Konstitusi membatasi masa jabatan Conde selama dua periode. Namun, pada 2020, rezim Conde mengubah konstitusi untuk mengamankan periode jabatan ketiga. Tindakan ini memantik kontroversi dan protes besar-besaran.
Pilpres yang memperpanjang masa jabatan Conde diliputi kekerasan. Menurut laporan France24, kekerasan setelah hari pemilihan menewaskan setidaknya 10 orang.
Conde menangkapi tokoh-tokoh oposisi jelang periode ketiganya. Beberapa di antaranya mati di penjara.
Pada Agustus 2021, kebijakan Conde kembali menuai kontroversi ketika menaikkan pajak, memangkas anggaran polisi dan militer, serta menambah anggaran kantor presiden serta parlemen.
Periode ketiga Conde pun berlangsung singkat. Pada September 2021, militer yang dipimpin Kolonel Mamady Doumbouya melakukan kudeta. Conde ditangkap dan Doumbouya menjadi presiden interim hingga saat ini.
Presiden Pantai Gading Alassane Ouattara kini menjabat untuk periode ketiga melalui proses kontroversial. Ouattara mengamankan periode jabatan ketiga dalam pemilu 2020 yang diboikot berbagai pihak. Jumlah kehadiran pemilih dalam pilpres ini tak sampai 53,9 persen.
Ouattara pertama menjabat sebagai presiden Pantai Gading pada 2010. Konstitusi membatasinya menjabat hanya untuk dua periode.
Akan tetapi, pada 2020, setelah dua kali dipilih, Ouattara mengumumkan kehendaknya maju lagi sebagai calon presiden. Pengumuman ini memantik protes dari berbagai pihak.
Mahkamah Konstitusi Pantai Gading kemudian memutuskan majunya Ouattara dalam pilpres sah. Alasannya, Ouattara menjalani masa jabatan pertama di bawah konstitusi 2000.
Konstitusi Pantai Gading diamandemen pada 2016. Pengadilan memutuskan Ouattara boleh maju karena masa jabatan pertama di bawah konstitusi lama tidak dihitung sebagai periode jabatan pertama sesuai konstitusi sekarang.
Baca Juga: Credit Suisse Tampung Rp1.430 T Dana Pencucian Uang Kartel Narkoba hingga Diktator
Kericuhan menyusul pilpres Pantai Gading pada 2020 membuat ribuan orang terpaksa mengungsi.
Sebelumnya, pada 2010, konflik politik yang ditimbulkan perselisihan Ouattara dengan mantan presiden Laurent Gbagbo memicu perang saudara yang membunuh sekitar 3.000 orang.
Konstitusi Indonesia secara tegas membatasi masa jabatan presiden selama dua periode sejak amandemen pada 1999. Namun, sejumlah elemen pendukung Jokowi menyuarakan amandemen konstitusi lagi untuk mengakomodasi perpanjangan masa jabatan presiden.
Selain amandemen konstitusi, wacana lain yang beredar adalah menunda pemilu 2024 sehingga masa jabatan Jokowi otomatis diperpanjang.
Ketika diminta menanggapi wacana perpanjangan masa jabatannya, Jokowi sendiri sebatas menyampaikan bahwa dia akan “taat konstitusi”.
“Konstitusi kita sudah jelas. Kita harus taat, harus patuh terhadap konstitusi, ya,” kata Jokowi dikutip Kontan, 30 Maret lalu.
Akan tetapi, pengamat menyebut pernyataan Jokowi itu “bersayap”. Managing Director Paramadina Public Policy Institute Khoirul Umam menilai pernyataan Jokowi mirip pernyataan Suharto saat hendak memperpanjang masa jabatannya.
"Statement itu jelas bersayap. Tidak ada indikasi political will dari presiden untuk secara lebih tegas dan lebih firmed (pasti) menolak wacana ini," kata Umam kepada Kompas.com, 30 Maret lalu.
Baca Juga: Amien Rais Sebut Pemerintahan Jokowi Idap Sindrom Narsistik Megalomania, Ini Kata Jubir Luhut
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.