"Saya dulu guide di Bali, menghapalkan dialog sebuah kisah, jika ingin sempurna, memang harus seksama,“ katanya.
Live show wayang kulit masuk dalam agenda Weltkulturen Museum Frankfurt. Selama satu setengah tahun, sebagaimana diungkapkan Vanessa, pihaknya menggelar tema Farben ordnen Welten, warna yang menentukan dunia. "Grüner Himmel, Blaues Gras. Langit hijau, rumput biru,“ katanya.
Wayang, masih kata Vanessa, termasuk dalam pameran itu. "Warna di wajah wayang, menentukan karakternya. Warna hitam menunjukkan ketenangan, kesabaran dan intelektual,“ ujar Vanessa.
Biru, imbuhnya, bisa dua hal. "Agak bodoh, seperti beberapa wajah raksasa, atau juga simbol air, seperti warna Antareja,“ katanya.
Dan menampilkan wayang, dengan bahasa Jerman, kata Vanessa, terkait dengan tema "Warna Menentukan Dunia" di museumnya.
KJRI Frankfurt mendukung penuh konsep itu. "Ini kan bagian juga dari program sosial budaya KJRI Frankfurt,“ kata Acep Somantri, Konjen KRI Frankfurt. Beberapa staf KJRI Frankfurt dikerahkan untuk menyukseskan acara ini.
Baca Juga: Saat Seniman Pedalangan di Tanah Air Usulkan Jokowi Jadi Bapak Wayang Indonesia
Sigit mengawali dengan lakon Ramayana. Dibatasi waktu hanya 20 menit, dia harus meringkas kisah yang sebenarnya semalam suntuk itu. "Tentu ada bagian yang terpotong, tapi intinya penonton mengerti kisah romeo julia ini,“ katanya.
Suluk, seperti bumi gonjang-ganjing, langit kelap-kelip katon, tetap dalam bahasa Jawa yang melodius. Namun dialog rencana perundingan Rahwana dan kerabatnya disampaikan dalam bahasa Jerman.
Batang pisang diganti jerami kering. Layar putih juga nihil. "Bagusnya, warna wayang terlihat jelas. Sulitnya, kalau adegan perang, tidak ada penyanggah,“ kata Sigit.
Lakon kedua, Dewa Ruci, juga sama. Tidak ada kalimat yang tersendat, atau dialog yang terputus. "Berkat latihan penghapalan,“ kata Sigit.
Cuaca yang sejak pagi dikhawatirkan mengganggu, sama sekali tidak terlihat. Pengunjung juga membeludak, meskipun mereka harus rela lesehan di rerumputan yang meranggas. Sigit, selepas pementasan, tidak bisa langsung istirahat.
Satu demi satu dia harus menjelaskan pengunjung yang penasaran. Mulai dari arti warna sebuah wayang kulit, hingga kisah Ramayana, yang dalam versi tertentu agak berbeda. "Di Srilanka, Ramayana bukan figur sejahat di Indonesia,“ kata Sigit.
Vanessa tampak berseri-seri begitu pagelaran ini usai. "Banyak tanggapan positif,“ katanya. Tahun depan, bisa saja Sigit akan kembali ke Jerman. "Kalaupun ada gerimis lagi di pagi hari, saya tidak akan lagi terlalu waswas,“ ungkapnya. (Krisna Diantha)
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.