KABUL, KOMPAS.TV - Taliban Afghanistan secara tak terduga memutuskan untuk membatalkan izin pembukaan kembali sekolah kepada anak perempuan, seperti dilaporkan Associated Press, Rabu (23/3/2022).
Keputusan mendadak tersebut langsung mendapat reaksi PBB.
Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan, perwakilan khusus PBB Deborah Lyons akan mencoba bertemu dengan Taliban pada Kamis (24/3/2022) untuk meminta mereka menarik kembali keputusan mereka yang membatalkan izin agar anak perempuan bisa kembali bersekolah.
Keputusan Taliban untuk tetap menutup sekolah bagi anak perempuan di atas kelas enam mengingkari janji dan dipandang sebagai keputusan menenangkan basis garis keras mereka dengan resiko semakin diasingkan oleh komunitas internasional.
Keputusan mengejutkan tersebut dipastikan akan mengganggu upaya Taliban untuk mendapatkan pengakuan dari donor internasional potensial pada saat negara itu terperosok dalam krisis kemanusiaan yang memburuk.
Komunitas internasional selama ini mendesak para pemimpin Taliban untuk membuka kembali sekolah dan memberi perempuan hak mereka atas ruang publik.
Pembalikan itu begitu tiba-tiba sehingga Kementerian Pendidikan terkaget-kaget pada Rabu (23/3/2022) karena keputusan itu bersamaan dengan awal tahun ajaran di seluruh negeri.
Beberapa anak perempuan di kelas yang lebih tinggi dilaporkan kembali ke sekolah, tetapi begitu tiba di sekolah langsung disuruh pulang.
Baca Juga: Taliban Jamin Siswi-Siswi SMA di Afghanistan Bisa Bersekolah Kembali Mulai Pekan Depan
Organisasi bantuan mengatakan, langkah itu memperburuk ketidakpastian seputar masa depan Afghanistan karena kepemimpinan Taliban tampaknya berjuang untuk mendapatkan pemahaman yang sama saat beralih dari bertempur menjadi pemerintah.
Keputusan itu juga terjadi saat kepemimpinan Taliban bersidang di Kandahar di tengah laporan kemungkinan reshuffle kabinet.
Perwakilan Khusus Amerika Serikat Thomas West mentweet, "keterkejutan dan kekecewaan dirinya yang mendalam" tentang keputusan itu.
Dia menyebutnya, "pengkhianatan terhadap komitmen publik kepada rakyat Afghanistan dan komunitas internasional."
West mengatakan, Taliban sebelumnya sudah menjelaskan bahwa semua warga Afghanistan memiliki hak atas pendidikan.
"Untuk itu demi masa depan negara dan hubungannya dengan masyarakat internasional, saya akan mendesak Taliban untuk memenuhi komitmen mereka kepada rakyatnya,” kata West.
Norwegian Relief Committee, yang menghabiskan sekitar 20 juta dollar AS per tahun untuk mendukung pendidikan dasar di Afghanistan, masih menunggu kabar resmi dari Taliban tentang pembatalan kelas untuk anak perempuan di atas kelas enam.
Berenice Van Dan Driessche, manajer advokasi Norwegian Relief Committee di Afghanistan mengatakan, perwakilan mereka pada Rabu malam belum mendapat kabar resmi tentang perubahan tersebut, dan mendapat informasi gadis-gadis di 11 provinsi tempat mereka bekerja telah hadir di sekolah untuk belajar tapi dipulangkan.
Staf komite di provinsi melaporkan banyak kekecewaan dan juga banyak rasa ketidakpastian tentang masa depan.
Baca Juga: PBB Resmi Jalin Hubungan Formal dengan Pemerintahan Afghanistan di Bawah Taliban
Di beberapa daerah, para guru mengatakan, mereka akan terus mengadakan kelas untuk anak perempuan sampai Taliban mengeluarkan perintah resmi.
Waheedullah Hashmi, pejabat untuk hubungan eksternal dan perwakilan donor dengan pemerintahan yang dipimpin Taliban mengatakan kepada The Associated Press keputusan itu dibuat pada Selasa malam.
“Kami tidak mengatakan mereka akan ditutup selamanya,” tambah Hashmi.
