BERLIN, KOMPAS.TV - Sebuah tim peneliti belakangan ini memublikasikan riset tentang “kuburan massal” katak purba di wilayah yang kini dikenal sebagai Lembah Geisel, wilayah tengah Jerman.
Daniel Falk, kandidat PhD palaentologi dari University College Cork Irlandia bersama dua koleganya, Maria Eithne McNamara dari University College Cork dan Oliver Wings dari Natural History Museum Bamberg Jerman memecahkan misteri tersebut.
Awalnya, ratusan fosil katak yang diperkirakan berusia 45 juta tahun itu membingungkan peneliti selama berdekade-dekade. Namun, tim Falk menemukan penjelasan bahwa ratusan katak itu mati akibat terlalu banyak berhubungan seks.
Sebelumnya, kalangan ilmuwan menduga katak dan kodok purba di Geisel mati karena tempat yang dulunya danau itu, mengering dan tingkat oksigen berkurang cepat.
Akan tetapi, Falk dan kawan-kawan meragukan dugaan tersebut, karena katak purba bisa dengan cepat berpindah ke sumber air di sekitar.
Baca Juga: Nelayan Ini Tangkap Ikan Aneh saat Melaut, Ternyata Hiu Purba
Dalam artikel berjudul “The skeletal taphonomy of anurans from the Eocene Geiseltal Konservat Lagerstätte”, Falk dan kawan-kawan pun menemukan bukti bahwa jasad-jasad katak itu sempat mengapung di air lebih dulu sebelum tenggelam ke dasar. Temuan ini disebut membuktikan bahwa danau purba di Geisel tidak mengering saat kejadian.
Melalui analisis fosil, tim Falk mengungkap apa yang terjadi terhadap kerangka hewan itu ketika mati dan menginterpretasikan penyebab kematiannya.
Tim Falk juga menemukan banyak kerangka dalam satu lapis sedimen, mengindikasikan bahwa ratusan katak yang menjadi fosil itu mati dalam peristiwa mortalitas massal pada kurun yang singkat.
Melalui perbandingan kerangka fosil Geisel dengan katak modern, terungkap bahwa sebagian besar fosil katak yang ditemukan sebenarnya adalah kodok.
Kodok sendiri berperilaku menghabiskan sebagian besar kehidupannya di daratan, kemudian mencari genangan air atau danau untuk berkembang biak.
Katak berhubungan seks dengan banyak katak lain dalam kurun berdekatan pada musim kawin yang singkat.
Hubungan seksual sendiri dikenal bisa menjadi jebakan kematian bagi spesies katak dan kodok saat ini. Hewan ini kerap kelelahan akibat seks lalu tenggelam.
Katak atau kodok betina lebih rawan tenggelam karena sering ditekan oleh lebih dari satu jantan ketika berhubungan seksual. Bahkan, saat ini, masih kerap ditemukan “kuburan massal” kodok di wilayah berair yang digunakan untuk berkembang biak.
Baca Juga: Misteri Makhluk tanpa Anus yang Hidup 500 Juta Tahun Lalu Ini Akhirnya Dipecahkan Ilmuwan
Tim Falk menduga situasi serupa terjadi pada ratusan kodok yang mati di Lembah Geisel 45 juta tahun lalu.
“Mortalitas massal terkait perkawinan yang disebabkan tenggelam atau kelelahan umum ditemukan pada anura (katak/kodok) dan telah dianggap sebagai penyebab kematian primer bagi sebagian fosil anura,” demikian tulis Falk dan kawan-kawan.
Menurut penelitian Falk, penjelasan yang paling mungkin mengapa ada sejumlah kelompok fosil katak yang berjumlah ratusan yang mati hampir pada saat bersamaan di Geisel adalah hubungan seksual yang terlalu bersemangat telah membunuh mereka.
Falk dan kawan-kawan pun menyebut kesimpulan penelitiannya dapat menjelaskan mengapa banyak kuburan massal katak serupa di berbagai lokasi lain di dunia.
Baca Juga: Ngeprank Temuan Bintang Baru Pakai Foto Irisan Sosis Spanyol, Ilmuwan Antariksa Prancis Minta Maaf
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.