LONDON, KOMPAS.TV – Louis Bloomsfield memeriksa gentong-gentong bir di tempat pembuatan birnya di London utara. Dia terlihat penuh semangat menantikan bulan Juni, saat dia akan mendapatkan hari libur ekstra setiap minggu.
Seperti laporan France24, Minggu (29/5/2022), pembuat bir berusia 36 tahun itu berencana menggunakan waktunya untuk terlibat dalam kegiatan amal, memulai kursus fisika partikel yang telah lama tertunda, dan menghabiskan lebih banyak waktu bersama keluarga.
Dia dan rekan-rekannya di produsen bir Pressure Drop ambil bagian dalam uji coba program empat hari kerja seminggu dengan 3.000 karyawan lainnya dari 60 perusahaan Inggris. Uji coba tersebut akan berjalan selama enam bulan.
Proyek percontohan yang disebut-sebut sebagai yang terbesar di dunia sejauh ini, bertujuan membantu perusahaan mempersingkat jam kerja mereka tanpa memotong gaji karyawan atau mengorbankan pendapatan.
Uji coba serupa juga terjadi di Spanyol, Islandia, Amerika Serikat, dan Kanada. Australia dan Selandia Baru dijadwalkan untuk memulainya pada Agustus mendatang.
Alex Soojung-Kim Pang, manajer program di 4 Day Week Global, kelompok kampanye di balik uji coba tersebut mengatakan, 4 hari kerja setiap minggu akan memberi perusahaan "lebih banyak waktu" mengatasi tantangan, bereksperimen dengan praktik baru, dan mengumpulkan data.
Organisasi yang lebih kecil harusnya lebih mudah beradaptasi karena mereka bisa membuat perubahan besar dengan lebih mudah, kata Pang seperti dikutip France24.
Baca Juga: Belgia Izinkan 4 Hari Kerja Per Minggu untuk Dorong Fleksibilitas, Tertarik Bekerja di Sana?
Pressure Drop yang berbasis di Tottenham Hale, berharap eksperimen ini tidak hanya akan meningkatkan produktivitas karyawan tetapi juga kesejahteraan mereka.
Pada saat yang sama, 4 hari kerja setiap minggu dipandang akan mengurangi jejak karbon mereka.
Royal Society of Biology, peserta lain dalam uji coba, mengatakan ingin memberi karyawan "lebih banyak otonomi atas waktu dan pola kerja mereka."
Kedua lembaga yang mengikuti uji coba itu berharap minggu kerja yang lebih pendek dapat membantu mereka mempertahankan karyawan pada saat bisnis Inggris dihadapkan dengan kekurangan staf yang parah, dan lowongan pekerjaan mencapai rekor 1,3 juta.
Salah satu pendiri Pressure Drop, Sam Smith, mengatakan cara kerja yang baru akan menjadi proses pembelajaran.
"Akan sulit bagi perusahaan seperti kami yang harus terus berjalan sepanjang waktu, tetapi itulah yang akan kami uji coba dalam uji coba ini," katanya.
Smith sedang mempertimbangkan untuk memberikan hari libur yang berbeda dalam seminggu kepada karyawannya dan menempatkan mereka ke dalam dua tim untuk menjaga tempat pembuatan bir tetap berfungsi.
Baca Juga: Uni Emirat Arab Pangkas Hari Kerja Jadi 4,5 Hari, Libur Jadi Jumat Sore - Minggu
Ketika Unilever menguji coba minggu kerja yang lebih pendek untuk 81 karyawannya di Selandia Baru, perusahaan tersebut dapat melakukannya hanya karena tidak ada manufaktur yang dilakukan di kantornya di Auckland dan semua staf bekerja di bagian penjualan atau pemasaran.
Industri jasa memainkan peran besar dalam perekonomian Inggris, memberikan kontribusi 80 persen terhadap PDB negara.
Oleh karena itu, minggu kerja yang lebih pendek lebih mudah diadopsi, kata Jonathan Boys, seorang ekonom tenaga kerja di Chartered Institute of Personnel and Development.
Tapi untuk sektor seperti ritel, makanan dan minuman, kesehatan dan pendidikan, itu lebih bermasalah.
Boys mengatakan, tantangan terbesar adalah bagaimana mengukur produktivitas, terutama dalam ekonomi di mana banyak pekerjaan bersifat kualitatif, dibandingkan dengan di pabrik.
Memang karena gaji akan tetap sama dalam uji coba ini, agar perusahaan tidak rugi, karyawan dalam 4 hari kerja harus seproduktif seperti saat mereka bekerja lima hari setiap minggu.
Namun Aidan Harper, penulis The Case for a Four Day Week, mengatakan negara-negara yang bekerja dengan jam kerja lebih sedikit cenderung memiliki produktivitas yang lebih tinggi.
Baca Juga: Jepang Usulkan Empat Hari Kerja dalam Sepekan, Demi Seimbangkan Kehidupan Pribadi dan Pekerjaan
"Denmark, Swedia, Belanda bekerja lebih sedikit daripada Inggris, namun memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi," kata Harper seperti dikutip France24.
"Di Eropa, Yunani bekerja lebih lama dari siapa pun, namun memiliki tingkat produktivitas terendah."
Karyawan di Inggris bekerja kira-kira 36,5 jam setiap minggu, dibandingkan rekan-rekan mereka di Yunani yang bekerja lebih dari 40 jam, menurut perusahaan database, Statista.
Phil McParlane, pendiri perusahaan rekrutmen 4dayweek.io yang berbasis di Glasgow, mengatakan menawarkan minggu kerja yang lebih pendek adalah solusi win-win atau sama-sama bermanfaat, dan bahkan menyebutnya "rekrutmen berkekuatan super".
Perusahaannya hanya mengiklankan empat hari seminggu dan pekerjaan yang fleksibel.
Mereka melihat jumlah perusahaan yang ingin merekrut melalui platform itu meningkat dari 30 menjadi 120 perusahaan dalam dua tahun terakhir karena banyak pekerja mempertimbangkan kembali prioritas dan keseimbangan kehidupan kerja mereka di tengah pandemi.
Sumber : Kompas TV/France24
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.