WASHINGTON, KOMPAS.TV - Eks presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, tengah menjadi pusat kontroversi usai Biro Investigasi Federal AS (FBI) menggeledah kediamannya, Mar-a-Lago, di negara bagian Florida.
FBI mengeksekusi perintah penggeledahan pada 8 Agustus 2022. Surat perintah penggeledahan ini diterbitkan menyusul komplain dari Arsip Nasional Amerika Serikat (NARA), ditandatangni oleh Jaksa Agung Merrick Garland, dan disetujui oleh hakim distrik, Bruce Reinhart.
Penggeledahan ini adalah bagian penyidikan terhadap Trump terkait tiga tindak kriminal federal: penghilangan atau penghancuran arsip pemerintah, menghancurkan atau menyembunyikan arsip dengan tujuan memengaruhi aktivitas pemerintah federal, serta pelanggaran UU Spionase AS.
Ketika habis masa kekuasaannya di Gedung Putih pada Januari 2021 lalu, Trump diduga mengambil serta dokumen-dokumen rahasia AS.
Per Mei 2021 lalu, NARA menyadari bahwa banyak dokumen dari pemerintahan Trump belum diserahkan dan mulai melacaknya.
Pada Januari 2022 lalu, otoritas terkait menemukan 15 boks berisi dokumen Gedung Putih di Mar-a-Lago. Pada Agustus, melalui perintah pengadilan dan eksekusi FBI, ditemukan lebih banyak dokumen lagi, bahkan di antaranya berstatus sangat rahasia (top secret).
Menurut laporan Associated Press, Minggu (28/8/2022), FBI telah menjalankan penyelidikan berbulan-bulan mengenai bagaimana dokumen Gedung Putih bisa tersimpan di Mar-a-Lago.
Afidavit penggeledahan FBI yang dirilis pada 26 Agustus menyatakan bahwa dinas itu juga berusaha mengidentifikasi “siapa yang mungkin memindahkan atau menahan informasi rahasia tanpa izin dan/atau di ruangan tak berizin.”
Baca Juga: Waduh, Orang Dekat Trump Ini Dituduh Mata-Mata FBI, Penyebab Rumahnya Digeledah
Menurut laporan New York Times, sejak Januari 2022, telah ditemukan lebih dari 300 dokumen rahasia di Mar-a-Lago.
Dokumen-dokumen itu di antaranya berasal dari FBI, Badan Intelijen Pusat (CIA), dan Badan Keamanan Nasional (NSA). Sebagian dokumen berisi tentang keamanan nasional AS.
Meskipun barang bukti telah ditemukan, perkara hukum ini belum pasti menyeret Trump atau orang lain sebagai tersangka. Namun, afidavit FBI telah menjelaskan bahwa investigasi ini aktif dan dugaan tindak kriminal di dalamnya solid.
Donald Trump yang berang dengan investigasi dan penggeledahan kediamannya, mengeklaim telah bersikap kooperatif dengan Departemen Kehakiman AS.
Pada Jumat, 19 Agustus lalu, Trump menyatakan bahwa perwakilannya tidak menghalang-halangi FBI dan menuliskan, dengan huruf kapital semua, “MENYERAHKAN BANYAK HAL KE MEREKA.”
Trump sebelumnya telah bersikeras ia tidak menggondol dokumen rahasia apa pun.
Pada 12 Agustus lalu, politikus 76 tahun itu mengeklaim dokumen-dokumen yang dibawanya ke Mar-a-Lago “semuanya telah dideklasifikasi.”
Meskipun demikian, afidavit FBI mengungkap bahwa Trump tidak bergeming kendati sudah diperingatkan selama berbulan-bulan sebelum penggeledahan.
Pendukung Trump pun turut berang dengan penggeledahan terhadap rumah sang mantan presiden. Ketika hari penggeledahan, puluhan pendukung Trump berdemonstrasi di luar Mar-a-Lago.
Baca Juga: Terungkap, Trump Ternyata Tak Ingin Penyerangan di Gedung Capitol Berakhir
Sebagian pendukung Trump juga berdemonstrasi di kantor FBI di Phoenix, negara bagian Arizona serta Washington.
Bahkan, seorang pendukung Trump berusia 42 tahun bernama Ricky Shiffer nekat menyerbu kantor FBI di Cincinnati, negara bagian Ohio, pada 11 Agustus.
Berbekal rompi anti-peluru dan senapan jenis AR-15 dan pistol paku, ia menyerbu kompleks kantor FBI lalu tewas dalam baku tembak lawan polisi.
Shiffer dikenal sebagai aktivis yang vokal di Truth Social, media sosial bikinan Trump, serta terlibat penyerbuan Capitol pada 6 Januari silam.
Sebelum menyerbu kantor FBI, Shiffer diketahui membuat unggahan di Truth Social tentang kehendaknya membunuh agen FBI.
Sejauh ini, Gedung Putih pilih bungkam terkait investigasi yang melibatkan Donald Trump. Pejabat-pejabat di pemerintahan Joe Biden berulang kali menyatakan bahwa investigasi ini sepenuhnya wewenang Departemen Kehakiman AS.
Meskipun ratusan dokumen telah disita dari Mar-a-Lago dan sebagian di antaranya berstatus sangat rahasia, status hukum Trump dalam kasus ini belum bisa dipastikan.
Seorang pejabat Departemen Kehakiman AS menyatakan bahwa investigasi ini masih dalam tahap awal. Penyidikan masih perlu peninjauan dokumen-dokumen lebih lanjut dan wawancara saksi-saksi.
Dinas-dinas intelijen AS dilaporkan akan melakukan asesmen pada dokumen-dokumen yang disita. Dari sini, baru bisa disimpulkan apakah tindakan pemindahan dokumen era Trump ke Mar-a-Lago mengancam keamanan nasional Amerika.
Sementara itu, dari segi politis, investigasi ini menghadirkan gangguan politis bagi Trump yang tengah membangun basis politik demi maju ke pemilihan presiden AS pada 2024 mendatang.
Baca Juga: Pria Bersenjata Ditembak Mati Polisi saat Berusaha Serbu Gedung FBI, Diduga Pendukung Donald Trump
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.