Awal pekan ini, Kementerian Pendidikan mengeluarkan pengumuman bahwa semua siswa diminta kembali ke sekolah ketika kelas dimulai pada Rabu (23/3/2022)
Pada Selasa, juru bicara kementerian pendidikan Mawlvi Aziz Ahmad Rayan mengatakan kepada AP semua anak perempuan akan diizinkan kembali ke sekolah, meskipun pemerintahan Taliban tidak akan memaksa anak perempuan kembali bersekolah, terutama di daerah-daerah di mana orang tua menentang atau di mana sekolah tidak dapat dipisahkan antara murid laki-laki dan perempuan.
Dia enggan memberikan rincian tetapi berjanji jika sekolah dapat memenuhi persyaratan ini, "tidak akan ada masalah bagi mereka" untuk memulai kelas untuk anak perempuan di kelas yang lebih tinggi.
Baca Juga: Taliban Ubah Bendera Afghanistan, Keluarkan Dekrit Larang Gunakan Bendera Tiga Warna
“Pada prinsipnya tidak ada masalah dari sisi kementerian, tapi seperti yang saya katakan, ini masalah sensitif dan masalah budaya,” tambahnya.
Keputusan untuk menunda kembalinya anak perempuan di tingkat kelas yang lebih tinggi untuk kembali bersekolah tampaknya merupakan konsesi bagi tulang punggung pedesaan dan kesukuan dari gerakan garis keras Taliban, yang di banyak daerah terpencil dan pedesaan enggan menyekolahkan anak perempuan mereka.
Keputusan itu juga datang ketika kepemimpinan gerakan dipanggil ke Kandahar selatan oleh pemimpin tertutup Taliban, Haibatullah Akhunzada, di tengah laporan perombakan Kabinet, menurut seorang pemimpin Afghanistan yang juga anggota dewan kepemimpinan.
Dia berbicara dengan syarat anonim karena tidak berwenang berbicara kepada media. Pejabat itu mengatakan ada kemungkinan beberapa posisi senior Kabinet akan berubah.
Sejak Taliban berkuasa pada Agustus 2021, ada laporan terus-menerus tentang perbedaan di antara para pemimpin senior Taliban.
Menurut laporan ini, banyak anggota garis keras bertentangan dengan mereka yang pragmatis dan ingin melihat keterlibatan yang lebih besar dengan dunia.
Di kubu pragmatis, mereka berpandangan untuk tetap setia pada keyakinan Islam mereka, namun ingin lebih lembut daripada ketika mereka terakhir memerintah Afghanistan tahun 2001, saat perempuan dilarang bekerja di luar rumah dan anak perempuan dilarang bersekolah, kata laporan itu.
Baca Juga: Memilukan, Warga Miskin Afghanistan Jual Ginjal untuk Menyambung Hidup Keluarga
Saat ini, anak perempuan dilarang bersekolah di luar kelas enam di sebagian besar negara itu sejak Taliban kembali berkuasa.
Universitas dibuka awal tahun ini di sebagian besar negara, tetapi sejak mengambil alih kekuasaan, dekrit Taliban tidak menentu.
Sementara beberapa provinsi terus memberikan pendidikan untuk semua, sebagian besar provinsi menutup lembaga pendidikan untuk anak dan remaja perempuan.
Di ibu kota Kabul, sekolah swasta dan universitas beroperasi tanpa gangguan.
Hashmi menuturkan, Taliban khawatir akan mengasingkan basis pedesaan mereka bila lanjut mengizinkan anak perempuan di atas kelas enam untuk bersekolah.
“Kepemimpinan belum memutuskan kapan atau bagaimana mereka akan mengizinkan anak perempuan kembali ke sekolah,” kata Hashmi.
Hashmi mengakui daerah perkotaan sebagian besar mendukung pendidikan untuk anak perempuan, namun sebagian besar pedesaan Afghanistan menentang, terutama di daerah suku Pashtun.
Di beberapa daerah pedesaan, seorang saudara laki-laki akan tidak mengakui saudara laki-laki lain yang tinggal di kota, yang mengizinkan seorang anak perempuan pergi bersekolah, kata Hashmi, seraya menambahkan kepemimpinan Taliban sedang pusing mencari jalan bagaimana membuka pendidikan secara nasional bagi anak perempuan di atas kelas enam.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.