JAKARTA, KOMPAS.TV - Tahun 1912, Maharaja Sir Bhupendra Sing Bahadur, menjadi penguasa negara bagian Patiala, negara bagian terbesar di India.
Sang Maharaja bukan saja memerintah wilayah yang luas, namun juga memiliki kekayaan yang tak terhitung. Dialah pemilik 20 Rolls Royce yang paling besar di dunia, 1.001 berlian biru dan putih yang memenuhi tubuhnya. Dia juga pemilik berlian De Beers, satu dari tujuh berlian terbesar di dunia.
Mengutip Majalah Intisari terbitan Maret 1976, sang Maharaja pernah terlibat dalam perkara kriminal dengan motif asmara. Yakni ketika sang Maharaja kepincut Dalip Kaur, yang baru saja menikah dengan Lall Singh. Lall Singh adalah saudara sepupu dari Menteri Dalam Negeri Gurnam Singh.
Tak lama setelah menikah, sang Maharaja mengundang Dalip Kaur ke ruang pribadinya di istana. Sejak pandangan pertama, sang Maharaja sudah jatuh cinta. Dia pun menjadi sering mengundang Dalip Kaur untuk berbagai urusan.
Lama-kelamaan, hasrat untuk memperistri Dalip Kaur semakin tak terbendung, meski sang Maharaja sudah memiliki istri dan sejumlah selir. Tetapi, raja adalah penguasa yang tak boleh ditolak keinginannya. Biasanya, maharaja akan memberikan intan dan permata kepada suami yang istrinya akan "direbut".
Namun cara itu rupanya tak mempan bagi Lall Singh. Dia masih memiliki harga diri.
Berbagai cara dicoba, termasuk mendekati sang Perdana Menteri, agar membujuk Lall Singh menceraikan istrinya.
Namun, Lall Sing yang masih pengantin baru itu menjawab bujukan sang perdana menteri, "Kalau kelak maharaja jatuh cinta kepada istri Anda, apakah Anda setuju untuk menceraikan istri Anda?"
Sang Perdana Menteri pun diam seribu bahasa.
Tak ada jalan lain, Maharaja akhirnya benar-benar menikahi Dalip Kaur meski masih berstatus istri Lall Singh. Tak tinggal diam, Lall Singh melapor kepada pemerintah Inggris yang kala itu menjajah India dan Pakistan.
Baca Juga: PM India Narendra Modi Bertemu Presiden Prancis Emmanuel Macron di Paris, Diskusikan Ukraina
Tak ingin keburukannya terungkap, Maharaja makin kalap. Dia pun mendekati superintenden polisi Patiala Nanak Singh. Dalam obrolan singkat, Maharaja mengungkapkan maksudnya. Selama Lall Singh masih hidup, sang maharaja tidak tenang.
"Karena kedudukan Paduka yang mulia begitu tinggi, maka bahayanya juga sangat besar," kata Nanak Singh. Sang Maharaja tak peduli. Nanak Singh tak bisa menolak. Keduanya sepakat menyingkirkan Lall Singh.
Tak berapa lama, Maharaja menyuruh orang mengambil buku ceknya dan memberikan 7.000 rupe kepada Nanak Singh dan dua pistol bagi calon pembunuh. Dua calon pembunuh disiapkan: Ujagar Singh yang menjadi orang buangan dan Ghandur Singh yang tak lain sahabat Lall Singh.
Setelah rencana disusun, sang Maharaja terbang ke Eropa untuk menghadiri konferensi mengenai peperangan.
Proses eksekusi berjalan tanpa hambatan, sebab Ghandur Singh sudah mengenal calon korban. Pada 28 Maret 1919 kira-kira pukul 9.00 malam, Ghandur menelepon Lall Singh untuk bertemu. Tanpa curiga, Lall Singh mengajak bertemu di taman milik Ghurnam Singh yang lebat ditumbuhi banyak pepohonan.
Di balik pepohonan yang gelap, kepala Lall Singh dipukul. Saat berontak, empat peluru bersarang di tubuhnya, dua di kepala dan dua di dada. Ghandur yang lama menjadi sahabat Lall Singh, malam itu benar-benar jadi pengkhianat berdarah dingin.
Malam itu juga mayat Lall dibawa ke sebuah desa di Kardar dan dibakar di tengah perjalanan.
Dalip Kaur pun resmi menjadi seorang maharani.
Berita kehilangan Lall Singh segera menyebar. Nanak Singh sebagai kepala polisi mendapat laporan. Namun sebagai yang mengetahu peristiwa, dia dipanggil oleh Perdana Menteri ke rumahnya dan diberi uang 50 ribu rupe dan kenaikan pangkat menjadi Inspektur Jenderal Polisi. Syaratnya, harus menulis laporan bahwa tidak ada keterlibatan sang Maharaja.
Nanak Singh rupanya kali ini menolak, dengan alasan tidak ingin membuat kejahatan baru. Hubungan antara kepala polisi dan perdana menteri ini pun kemudian renggang.
Sementara itu, pemerintah Inggris langsung melakukan penyelidikan. Pada saat yang bersamaan, Maharaja pulang dari Eropa. Penyelidikan kasus ini dipimpin oleh Inspektur Jenderal Polisi Tara Chand.
Para pembunuh memang dibawa ke pengadilan. Ghandur Singh dan Nanak Singh dinyatakan bersalah dan dihukum seumur hidup.
Setelah 10 tahun berlalu, kasus ini berlalu bagai angin. Posisi Patiala makin memegang peran penting di India. Pada 1926, Maharaja ditunjuk menjadi Ketua Dewan Pangeran-Pangeran.
Baca Juga: Polisi India Diduga Perkosa Korban Pemerkosaan yang Melapor Kepadanya
Sementara itu, Ghandur Singh dibebaskan dan sialnya, Nanak Singh tetap mendekam di penjara.
Pada 1929, arwah Lall Singh masih menghantui. Kali ini, dalam sidang Indian State People di Bombay, di bagian salinan dari 10 saksi orang Patiala menyebut keterlibatan Maharaja. Dalam dokumen yang juga diserahkan kepada Viceroy (Gubernur Jenderal), bukan saja diungkap keterlibatan dalam pembunuhan Lall Singh, tetapi juga kejahatan-kejahatan lain.
Namun pada 30 Mei 1930, Maharaja menulis surat kepada Viceroy yang menyangkal semua keterlibatannya. Dia menyatakan telah difitnah. Nasib Maharaja lebih baik, dia bahkan dipercaya oleh pemerintah Inggris di India untuk membentuk panitia penyelidikan.
Namun, Maharaja harus mengeluarkan banyak uang untuk menutup mulut orang-orang yang akan bersaksi dan membayar para pengacara.
Lalu bagaimana dengan Superintendan Polisi Nanak Singh yang menjadi saksi kunci?
Maharaja kembali memainkan kemampuannya. Dia mengatur agar Nanak Singh dibawa ke rumah sakit dan dari sana dia kabur menuju Amritsar agar tidak bersaksi di depan panitia penyelidikan. Untuk itu, Maharaja harus merogoh kocek hingga 50 ribu rupe.
Itulah sekelumit kisah tentang sang Maharaja dari India, yang membunuh demi merebut perempuan pujaan hati.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.