KIEV, KOMPAS.TV - Rusia memulai invasi ke Ukraina sejak Presiden Vladimir Putin mengumumkan “operasi militer khusus” pada 24 Februari 2022 pagi waktu Moskow. Tak lama setelah pengumuman Putin tersebut, ledakan-ledakan dilaporkan terjadi di kota-kota Ukraina, yakni Kiev, Kharkiv, dan Odessa.
Tentara Rusia kemudian melancarkan serangan besar ke Ukraina, menerjunkan pasukan yang dikonsentrasikan di perbatasan selama berbulan-bulan.
Sebelum invasi, Kremlin juga mengakui kedaulatan republik pemberontak Donetsk dan Luhansk.
Putin beralasan, invasi ini ditujukan untuk 'melindungi' warga kawasan Donbass. Kremlin mengeklaim warga Donbass menjadi korban 'genosida' oleh Ukraina.
Putin berdalih, invasi ke Ukraina dibutuhkan untuk mencapai 'demiliterisasi dan denazifikasi' Ukraina.
Klaim Ukraina dikuasai neo-Nazi tersebut dibantah oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Ia merujuk identitasnya sebagai Yahudi dan menyebut kakeknya ikut bertempur pada Perang Dunia Kedua dalam barisan Tentara Merah Soviet.
Menanggapi serbuan Putin, Zelensky mengumumkan darurat militer, kemudian memberlakukan mobilisasi massal bagi pria berusia 18-60 tahun.
Rusia dilaporkan memasuki Ukraina dari empat arah, yakni dari Belarusia menuju Kiev, dari timur laut Ukraina menuju Kharkiv, dari kawasan Donbass, dan dari Krimea di selatan yang dianeksasi Rusia pada 2014 silam.
Baca Juga: Jurnalis Sky News Ungkap Kengerian Ditembak Tentara Rusia saat Bertugas di Ukraina
Rusia menggempur kota-kota Ukraina dan berniat merebut Kiev secepat mungkin. Namun, hingga hari ke-10, tentara Rusia beroleh perlawanan sengit.
Berikut sejumlah peristiwa penting yang terjadi sejak hari pertama invasi Rusia pada 24 Februari hingga hari ke-10 pada 5 Maret 2022.
Rusia berupaya menguasai dua bandara strategis dekat pusat Kiev sejak hari pertama. Pada 24 Februari, pasukan udara Rusia langsung menyerbu bandara Antonov, sekitar 10 kilometer dari Kiev.
Bandara Antonov adalah fasilitas strategis yang bisa digunakan Rusia untuk ancang-ancang merebut Kiev. Rusia menerjunkan pasukan dengan helikopter pengangkut Mi-8 yang dikawal helikopter penyerang Ka-52.
Rusia sempat menguasai bandara Antonov. Namun, kontra-ofensif dari pasukan reaksi cepat Garda Nasional Ukraina berhasil merebut kembali bandara ini.
Bandara Antonov kemudian direbut kembali oleh Rusia. Juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia Igor Konashenkov menyebut, korban dari kedua pihak mencapai ratusan.
Baca Juga: Zelensky Murka NATO Tak Mau Tetapkan Zona Larangan Terbang di Ukraina
Pada 26 Februari, Rusia juga menyerbu pangkalan udara Vasylkiv di dekat Kiev. Penyerbuan ini menemui kegagalan.
Pasukan Ukraina mengeklaim berhasil menjatuhkan dua pesawat pengangkut Ilyushin Il-76, menandakan kegagalan serbuan terjun payung Rusia.
Walaupun pertempuran sengit meletus berhari-hari di sekitar Kiev, tentara Rusia belum berhasil merangsek ke pusat pemerintahan.
Barat aktif mengirim senjata ke Ukraina ketika Rusia mengonsentrasikan pasukan di perbatasan sejak 2021 lalu. Bantuan senjata yang dikirimkan berupa rudal anti-kendaraan lapis baja dan perlengkapan lain.
Ketika Rusia memulai invasi, bantuan senjata semakin gencar. Negara-negara seperti Inggris Raya, Portugal, Polandia, Republik Ceko, dan Belanda mengirim senjata untuk pertahanan diri Ukraina.
Invasi juga membuat Jerman berubah pikiran. Tadinya, Berlin melarang senjata buatan mereka dikirim ke Ukraina.
Setelah invasi dimulai, Jerman membolehkan senjata mereka dipakai Ukraina. Pada 26 Februari, Jerman membolehkan Belanda mengirimkan peluncur roket, rudal Stinger, dan senjata anti-tank buatan Jerman ke Ukraina.
