LONDON, KOMPAS.TV — Organisasi Kesehatan Dunia WHO memperkirakan hampir 15 juta orang tewas baik oleh virus corona atau oleh dampaknya pada sistem kesehatan yang kewalahan dalam dua tahun terakhir. Angka itu, lebih dari dua kali lipat jumlah kematian resmi 6 juta, seperti yang dilaporkan oleh Associated Press, Kamis (5/5/2022).
Sebagian besar korban tewas berada di Asia Tenggara, Eropa dan Amerika.
Dalam sebuah laporan yang dirilis hari Kamis, Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, menggambarkan angka itu membuat kita "tersadar," seraya mengatakan temuan harus mendorong negara-negara untuk berinvestasi lebih banyak dalam kapasitas mereka untuk memadamkan keadaan darurat kesehatan di masa depan.
Para ilmuwan yang ditugaskan oleh WHO untuk menghitung jumlah sebenarnya kematian akibat Covid-19 antara Januari 2020 dan akhir tahun lalu memperkirakan ada antara 13,3 juta dan 16,6 juta kematian.
Penyebab kematian baik secara langsung oleh virus corona atau dikaitkan dengan dampak pandemi pada sistem kesehatan, seperti penderita kanker yang tidak dapat berobat ketika rumah sakit penuh dengan pasien Covid-19.
Angka-angka ini didasarkan pada data yang dilaporkan negara dan pemodelan statistik. WHO tidak segera merinci angka untuk membedakan antara kematian langsung akibat Covid-19 dan lainnya yang disebabkan oleh pandemi.
“Ini mungkin tampak seperti latihan menghitung kacang, tetapi angka temuan WHO ini sangat penting untuk kita memahami bagaimana harus memerangi pandemi di masa depan dan (bagaimana) terus menanggapi pandemi saat ini,” kata Albert Ko, spesialis penyakit menular di Yale School of Public Health yang tidak terkait dengan penelitian WHO.
Baca Juga: WHO Sebut Omicron Varian BA.4 dan BA.5 Jadi Penyebab Lonjakan Penularan Covid-19 di Afrika Selatan
Misalnya, kata Ko, keputusan Korea Selatan untuk berinvestasi besar-besaran dalam kesehatan masyarakat setelah menderita wabah MERS yang parah memungkinkannya untuk keluar dari Covid-19 dengan tingkat kematian per kapita sekitar seperdua puluh dari Amerika Serikat.
Angka akurat tentang kematian akibat Covid-19 menjadi masalah selama pandemi, karena angka tersebut hanya sebagian kecil dari kehancuran yang ditimbulkan oleh virus Corona, sebagian besar karena pengujian yang terbatas dan perbedaan dalam cara negara menghitung kematian akibat Covid-19.
Menurut angka pemerintah yang dilaporkan ke WHO dan hitungan terpisah yang disimpan oleh Universitas Johns Hopkins, ada lebih dari 6 juta kematian akibat virus corona yang dilaporkan hingga saat ini.
Para ilmuwan di Institute of Health Metrics and Evaluation di University of Washington menduga ada lebih dari 18 juta kematian akibat Covid-19 dari Januari 2020 hingga Desember 2021. Angka itu didapat dari penelitian baru-baru ini yang diterbitkan dalam jurnal Lancet
Tim yang dipimpin oleh para peneliti Kanada memperkirakan jumlah sebenarnya dari kematian akibat Covid-19 di India ada lebih banyak lagi, diperkirakan ada 3 juta kematian akibat virus corona yang tak terhitung di India saja.
Beberapa negara, termasuk India, memperdebatkan metodologi WHO untuk menghitung kematian akibat Covid-19, dan menolak gagasan ada lebih banyak kematian daripada yang dihitung secara resmi.
Awal pekan ini, pemerintah India merilis angka baru yang menunjukkan ada 474.806 kematian lebih banyak pada tahun 2020 dibandingkan dengan tahun sebelumnya, namun tidak mengatakan berapa banyak yang terkait dengan pandemi.
India tidak merilis perkiraan kematian untuk tahun 2021, ketika varian delta yang sangat menular menyapu negara itu, menewaskan ribuan orang.
Baca Juga: WHO: Covid-19 Terus Menurun, Kecuali di Amerika dan Afrika
Albert Ko dari Yale School of Public Health mengatakan angka yang lebih baik dari WHO mungkin juga menjelaskan beberapa misteri yang masih ada tentang pandemi, seperti mengapa Afrika tampaknya menjadi salah satu yang paling sedikit terkena virus, meskipun tingkat vaksinasinya rendah.
“Apakah angka kematian begitu rendah karena kita tidak dapat menghitung kematian atau adakah faktor lain yang menjelaskan hal itu?” katanya, menambahkan jumlah kematian di negara-negara kaya seperti Inggris dan Amerika Serikat membuktikan sumber daya saja tidak cukup untuk menahan wabah global.
Bharat Pankhania, seorang spesialis kesehatan masyarakat di Universitas Exeter Inggris, mengatakan kita mungkin tidak akan pernah mendekati jumlah sebenarnya dari Covid-19, terutama di negara-negara miskin.
“Ketika Anda memiliki wabah besar di mana orang mati di jalanan karena kekurangan oksigen, mayat ditinggalkan atau orang harus dikremasi dengan cepat karena kepercayaan budaya, kita akhirnya tidak pernah tahu berapa banyak orang yang meninggal,” jelasnya. .
Meskipun Pankhania mengatakan perkiraan jumlah kematian akibat Covid-19 saat ini masih kecil dibandingkan dengan pandemi flu Spanyol 1918, ketika para ahli memperkirakan hingga 100 juta orang meninggal, Pankhania mengatakan fakta bahwa begitu banyak orang meninggal meskipun ada kemajuan pengobatan modern, termasuk vaksin, menurutnya, sungguh memalukan.
Dia juga memperingatkan biaya Covid-19 bisa jauh lebih merusak dalam jangka panjang, mengingat meningkatnya beban Covid-19 yang berkepanjangan.
"Dengan flu Spanyol, ada flu dan kemudian ada beberapa penyakit (paru-paru) yang diderita orang, tetapi itu saja," katanya. “Tidak ada kondisi imunologis yang bertahan lama seperti yang kita lihat sekarang dengan COVID,” katanya.
“Kami tidak tahu sejauh mana orang dengan Covid-19 yang berkepanjangan akan seberapa singkat hidupnya dan apakah mereka akan memiliki infeksi berulang yang akan menyebabkan lebih banyak masalah bagi mereka.”
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.