Kompas TV internasional krisis rusia ukraina

Vladimir Putin dan Diplomat Rusia Tetap Disambut Baik di Banyak Negara, Upaya Isolasi AS Tak Mempan?

Kompas.tv - 29 Juli 2022, 17:02 WIB
vladimir-putin-dan-diplomat-rusia-tetap-disambut-baik-di-banyak-negara-upaya-isolasi-as-tak-mempan
Ilustrasi. Presiden Rusia Vladimir Putin tersenyum saat menggelar konferensi pers bersama Presiden Belarusia Aleksandar Lukashenko di Moskow, 9 September 2021. Di tengah upaya-upaya isolasi oleh Amerika Serikat (AS), Putin dan pejabat Kremlin tetap disambut baik di berbagai negara. Tanda isolasi AS tak mempan? (Sumber: Shamil Zhumatov/Pool Reuters via AP)
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim | Editor : Edy A. Putra

WASHINGTON, KOMPAS.TV - Amerika Serikat (AS) membuat sederet kebijakan dan pernyataan yang bertujuan untuk mengisolasi Rusia dari komunitas internasional, baik secara ekonomi atau politik, sejak Kremlin menggelar agresi militer ke Ukraina pada 24 Februari silam.

Akan tetapi, kendati kebijakan dan ancaman Gedung Putih, Presiden Vladimir Putin dan pejabat pemerintah Rusia tetap disambut baik di berbagai negara. Bahkan, Washington mulai ingin menjalin komunikasi dengan Moskow walau mengucilkannya.

Menurut laporan Associated Press, Jumat (29/7/2022), sanksi dan pengucilan AS seakan tak berdampak pada Vladimir Putin yang masih menemui para pemimpin dunia. 

Beberapa bulan belakangan, Putin diketahui bertemu dengan berbagai pemimpin, baik di Moskow ataupun dalam kunjungan luar negeri. Di antaranya adalah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden RI Joko Widodo.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov juga aktif bersafari ke berbagai penjuru dunia. Dalam tiap kunjungannya, sang diplomat terlihat ceria, tersenyum, serta berjabat tangan akrab dengan pemimpin-pemimpin yang dikunjungi.

Baca Juga: Blinken Ingin Bicara untuk Kali Pertama sejak Perang, Rusia Bilang Lavrov Sedang Sibuk

Citra keramahtamahan Rusia tersebut memunculkan kekhawatiran di Washington terkait akhir perang di Ukraina. Associated Press melaporkan, AS diyakini bertujuan mendepak Rusia dari Ukraina melalui isolasi ekonomi dan diplomatik serta kemunduran di medan tempur.

Serangkaian perkembangan yang tak menguntungkan Barat tersebut disusul oleh kehendak Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken untuk berbicara dengan Lavrov. Apabila kejadian, ini merupakan kontak tingkat tinggi pertama Washington-Moskow sejak 15 Februari, sembilan hari jelang dimulainya invasi.

Niat Blinken tersebut tidak disambut baik oleh Kremlin. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova menyebut Lavrov saat ini “sibuk” dan baru akan memperhatikan permintaan AS ketika sempat.

Meskipun Blinken ingin menjalin kontak, Washington menegaskan bahwa hal itu bukan berarti normalisasi hubungan dengan Rusia. Blinken bersikeras bahwa Federasi Rusia harus terus diisolasi.

Para pejabat AS menuduh Rusia berusaha menjalin aliansi dengan segelintir negara yang sebagian di antaranya sudah menjadi musuh Washington seperti Iran. Namun, negara-negara yang dikenal seolah menjadi mitra AS, seperti Mesir dan Uganda, juga menyambut hangat kunjungan Rusia.


Baca Juga: Rusia Kembali Serang Ibu Kota Ukraina

Pensiunan diplomat papan atas AS, Ian Kelly, menyatakan bahwa Rusia akan berupaya memanfaatkan momentum ini untuk mempermalukan Washington.

“Mereka akan memperpanjang ini (permintaan kontak oleh Blinken) dan mempermalukan kita sebisa mungkin,” kata Kelly.

“Negara-negara lain akan melihat ini dan berkata, ‘Kenapa kita tidak menyambut Lavrov dan orang-orang Rusia secara lebih luas?’” sambungnya.

Seiring kunjungan ramah-tamah Lavrov, seruan Barat untuk negara-negara Asia, Afrika, dan Timur Tengah untuk mengucilkan Rusia terlihat tak mempan.

Meskipun demikian, manuver diplomatik AS telah memengaruhi hubungan Rusia dengan sejumlah negara dan posisi Moskow di sejumlah forum internasional.

Pada awal Juli lalu, Lavrov hengkang dari forum menteri luar negeri G20 di Bali usai diserang para koleganya mengenai dampak global perang Rusia-Ukraina.

Sementara itu, Filipina, salah satu sekutu AS di Asia Tenggara, membatalkan kontrak pembelian 16 helikopter militer Rusia karena takut sanksi Washington.

Baca Juga: Rusia Dihujat Barat Ramai-Ramai saat G20 di Bali, Disebut Bersalah atas Krisis Ekonomi Global

Di lain pihak, Moskow tetap mampu membina hubungan erat dengan China, India, dan berbagai negara berkembang di Asia dan Afrika di tengah tekanan Barat. Banyak negara ini tergantung pada Rusia untuk impor energi, tetapi juga bergantung pada gandum Ukraina.

India, kendati bergabung dengan Dialog Keamanan Kuadrilateral (Quad) bersama AS, Australia, dan Jepang, tidak ikut-ikutan mengucilkan Rusia.

New Delhi sendiri memiliki riwayat panjang hubungan dekat dengan Moskow. Pemerintahan Narendra Modi pun justru meningkatkan impor energi dari Rusia kendati ditekan AS dan negara-negara Eropa.

Menurut laporan firma data komoditas, Kpler, pada 2022, India telah menggunakan hampir 60 juta barel minyak Rusia pada Januari-Juli 2022. Sedangkan pada 2021, India hanya menggunakan 12 juta barel minyak Rusia.

Di lain sisi, berbagai forum internasional juga tidak mengucilkan Rusia. Utusan Moskow masih akan menghadiri forum seperti Forum Regional ASEAN pekan depan atau Majelis Umum PBB pada September.

Perkembangan-perkembangan tersebut dimanfaatkan Kremlin untuk terus mencitrakan bahwa upaya isolasi AS gagal. Melalui media sosialnya, Kementerian Luar Negeri Rusia rutin mengunggah foto-foto kunjungan Lavrov ke berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia.

Baca Juga: Intelijen Ukraina Sadap Tentara Rusia, Pasukan Putin Disebut Kalah di Perbatasan

 




Sumber : Associated Press




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x