TOKYO, KOMPAS.TV - Tetsuya Yamagami menembak eks Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe yang sedang berkampanye di Prefektur Nara, Jumat lalu (8/7/2022).
Tersangka pembunuhan itu dilaporkan mengincar politikus Shinzo Abe karena kaitannya dengan suatu kelompok keagamaan.
Kepolisian dan media-media Jepang tidak merinci nama kelompok agama tersebut.
Namun, Gendai Business melaporkan bahwa kelompok agama yang dimaksud adalah kultus Gereja Unifikasi yang terkait dengan Abe.
“Ibunya adalah jemaah taat Gereja Unifikasi dan kelihatannya masih aktif. Yamagami menyatakan bahwa ia melakukan aksi kejahatan ini karena kebencian yang tumbuh akibat hubungan ibunya dengan Gereja Unifikasi yang berujung bubarnya keluarganya,” demikian keterangan penyelidik sebagaimana dikutip Gendai Business.
Pada Minggu (10/7), The Asahi Shimbun melaporkan bahwa seorang kerabat Yamagami dapat mengonfirmasi cerita tersebut.
Baca Juga: Tetsuya Yamagami, Pembunuh Shinzo Abe Dikenal sebagai Orang Biasa yang Tak Mencurigakan
Kerabat Yamagami itu adalah seorang pria berusia 70-an tahun yang tinggal di Prefektur Osaka.
Ia menyebut Yamagami “harus melalui masa-masa sulit sejak kecil karena ibunya bergabung dengan suatu kelompok keagamaan.”
Yamagami dilaporkan mengincar pemimpin kelompok agama itu.
Namun, karena sulit, ia pilih mengincar Abe yang diyakini memiliki koneksi dengan kelompok itu.
Kematian Shinzo Abe dikonfirmasi beberapa jam setelah penembakan.
Pada Minggu (10/7), Yamagami dikirim ke Kantor Kejaksaan Nara untuk diadili dalam kasus pembunuhan.
Menurut seorang kerabat, Tetsuya Yamagami tinggal di Prefektur Nara bersama kedua orang tua, seorang kakak laki-laki, dan seorang adik perempuan.
Ayahnya menjalankan sebuah perusahaan konstruksi. Namun, sang ayah meninggal dunia saat Yamagami masih kecil.
Setelah meninggalnya sang ayah, ibu Yamagami mengambil alih perusahaan.
Tetapi, ibunya kemudian terlalu terlibat pada aktivitas keagamaan dan menyumbang dana besar ke kelompok agama tersebut.
Kerabat Yamagami mengira, ibunya mencari jawaban atas kehidupan melalui kelompok agama itu.
“Dia itu seorang janda, dan saya kira dia merasa tidak aman tentang masa depan keluarganya,” kata kerabat Yamagami kepada The Asahi Shimbun.
Baca Juga: Pembunuh Shinzo Abe Belajar Rakit Senjata Api Sendiri, Kemudahan Informasi Membuatnya Berbahaya
Kesibukan dan komitmen finansial ibu Yamagami ke suatu kelompok agama diyakni membuat anak-anaknya terlantar.
Setelah ibunya melibatkan diri ke suatu kelompok agama, kerabat Yamagami mengaku sering ditelepon oleh ketiga bersaudara itu.
“’Kami tidak punya apa pun untuk dimakan di rumah,’” tutur kerabat Yamagami mengenang telepon tersebut.
Kerabat Yamagami kemudian sering mengirim uang ke anak-anak untuk menanggung biaya hidup mereka.
Dia juga terkadang mengirim makanan ke Nara.
Ketika remaja, Tetsuya Yamagami disebut masuk ke sebuah SMA yang dianggap “elite” di Nara karena sebagian besar lulusannya diterima di universitas-universitas papan atas.
Yamagami sendiri masuk ke sebuah sekolah teknik setelah lulus SMA.
Pada 2002, Yamagami mendaftar ke Angkatan Laut Bela Diri Jepang.
Pada tahun itu juga, ibunya dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan Distrik Nara.
Baca Juga: Shinzo Abe Terbunuh, Kepala Polisi Nara Ambil Langkah Emosional: Saya Bertanggung Jawab
Kerabat Yamagami mengira pembunuh Shinzo Abe itu memutuskan gabung Angkatan Laut karena “kesulitan memenuhi kebutuhan hidup.”
Pria itu mengaku terakhir melihat Yamagami sekitar tahun 2005.
Sedangkan perusahaan yang dijalankan ibunya dibubarkan pada 2009.
Ketika ditanya soal kelompok agama yang disinggung terkait motif pembunuhan Shinzo Abe, kerabat Yamagami mengira pria 41 tahun itu sudah memendam dendam sejak lama.
“Saya pikir dia (Yamagami) menyimpan dendam sepanjang waktu. Saya pikir dia merasa bahwa hidupnya diubah oleh itu (kelompok agama),” tutur kerabat Yamagami.
Menurut keterangan penyelidik yang dimuat media-media Jepang, Yamagami disebut mengakui kebenciannya terhadap kelompok agama yang dianggap mengubah sang ibu.
“Saya tidak bisa memaafkan mereka karena ibu saya terus membayar uang ke mereka, bahkan setelah dia dinyatakan bangkrut,” kata Yamagami sebagaimana dimuat keterangan penyelidik.
Baca Juga: Shinzo Abe di Antara Abenomics, Kultus Keagamaan, dan Ultranasionalis Nippon Kaigi
Yamagami diketahui bekerja pada sebuah agensi kerjantara (temporary staffing agency) di Prefektur Osaka.
Ia dipekerjakan di sebuah pabrik di Prefektur Kyoto selama satu setengah tahun, terkini hingga Mei 2022.
Di pabrik Kyoto, bekas atasan Yamagami menyebut pria itu menjadi operator forklift.
Ia menyebut Yamagami pada awalnya terlihat seperti “pria sederhana.”
Setelah sekitar setengah tahun bekerja, Yamagami disebut mulai mengabaikan prosedur operasi.
Kemudian, pada Maret, ia pernah bertengkar dengan koleganya karena mengabaikan aturan.
Usai pertengkaran itu, Yamagami disebut mulai bolos kerja, terkadang memakai dalih “masalah jantung.”
Pada April 2022, melalui agensi kerjantaranya, Yamagami memberi tahu pihak pabrik bahwa ia berniat keluar pekerjaan.
Setelah itu, bekas atasannya tidak tahu-menahu mengenai keberadaan Yamagami hingga pada Jumat (8/7) lalu, seluruh Jepang dan seantero dunia dikejutkan tindakannya yang nekat menembak Shinzo Abe dari belakang.
Baca Juga: Shinzo Abe, Super Mario, dan Olimpiade Tokyo 2020 yang Sempat Tertunda
Sumber : Kompas TV/The Asahi Shimbun
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.