Dia berfokus pada daya beli konsumen sambil berdiri teguh pada isu-isu simbolis yang mendefinisikan sayap kanan, seperti imigrasi, keamanan, identitas nasional dan kedaulatan.
Untuk melunakkan pukulan kenaikan harga, Le Pen ingin memangkas pajak tagihan energi dari 20 persen menjadi 5,5 persen dan berjanji mengembalikan 150-200 euro per bulan ke kantong konsumen.
Macron, mantan menteri ekonomi dan bankir Prancis, menganggap langkah-langkah seperti itu salah arah dan tidak layak secara ekonomi.
Le Pen menegaskan agendanya membahas "Prancis yang terlupakan" yang selama ini diabaikan Macron.
Le pen mengusulkan sebuah "revolusi referendum" sebagai inti dari rencananya untuk membantu menyembuhkan "keretakan demokrasi" yang menurutnya menyebabkan rendahnya jumlah pemilih dalam pemilihan Prancis baru-baru ini dan meningkatnya perselisihan sosial.
Baca Juga: Kursi Presiden Prancis Sengit Diperebutkan, Ternyata Ini Kerja dan Wewenangnya
Undang-undang dapat disahkan melalui referendum, melewati anggota parlemen terpilih, setelah para pendukung mengumpulkan tanda tangan dari 500.000 pemilih yang memenuhi syarat.
Itu adalah tuntutan dari gerakan “rompi kuning” yang terkadang penuh kekerasan yang menantang kepresidenan Macron dua tahun lalu.
“Selama mandat saya, saya mengandalkan konsultasi kepada satu-satunya ahli yang tidak pernah dikonsultasikan oleh Emmanuel Macron, yaitu rakyat Prancis,” kata Le Pen bulan ini.
Tapi ada halangan.
Konstitusi Prancis perlu direvisi untuk memberi warga negara suara langsung dalam pembuatan undang-undang. Itu juga perlu diubah demi tujuan utama Le Pen lainnya: memberikan "preferensi nasional" untuk perumahan negara dan tunjangan pekerjaan kepada warga negara Prancis ketimbang orang asing.
Macron gagal dalam upayanya sendiri untuk mengubah konstitusi, sebuah proses rumit yang membutuhkan dukungan dari kedua majelis parlemen.
Le Pen ingin menghindarinya dengan menggunakan pasal khusus dalam konstitusi seperti yang dilakukan Jenderal Charles de Gaulle pada tahun 1962 untuk memungkinkan hak pilih universal langsung.
“Dia ingin mendinamit demokrasi liberal dengan menggunakan rakyat,” tulis empat profesor hukum tata negara dalam surat kabar Le Monde.
Baca Juga: Begini Sengitnya Persaingan Menuju Putaran 2 Pemilu Memperebutkan Kursi Presiden Prancis
Le Pen akan menggunakan referendum untuk item lain dalam paket kontroversial yang dia usung, di antaranya menghentikan "imigrasi yang tidak terkendali."
Ini termasuk menangani permintaan suaka di luar negeri, bukan di Prancis, dan “secara sistematis” mengusir migran tanpa surat izin tinggal, antara lain; dan mengakhiri kewarganegaraan otomatis bagi mereka yang lahir di Prancis dari orang tua asing.
Le Pen juga akan mengembalikan seragam di semua sekolah, dan memperkuat wewenang polisi.
Le Pen menyebut jilbab muslim sebagai "seragam Islamis" dan mengusulkan larangan memakainya di tempat umum.
Macron mengatakan dalam debat pada Rabu (20/4/2022) malam, larangan semacam itu dapat menyebabkan “perang saudara” di negara yang memiliki populasi muslim terbesar di Eropa Barat.
Tapi seorang perempuan tua berjilbab biru-putih menghadapi Le Pen minggu lalu di kota selatan Pertuis yang mungkin telah merusak rencananya.
“Apa yang dilakukan jilbab dalam politik?” tanyanya pada Le Pen.
Setelah penolakan oleh perempuan itu, pejabat partai Le Pen bergerak untuk memperbaiki citranya dengan mengatakan bahwa pelarangan jilbab di jalan-jalan akan menjadi progresif dan tidak menargetkan "nenek berusia 70 tahun."
Le Pen, bagaimanapun, mengatakan pada Jumat (22/4/2022) di radio Europe 1 bahwa "peran seorang nenek adalah melindungi cucu perempuan kecil mereka, dan saya meminta mereka untuk membantu saya."
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.