NUSA DUA, KOMPAS.TV – Ada yang berbeda pada pertemuan para menteri luar negeri (menlu) G20 tahun ini. Kali ini, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, tak ada foto bareng. Aura sengit dan perpecahan kental mewarnai pertemuan para menlu kelompok negara-negara dengan perekonomian terbesar dunia itu.
Tuan rumah Indonesia melalui Menlu Retno Marsudi dengan emosional menyerukan perdamaian dan persatuan, serta berakhirnya perang Rusia-Ukraina, tetapi partisipan seperti terbagi dalam dua kubu: China dan Rusia di kubu Timur, dan Amerika Serikat (AS) serta Eropa di kubu Barat.
Meskipun mereka hadir di ruangan yang sama, di waktu yang sama untuk kali pertama sejak perang Ukraina dimulai, Menlu AS Antony Blinken dan Menlu Rusia Sergey Lavrov jelas-jelas saling mengabaikan satu sama lain.
Pertemuan G20 dibuka hanya beberapa jam setelah Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson mengumumkan pengunduran dirinya pada Kamis (7/7). Ini memaksa Menlu Inggris, Liz Truss untuk segera angkat kaki dari Bali, tempat pertemuan digelar. Ia masih berada dalam perjalanan menuju London saat kemudian datang berita mengejutkan lainnya: mantan PM Jepang Shinzo Abe ditembak. Abe kemudian meninggal dunia.
Baik Johnson maupun Abe merupakan sosok yang tak asing bagi keluarga G20. Keduanya telah berpartisipasi dalam konferensi serupa dan pertemuan para pemimpin dunia beberapa kali sebelumnya.
Baca Juga: Rumah Sakit Ungkap Penyebab Rinci Tewasnya Mantan PM Jepang Shinzo Abe
Seluruh peserta mengungkapkan kekagetan mereka atas penembakan yang menimpa Abe, yang terjadi selagi mereka menggelar sesi pertama dari dua rapat pleno tentang pentingnya memulihkan kepercayaan pada multilaterisme dan menegakkan tatanan berbasis aturan global.
Salah satu tujuan pertemuan menlu G20 pada Jumat (8/7) lalu adalah meletakkan dasar untuk puncak pertemuan G20 di Indonesia pada November mendatang.
Retno Marsudi mendesak para partisipan – termasuk Lavrov, Menlu China Wang Yi, Blinken dan sejumlah mitra Eropa – untuk mengatasi ketidakpercayaan yang ada. Tujuannya, demi keselamatan planet Bumi yang menghadapi berbagai tantangan, mulai dari virus Corona, perubahan iklim, hingga perang Ukraina.
“Dunia belum pulih dari pandemi, tetapi kita telah menghadapi krisis lain: perang di Ukraina,” ujar Marsudi, seperti dikutip dari Associated Press, Jumat (8/7). “Efek riaknya dirasakan secara global pada makanan, energi, dan ruang fisik.”
Dia menekankan bahwa negara miskin dan berkembang kini menghadapi kelangkaan bahan bakar dan biji-bijian akibat perang di Ukraina. G20, imbuhnya, punya tanggung jawab untuk menangani masalah ini demi memastikan tatanan global berbasis aturan tetap relevan.
Retno menyatakan, pembicaraan tentang perang Ukraina didiskusikan pada hampir seluruh pertemuan bilateral pada pertemuan itu.
Baca Juga: Israel Sebut Vladimir Putin Minta Maaf atas Ucapan Menlu Lavrov soal Yahudi dan Hitler
Namun, setelah pertemuan itu usai, tak ada kesepakatan yang dicapai oleh seluruh peserta, meskipun ada kekhawatiran luas tentang gangguan pangan dan energi akibat perang di Ukraina.
“Hanya beberapa negara yang menyatakan kecaman atas tindakan invasi,” ujar Retno merujuk ‘operasi militer khusus’ Rusia yang dilancarkan sejak 24 Februari lalu itu.
Blinken dan Lavrov Saling Cuek Sekaligus Sengit
Aura sengit kental mewarnai pertemuan itu, dan aura permusuhan jelas terasa antara dua sosok: Blinken dan Lavrov.
Menurut sumber diplomat Barat yang hadir, Lavrov melakukan aksi walk out setidaknya dua kali.
Pertama, saat Menlu Jerman Annalena Baerbock berbicara pada sesi pembukaan, dan kedua, saat Menlu Ukraina Dmytro Kuleba bersiap berbicara melalui video pada sesi kedua.
Bahkan, meskipun mereka duduk bersama di satu meja konferensi besar, baik Lavrov maupun Blinken tak saling bicara satu sama lain.
“Bukan kami yang mengabaikan seluruh kontak,” ujar Lavrov para para wartawan usai sesi pertama.
“Tetapi Amerika Serikat. Itu saja yang saya bisa bilang. Dan kami tidak mengejar siapa pun untuk pertemuan. Jika mereka tak mau bicara, itu pilihan mereka.”
Saat ditanya mengapa tak ada foto kelompok bersama, Lavrov pun langsung menukas, “Saya tidak mengundang siapa pun untuk berpose dan berfoto bersama saya.”
“Jelas bahwa mereka menggunakan G20 untuk tujuan yang tidak terpikirkan saat dibuat,” imbuhnya.
Tak lama setelahnya, dalam sesi kedua, Blinken menujukan pertanyaannya pada delegasi Rusia. Ia menuduh Moskow memblokir jutaan ton biji-bijian di pelabuhan Ukraina dan menyebabkan ketidakamanan makanan di banyak negara di dunia.
Baca Juga: Pertemuan Menlu G20 Dimulai di Bali, Perpecahan Soal Ukraina Mengadang, Kepiawaian Indonesia Diuji
Para diplomat AS menyatakan, mereka bertekad tak akan membiarkan gangguan mengalihkan perhatian dari apa yang mereka yakini seharusnya menjadi fokus utama dalam konferensi di Bali itu. Yakni, disrupsi rantai pasok makanan dan energi dunia yang disebabkan perang Rusia di Ukraina. AS menyalahkan Moskow.
Kompetisi dukungan antara dua kubu berlangsung sengit. Wang dan Lavrov dilaporkan mampir di beberapa ibu kota Asia dalam perjalanan mereka ke Bali. Mereka berupaya menggalang dukungan bagi posisi China dan Rusia dan memperkuat hubungan dengan negara-negara non-sekutu.
Sementara itu, Blinken dan menlu Prancis, Jerman serta Inggris tiba di Bali dari pertemuan berorientasi Barat di Eropa pekan lalu: KTT G7 dan NATO.
Dengan keanggotaan yang lebih luas, termasuk negara-negara seperti tuan rumah Indonesia dan negara berkembang macam India, Brasil, Afrika Selatan, dan lainnya, G20 jelas merupakan kelompok yang lebih beragam. G20 skeptis atas niat Barat dan lebih terbuka terhadap permohonan dan tawaran dari negara tetangga besar macam China dan Rusia, sekaligus lebih rentan terhadap ancaman mereka.
Sementara itu, Indonesia yang memegang presidensi G20 tahun ini, berupaya menjadi penengah dengan menyusun agenda yang tak memecah atau bersifat politis. Terkait invasi Rusia terhadap Ukraina, Indonesia bersikap netral.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.