dan bijih besi mendorong deforestasi pertambangan.
Operasi penambangan seringkali membuka hutan untuk memberi ruang bagi perluasan lokasi ekstraksi dan fasilitas penyimpanan tailing, serta untuk membangun jalan akses dan pemukiman bagi para penambang.
Kegiatan pembangunan dan pengembangan jalan seringkali tidak termasuk dalam penilaian dampak lingkungan, yang dilakukan sebelum tambang disetujui, kata insinyur lingkungan Juliana Siqueira-Gay di lembaga nirlaba berkelanjutan Instituto Escolhas di Brasil, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut.
Sumber : Kompas TV/Straits Times/Proceedings of the National Academy of Sciences
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.