LONDON/STOCKHOLM, KOMPAS.TV - Eropa melakukan pertaruhan besar saat mereka berupaya melarang impor batu bara Rusia. Pasalnya, larangan impor batu bara itu berpotensi membuat Uni Eropa rentan terhadap kekurangan energi dan pemadaman bergilir, sementara seluruh dunia menghadapi lonjakan harga.
Bloomberg melaporkan pada Rabu (6/4/2022), Rusia adalah pemasok batu bara termal terbesar Eropa untuk bahan bakar pembangkit listrik. Saat Uni Eropa bergabung dengan Amerika Serikat (AS) mengambil sikap yang lebih keras terhadap serangan Rusia atas Ukraina, Eropa menyusun rencana untuk menghentikan pengiriman batu bara dari Rusia.
Masalahnya, tidak ada alternatif yang jelas untuk perdagangan besar itu. Sementara, hasilnya tampaknya akan mengarah pada efek domino yang menciptakan perebutan bahan bakar global yang gila-gilaan.
Harga melonjak di pasar yang telah ketat selama berbulan-bulan. Harga batu bara Eropa melonjak 14 persen ke level tertinggi selama tiga minggu pada Selasa (5/4/2022). Ini terjadi menyusul berita tentang larangan yang diusulkan, dengan kontrak berjangka berlipat ganda sejak awal tahun.
Patokan Asia mencapai level tertinggi sepanjang masa pada bulan Maret. Sementara di AS, harga batu bara mencapai 100 dolar AS per ton minggu lalu, untuk pertama kalinya dalam 13 tahun.
"Sanksi yang diusulkan akan menghancurkan impor batu bara Eropa," kata Fabian Ronningen, analis konsultan Norwegia Rystad Energy. “Beberapa batu bara dapat dipasok dari pasar lain, tetapi secara umum, pasar batu bara global juga sangat ketat.”
Sekarang, pembeli Eropa harus mencari di tempat lain, merentangkan pasokan dari negara-negara jauh seperti Afrika Selatan, Australia, dan Indonesia, di mana kualitasnya bervariasi.
Penambang di Indonesia, pengirim batu bara terbesar dunia untuk pembangkit listrik, telah didekati oleh beberapa pembeli potensial dari negara-negara Eropa. Ini termasuk Italia, Spanyol, Polandia, dan Jerman, kata Hendra Sinadia, direktur eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia.
Baca Juga: Uni Eropa Siapkan Sanksi Baru Berupa Larangan Impor Batu Bara Rusia
Bukan hanya persediaan yang terbatas. Ada juga komplikasi logistik ketika harus segera beralih ke sumber baru. Kedekatan Rusia dengan Eropa lama menjadi salah satu keuntungan di pasar yang bergantung pada pengiriman kargo berat yang memakan waktu berhari-hari.
Prospek meningkatnya permintaan pasokan selain Rusia mengirim saham perusahaan batu bara Australia melonjak tinggi pada Rabu (6/4).
"Batu bara Rusia jaraknya yang paling dekat, termurah dan di beberapa pasar seperti Jerman, punya spesifikasi yang paling sesuai, dalam hal kandungan panas dan belerang untuk memberi daya pada stasiun-stasiun pembangkin listrik Eropa," kata Jake Horslen, seorang analis di S&P Commodities Insights.
"Larangan Uni Eropa akan menimbulkan tantangan signifikan bagi pembeli yang perlu mencari alternatif," katanya.
Dalam jangka panjang, prospeknya tidak bagus untuk batu bara, yang merupakan bahan bakar fosil paling kotor. Tetapi saat ini, pasar sedang booming karena Eropa menghadapi krisis pasokan gas alam dan lonjakan konsumsi bahan bakar dalam pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19
Emisi karbon global dari sektor listrik melonjak ke rekor tahun lalu, sebagian didorong oleh lebih banyak pembakaran batu bara, menurut lembaga think tank Ember.
Meningkatkan produksi batubara untuk memenuhi permintaan merupakan tantangan. Pasar dilanda gangguan suplai lewat perkeretaapian, wabah Covid-19, bahkan larangan ekspor sementara dari Indonesia, eksportir terbesar dunia.
"Gangguan pasokan batu bara Rusia hanyalah yang terbaru dalam gelombang masalah pasokan yang mengganggu pasar sejak awal tahun lalu," tulis analis Bank of America dalam sebuah catatan bulan ini.
Baca Juga: Zelensky Ungkap Sanksi ke Rusia Lemahkan Moskow, Tapi Minta yang Berikutnya Lebih Keras Lagi
Sanksi apa pun terhadap batu bara Rusia akan menekan pasokan Eropa yang sudah tegang. Batu bara yang disimpan di pelabuhan Amsterdam, Rotterdam dan Antwerpen tetap pada level terendah untuk musim ini setidaknya dalam enam tahun, menurut survei stok mingguan oleh Argus Media.
Eropa membeli dua jenis batu bara dari Rusia, yakni termal yang dibakar oleh pembangkit listrik, dan metalurgi yang digunakan dalam pembuatan baja.
Porsi Rusia dari impor batu bara termal Uni Eropa hampir 70 persen, dengan Jerman dan Polandia sangat bergantung pada batu bara Rusia.
Eropa semakin bergantung pada Rusia karena produksinya sendiri menurun. Pada tahun 2020, Eropa mendapat 57 juta ton batu bara termal dari Rusia, sebagian besar impor, menurut Badan Energi Internasional.
