YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Perang Sepakbola, begitu orang mengenangnya, ketika dua negara asal Amerika Tengah, Honduras dan El Salvador, terlibat perang kurang dari 100 jam pada 1969.
Dalam sebuah laga kualifikasi yang menentukan kelolosan menuju Piala Dunia 1970, skor Honduras vs El Salvador bertahan 2-2 hingga akhir babak kedua. Pertandingan berlanjut dengan ekstra time.
Pada menit ke 11' tambahan waktu, Mauricio "Pipo" Rodriguez dari El Salvador melesakkan gol untuk negaranya.
"Ketika saya mencetak gol, saya pikir mereka tak mungkin membuat gol penyeimbang mengingat sedikitnya waktu yang tersisa," kata Rodriguez via BBC, 50 tahun setelah pertandingan itu.
Benar saja, El Salvador akhirnya menang 3-2, tiga minggu kemudian dua negara itu terlibat perang yang merenggut 4.000 korban jiwa.
Kapten Tim Honduras, bertahun-tahun kemudian, menganggap berlebihan jika perang itu disebut dengan Football War.
"Judul itu berlebihan," kata Marco Antonio Mendoza, pada Pagina, surat kabar Argentina, 12 Agustus 2017.
Baca Juga: Ketika Perang di Suriah Mereda, Para Remaja Belajar Melupakannya dengan Berdansa
Sebelum laga Kualifikasi Piala Dunia 1970 yang jadi pertanda genderang perang, Timnas Honduras dan El Salvador sempat terlibat pertandingan dua leg pada bulan yang sama.
Pada leg perdana, Honduras unggul 1-0 di ibu kota mereka, Tegucigalpa. El Salvador bangkit pada leg kedua selepas unggul 3-0 di San Salvador.
Dibumbui kontroversi suporter Honduras yang meneror penginapan tim lawan, hasil dua pertandingan itu dianggap batal.
"Suporter mereka menutup jalan dan semua mobil yang lewat membunyikan klakson dengan keras. Kami tak bisa tidur sama sekali," kata Salvador Mariona, eks penggawa El Salvador pada BBC, 2009.
Pertandingan ulang akhirnya digelar dengan kemenangan El Salvador 3-2.
El Salvador, negara yang bahkan luasnya lebih kecil dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, memiliki populasi tiga juta penduduk pada 1969. Sebagian besar negara itu dikendalikan oleh tuan tanah, menyisakan sedikit ruang bagi petani Salvador yang lebih miskin.
Sementara tetangganya, Honduras, memiliki luas lima kali lebih besar dari El Salvador dengan populasi lebih sedikit, sekitar 2,3 juta.
Padatnya penduduk di El Salvador membuat sebagian masyarakat negara itu bermigrasi ke Honduras, sepanjang abad ke-20, untuk memanfaatkan lahan yang tersedia.
BBC menyebut ada sekitar 300.000 orang El Salvador tinggal di Honduras pada tahun terjadinya perang.
Kedatangan orang-orang El Salvador ternyata menimbulkan kebencian di antara petani Honduras, yang juga berjuang mendapatkan tanah di negeri sendiri.
Berawal dari situasi konflik lahan, pemerintah Honduras mengesahkan undang-undang reformasi agraria untuk meredakan ketegangan. Para migran El Salvador sampai diusir oleh Presiden Honduras Oswaldo Lopez Arellano.
"Sebagian besar pemicu perang ini adalah pemanfaatan lahan, terlalu banyak orang di wilayah yang sempit dan oligarki penguasa hanya bisa memicu konflik," kata Dan Hagedorn, penulis buku The 100 Hour War yang merinci perang itu.
Di puncak kemarahan, kedua negara bertemu dalam pertandingan sepakbola Kualifikasi Piala Dunia 1970.
"Ada masalah politik yang jauh lebih besar," kata Ricardo Otero, jurnalis olahraga Meksiko yang menyiarkan pertandingan Honduras vs El Salvador.
"Kebetulan tiga pertandingan penentuan lolos ke Piala Dunia 1970. Itu tidak membantu apapun. Sepak bola di sini [di Amerika Latin] sangat, sangat bersemangat, bahkan untuk hal baik maupun buruk," ujarnya.
Perang Honduras-El Salvador memang hanya berlangsung empat hari, tetapi butuh 11 tahun bagi masing-masing untuk menandatangani kesepakatan damai.
Mahkamah Internasional menyelesaikan sengketa wilayah kedua negara pada 1992.
Baca Juga: Riset Terbaru Ungkap Skenario jika Perang Nuklir Meletus, Curah Hujan Turun 50 Persen dan Kelaparan
Sumber : Kompas TV/BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.