KABUL, KOMPAS.TV - Aparat Afghanistan mengumumkan mereka menghentikan proses pencarian korban selamat hanya 48 jam sejak gempa besar terjadi dua hari lalu yang menewaskan 1.000 orang, kata seorang pejabat senior, Jumat (24/6/2022).
Pejabat tersebut menambahkan, persediaan obat-obatan dan bantuan penting lainnya pun tidak memadai.
Seperti disebutkan dalam laporan Straits Times, Jumat, banyak warga yang selamat tidak punya makanan, tempat tinggal, dan air saat mereka menunggu para pekerja bantuan datang di desa-desa yang hancur. Kondisi mereka kian mengenaskan dengan hujan deras yang menyapu mereka usai gempa.
Sekitar 2.000 orang terluka dan 10.000 rumah hancur sebagian atau seluruhnya dalam gempa yang mengguncang daerah terpencil dekat perbatasan dengan Pakistan pada Rabu (22/6/2022), kata Mohammad Nassim Haqqani, juru bicara kementerian bencana seperti dikutip Straits Times.
"Operasi pencarian telah selesai, 1.000 orang tewas dan yang terluka sekitar 2.000 orang, baik luka berat maupun luka ringan," kata Haqqani.
Dia tidak menjelaskan mengapa pencarian korban dihentikan padahal baru 48 jam setelah bencana. Padahal banyak korban selamat kerap berhasil dievakuasi dari puing-puing gempa bumi lainnya setelah waktu yang jauh lebih lama.
Gempa berkekuatan 6,1 menggoyang daerah yang berjarak sekitar 160 km di tenggara Kabul. Wilayah pegunungan gersang dan penuh pemukiman kecil itu sering menjadi pusat pertempuran selama beberapa dekade di Afghanistan.
Baca Juga: Putus Asa, Korban Selamat Gempa Afghanistan Menggali dengan Tangan Mencari Kerabat di Reruntuhan
Saluran komunikasi dan infrastruktur jalan yang buruk menghambat upaya penyaluran bantuan di negara yang bergulat dengan krisis kemanusiaan sejak Taliban mengambil alih kekuasaan pada Agustus 2021 lalu.
Haqqani mengatakan Afghanistan tidak memiliki cukup pasokan penting untuk merawat yang terluka.
“Kementerian Kesehatan kekurangan obat-obatan, kami membutuhkan bantuan medis dan kebutuhan lainnya karena ini bencana besar,” katanya.
Dengan seluruh desa rata dengan tanah akibat gempa di beberapa distrik yang terkena dampak terburuk, para penyintas mengatakan mereka bahkan berjuang untuk menemukan peralatan untuk menguburkan warga yang meninggal dunia.
"Tidak ada selimut, tenda, tidak ada tempat berteduh. Seluruh sistem distribusi air kami hancur. Tidak ada yang bisa dimakan," kata Zaitullah Ghurziwal, 21 tahun, di desanya di provinsi Paktika yang dilanda bencana.
Mohammad Amin Huzaifa, kepala informasi provinsi, mengatakan hujan lebat dan banjir menghambat upaya untuk menjangkau mereka yang terkena dampak.
Sumber : Kompas TV/Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.