“Saya merasa takut dipersekusi. Saya takut dipenjara,” ujar Diana kepada media Rusia, Meduza.
“Saya tak mengatakan bahwa akan sangat buruk jika dipenjara atau semacamnya, tetapi saya pikir saya bisa melakukan hal yang lebih baik jika tak dipenjara,” tambahnya.
Diana mengatakan ketika perang dimulai, ia melihat kesedihan orang Ukraina yang diikutinya di Instagram.
“Kisah gadis-gadis ini penuh bom dan siak tangis. Saya merasakan penderitaan mereka seolah-olah itu adalah penderitaan saya sendiri,” katanya.
Ia mengklaim Putin telah mewujudkan kekejaman, arogansi dan impunitas.
Diana juga percaya bahwa Putin, dan ayahnya yang mendukungnya, harus menghadapi keadilan karena perang.
Baca Juga: Ancaman Mengerikan Sekutu Putin: Senjata Nuklir adalah Jaminan Terbaik untuk Mempertahankan Rusia
Diana mengklaim bahwa liberalisme politik Rusia adalah konsekuensi dari otoriterianisme dalam keluarga, dengan penguasa lalim negara itu sebagai produk penghinaan masa kanak-kanak.
“Di dalam setiap orang yang kejam, ada seorang anak yang tak bahagia dan takut mengakui kelemahan, kerentanannya, dan kebutuhannya. Pada titik tertentu di masa kecilnya ada seseorang yang kejam padanya dan itu menyakitkan,” ujar Diana mengenai sosok Putin.
“Tentu saja, Putin harus bertanggung jawab, tetapi tak berarti kita hanya bisa menembaknya. Dengan membalas dendam kita secara efektif menempuh jalan kebencian yang sama,” tutur Diana.
Ia pun memperingatkan bahwa patriotisme fanatik di Rusia, dan penundukam yang berkemauan lemah dari masyarakat terhadap pihak berwenang.
Sumber : Daily Star
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.