Perusahaan energi Jerman EnBW Energie Baden-Wuerttemberg mengatakan, bulan lalu mereka mulai mendiversifikasi pengadaan batu baranya untuk mengurangi ketergantungan pada Rusia dan peralihan penuh hanya akan mungkin dalam jangka menengah.
Perusahaan itu, yang mengandalkan Rusia untuk lebih dari 80 persen batu baranya tahun lalu, juga mengatakan pengadaan bahan bakar di negara-negara termasuk Australia dan Afrika Selatan akan lebih mahal.
Sementara AS melangkah untuk membantu menghentikan Eropa dari gas Rusia, AS tidak mungkin dapat melakukan hal yang sama dengan batu bara.
Baca Juga: Uni Eropa Tekan China Dukung Kebijakan soal Ukraina, Minta Jangan Ikut Campur Sanksi ke Rusia
Penambang menjual sebagian besar hasil mereka di bawah kontrak jangka panjang dan tidak dapat meningkatkan produksi karena mereka telah menutup tambang selama bertahun-tahun terakhir.
Masalah-masalah tersebut diperburuk oleh kekurangan pekerja dan tantangan logistik yang mempersulit untuk mendapatkan lebih banyak produk dari tambang ke pelabuhan.
"Ada banyak permintaan untuk ekspor dari AS, tetapi sulit untuk mengeluarkannya dari negara itu," kata Andrew Blumenfeld, direktur analisis data untuk perusahaan riset pasar McCloskey.
Ada juga kemungkinan batu bara Rusia akan terdampar.
Sebagian besar pasokan Rusia ditambang di Siberia dan dikirim dengan kereta api ke pelabuhan Baltik dan Laut Hitam.
Moskow kemungkinan akan kerepotan memindahkan jumlah yang signifikan ke pelabuhan Pasifik mengingat keterbatasan kapasitas kereta api, kata analis Morgan Stanley dalam sebuah laporan pada hari Selasa.
"Kami pikir pasar sedang menghadapi teka-teki yang rumit, dan kami berharap beberapa ekspor Rusia bisa hilang karena tantangan logistik," kata bank tersebut, memperkirakan sekitar 30 juta ton batubara Rusia bisa terdampar.
Baca Juga: Putin: 'Negara-Negara Tak Bersahabat' Bisa Beli Gas Alam Rusia Pakai Rubel dengan Akun Khusus
Tetapi bahkan sebelum sanksi potensial, perusahaan energi Eropa sudah berjuang untuk mendapatkan pasokan Rusia.
Banyak bank menolak untuk membiayai perdagangan komoditas, memaksa beberapa penyedia energi terbesar di benua itu untuk membeli batu bara di Afrika Selatan dan Australia.
Peningkatan ekspor dari negara-negara seperti Indonesia “dapat membantu mengimbangi tonase yang hilang dari Rusia”, kata analis Bank of America sambil memperingatkan bahwa “itu tidak akan menggantikan perbedaan kualitas”.
"Dengan banyaknya masalah pasokan, pasar harus menyeimbangkan melalui penghancuran permintaan," kata para analis.
Tetapi, hal itu lebih mudah diucapkan daripada dilakukan, terutama mengingat masalah yang lebih besar untuk pasokan energi di Eropa yang telah menggaung di seluruh dunia.
Pasar yang ketat untuk gas alam menciptakan kekurangan energi pada saat sumber energi angin dan air atau hidro tidak dapat diandalkan di beberapa daerah.
Eropa dan Asia menjadi yang terburuk, dengan pasar yang meroket, pemadaman listrik di tempat-tempat seperti India, kekurangan listrik di China, dan ancaman pemadaman listrik di negara lain. Harga energi juga melonjak di AS, meskipun tidak sampai ke titik ekstrem yang sama.
Baca Juga: Belarusia Bayar Impor Gas Pakai Rubel Rusia Mulai Tahun Ini, Ingin Keluar dari Hegemoni Dolar
Sementara itu, beberapa analis memberikan pandangan kritis pada ketergantungan beberapa negara Eropa pada Rusia bahkan sebelum perang saat ini di Ukraina.
Gabungan Jerman, Belanda, Turki, dan Polandia menerima hampir seperempat dari semua ekspor batu bara Rusia pada tahun 2021, menurut data Administrasi Informasi Energi AS.
Sekitar 10 persen listrik Jerman dihasilkan dengan membakar batu bara keras, tak seperti negara tetangganya, Prancis, yang hanya memiliki sedikit tenaga nuklir sebagai opsi cadangan. Itu pun, pembangkit terakhir yang tersisa akan offline tahun ini sebagai bagian dari transisi ke energi yang lebih terbarukan.
Namun, Menteri Ekonomi Robert Habeck mengatakan, Jerman dapat melepaskan diri dari batu bara Rusia sebelum akhir tahun.
Ketergantungan pada energi Rusia secara lebih luas membatasi kemampuan Eropa untuk memberikan sanksi pada bahan bakar lain, menurut Thierry Bros, mantan analis energi yang sekarang menjadi profesor di Institut Studi Politik Paris.
"Karena hubungan Jerman dan Hungaria yang terlalu dekat dengan Rusia, kami terjebak dalam pelarangan hanya batu bara, yang merupakan langkah awal yang baik tetapi jauh dari cukup," kata Bros.
Sumber : Bloomberg/Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.