BERLIN, KOMPAS.TV - Kanselir Jerman Olaf Scholz pada Rabu (13/4/2022) mengaku jengkel kepada Kiev karena menolak kunjungan Presiden Jerman ke Ukraina.
Hal itu dianggap sebagai penghinaan yang mengacak-acak kiprah diplomasi Jerman saat Ukraina berupaya mencari lebih banyak senjata dari Berlin, seperti laporan Straits Times, Kamis (14/4/2022).
Kantor kepresidenan Ukraina malah mengatakan ingin kanselir Jerman Olaf Scholz yang datang ke Kyiv atau Kiev.
Namun, Scholz memberi indikasi dia tidak punya rencana untuk berkunjung dalam waktu dekat.
Ditanya oleh radio publik RBB kapan dia akan mengikuti jejak para pemimpin Uni Eropa lainnya dan melakukan perjalanan ke Kyiv, Scholz menghindari pertanyaan itu dan menekankan panggilan teleponnya yang "sangat sering" dengan Presiden Volodymyr Zelensky.
Berlin mengerutkan alis atas pernyataan Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier pada Selasa (12/4/2022) bahwa dirinya menawarkan untuk mengunjungi Ukraina.
Namun, Kiev mengatakan bahwa dia "tidak diinginkan" untuk datang ke Kiev.
Langkah melawan Steinmeier, mantan menteri luar negeri yang baru-baru ini mengakui "kesalahan" dalam sikap yang terlalu berdamai terhadap Moskow di masa lalu, secara luas dilihat sebagai penghinaan diplomatik terhadap Jerman.
Scholz mengatakan, dia "jengkel, untuk membuatnya terdengar lebih sopan", seraya mencatat Steinmeier sangat mengutuk agresi Rusia.
"Akan baik untuk menerimanya," kata Scholz saat berbicara dengan Radio RBB.
Baca Juga: Rusia Incar Donbass, Jerman: Ukraina Butuh Lebih Banyak Bantuan Persenjataan Berat
Penasihat presiden Ukraina Oleksiy Arestovych mengatakan kepada televisi publik Jerman pada Rabu, Zelensky tidak bermaksud menyinggung Berlin.
"Saya pikir argumen utamanya berbeda - presiden kami mengharapkan kanselir agar dia (Scholz) dapat mengambil keputusan praktis langsung, termasuk pengiriman senjata," katanya kepada penyiar ZDF.
Presiden Jerman memiliki peran seremonial, sedangkan kanselir mengepalai pemerintahan.
Pertengkaran itu terjadi saat Scholz menghadapi tekanan yang semakin besar untuk meningkatkan dukungan bagi Ukraina dalam menghadapi serangan Rusia yang berlangsung tujuh minggu dan merenggut nyawa warga sipil.
Arestovych mengatakan, nasib kota pelabuhan strategis Mariupol dan penduduk sipil Ukraina timur "tergantung pada senjata Jerman yang bisa kita dapatkan", tetapi itu belum dijanjikan.
Waktu sangat penting karena "setiap menit tank tidak datang... anak-anak kita yang sekarat, diperkosa, dibunuh," klaim Arestovych.
Kalangan politik Jerman "melihat gambaran mengerikan" dari perang yang katanya mengingatkan kehancuran Berlin pada 1945. Apa yang dilakukan tentara Rusia di Ukraina "tidak berbeda".
Baca Juga: Jerman Usir 40 Diplomat Rusia Imbas Temuan Terbunuhnya Warga Sipil Sekitar Ibu Kota Ukraina
Scholz, seperti Steinmeier dari kubu Sosial Demokrat, awalnya menanggapi serangan Rusia dengan menjanjikan perubahan dramatis dalam pertahanan Jerman dan kebijakan luar negeri termasuk peningkatan besar-besaran dalam pengeluaran militer.
Tapi dia sejauh ini menolak, terutama karena alasan sejarah, untuk mengirim senjata berat ke Ukraina.
Jerman sampai sekarang mengirim senjata pertahanan termasuk senjata anti-tank, peluncur rudal dan rudal permukaan-ke-udara sebagai tanggapan atas konflik tersebut.
Sikap tersebut mempertajam ketegangan di dalam pemerintahan Scholz, dengan para menteri dari partai Hijau yang memerintah bersama, mendesak pengiriman senjata tambahan.
"Hanya ada satu orang yang bisa menunjukkan jalannya dan itu adalah Kanselir Olaf Scholz," kata Marie-Agnes Strack-Zimmermann, kepala komite pertahanan di majelis rendah parlemen Jerman dan wakil terkemuka dari Partai Demokrat Bebas, pihak ketiga dalam koalisi Scholz.
Namun, anggota Sosial Demokrat menunjukkan penentangan mereka untuk meningkatkan pasokan senjata ke Ukraina, sambil memperingatkan eskalasi yang akan makin parah dan tidak terkendali.
"Jika kami mengirimkan senjata berat, maka kami dengan cepat menghadapi pertanyaan apakah tim pelatihan Jerman atau sukarelawan dari Jerman untuk menjalankan sistem senjata itu diperlukan," kata anggota parlemen Joe Weingarten kepada harian Die Welt.
Sumber : Kompas TV/Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.