Karena tidak dapat hidup dengan bebas dan aman, jutaan orang Yahudi hanya punya dua pilihan, meninggalkan rumah atau bersembunyi di tempat aman.
Pada musim semi 1942, keluarga Anne memilih opsi kedua, bersembunyi di paviliun rahasia di gedung kantor ayahnya di Belanda untuk menghindari kekerasan.
Keluarga Frank, seperti jutaan keluarga Yahudi lainnya, bertindak cepat dan meninggalkan hampir segalanya untuk mencari perlindungan.
Di antara beberapa barang milik Anne yang dibawa ke tempat persembunyian adalah sebuah buku harian, hadiah yang ia terima ketika ulang tahun ke-13 yang jatuh beberapa minggu sebelum ia bersembunyi.
Segera, buku itu jadi kendaraan untuk mengubah dunia. Anne Frank menulis lembar demi lembar selama 25 bulan dengan kisah menyentuh hati, tentang kehidupan remaja di "persembunyian rahasia" yang berisikan detail kecil hingga mimpi dan ketakutannya yang paling mendalam atas situasi saat itu.
Ia berharap buku hariannya kelak diterbitkan setelah perang, di mana Anne menyatukan tulisannya menjadi satu kisah berjudul Het Achterhuis (Catatan Rahasia).
Pada tanggal 4 Agustus 1944, keluarga Frank ditemukan oleh Dinas Rahasia Nazi, ditangkap, dan dibawa ke pusat tahanan untuk melakukan kerja paksa.
Setelah itu, keluarga Anne Frank dideportasi ke kamp konsentrasi Auschwitz di Polandia. Mereka tinggal dalam ruangan sempit dan tidak higienis sebelum akhirnya ke kamp konsentrasi Bergen-Belsen di Jerman.
Di tempat itu, selain pembunuhan brutal dan disengaja terhadap para tahanan oleh pasukan Nazi, penyakit mematikan juga menyebar dengan cepat.
Dalam situasi demikian, Anne menyerah dalam kondisi yang tidak manusiawi, meninggal pada usia 15 tahun.
Kendati Anne Frank tak selamat dari horor Holocaust, ia mewariskan catatannya tentang tahun-tahun kelam, sebuah buku yang kemudian dikenal dunia sebagai The Diary of Anne Frank.
Buku itu menjadi salah satu karya non-fiksi yang paling banyak dibaca yang pernah diterbitkan dan kini telah diterjemahkan ke lebih dari 80 bahasa.
Memoar garapan Frank menjadi bacaan wajib di ruang kelas sekolah banyak negara. Buku itu menjadi alat untuk mendidik generasi berikutnya tentang Holocaust dan bahaya atas sikap diskriminasi dan hipernasionalisme.
Baca Juga: Profil Amanda Aldridge, Sosok Komposer Afro-Inggris yang Jadi Tema Google Doodle 17 Juni 2022
Sumber : Annefrank.org
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.