Pada 27 Februari, Uni Eropa mengumumkan bujet 450 juta euro untuk membeli senjata bagi Ukraina.
Baca Juga: NATO Sebut Invasi Rusia ke Ukraina Pelanggaran Terang-Terangan Hukum Internasional
Sementara itu, pada 26 Februari, Amerika Serikat (AS) mengumumkan bantuan militer senilai 350 juta dolar AS untuk Ukraina.
Invasi Rusia pun membuat negara-negara yang selama ini cenderung netral ikut aktif. Norwegia dan Finlandia turut mengirim senjata ke Ukraina.
Rusia dituduh melakukan kejahatan perang dengan menggunakan peluru klaster dan membombardir area sipil. Kremlin selalu membantah tuduhan ini walaupun bukti-bukti bermunculan.
Pada 25 Februari, organisasi Amnesty International mengaku sudah menganalisis bukti bahwa Rusia melanggar hukum internasional. Organisasi ini menyebut klaim Rusia bahwa mereka hanya menggunakan rudal berpanduan presisi, bohong.
Sehinga, rudal-rudal Rusia turut menyasar kawasan sipil. Terdapat berbagai bukti bahwa rudal Rusia menghantam perumahan, rumah sakit, hingga taman kanak-kanak di Ukraina.
Amnesty dan Human Rights Watch menyebut Rusia menembakkan peluru berhulu ledak klaster ke rumah sakit di Vuhledar, Donetsk, hingga membunuh empat warga sipil dan 10 lainnya.
Pada 26 Februari, Gubernur Provinsi Sumy Dmytro Zhyvytsk menyebut Rusia membombardir taman kanak-kanak dan panti asuhan di Okhtyrka. Enam orang tewas dalam serangan ini, termasuk seorang gadis berusia tujuh tahun.
Baca Juga: Situasi Terkini Desa Tetangga Kiev, Luluh Lantah Jejak Serangan Rusia
Pada 28 Februari, Jaksa Agung Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) Karim Ahmad Khan menyebut, bukti-bukti awal menunjukkan adanya dugaan kejahatan perang selama invasi Rusia.
Pada 3 Maret, Khan mengumumkan bukti-bukti dugaan kejahatan perang sedang dikumpulkan dan investigasi penuh akan dilakukan.
Ribuan warga negara asing (WNA) turut terjebak di Ukraina sejak Rusia melancarkan invasi pada 24 Februari. Berbagai negara pun mengupayakan evakuasi terhadap warganya yang terjebak di Ukraina.
Pada 2 Maret, Badan Pengungsian PBB menyebut pengungsi dari Ukraina telah mencapai satu juta jiwa. Kebanyak pengungsi menyeberang ke negara tetangga seperti Polandia, Rumania, Hungaria.
Indonesia pun turut mengevakuasi warganya yang terjebak perang di Ukraina. WNI yang berada di Lviv, Kiev, dan Odessa dievakuasi. Sebanyak 80 WNI dan tiga WNA keluarga WNI tiba di Jakarta pada Kamis (3/3).
Baca Juga: Cerita WNI dari Ukraina Selama Proses Evakuasi, Suasana Mencekam saat Perang Dimulai
Pada hari yang sama, empat WNI yang tinggal di Kharkiv berhasil dibawa ke Lviv, dekat perbatasan Polandia. Sejak awal invasi, Kharkiv menjadi salah satu medan tempur yang kerap dibombardir Rusia.
Di lain sisi, ada juga warga negara asing yang meninggal di medan perang. Dilaporkan telah ada 21 orang dari tujuh negara yang terbunuh di Ukraina.
Ke-21 warga asing tersebut berasal dari Yunani (12), Azerbaijan (4), India (1), Aljazair (1), Bangladesh (1), Irak (1), dan Israel (1).
Komunitas internasional menanggapi invasi Rusia dengan memberlakukan sanksi ekonomi berat kepada negara itu. Sejumlah bank Rusia dicoret dari SWIFT, layanan transaksi perbankan internasional.
Aset luar negeri bank sentral Rusia senilai 630 miliar dolar AS juga dibekukan. Sejumlah negara turut memberi sanksi individu berpengaruh dari Rusia dan Belarusia.
Selain itu, maskapai-maskapai Rusia juga disanksi dilarang melintas di berbagai negara. Seluruh anggota Uni Eropa efektif menerapkan sanksi ini.
Akibat sanksi larangan melintas, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov membatalkan rencana kepergiannya ke Jenewa, Swiss, untuk menghadiri forum PBB pada 1 Maret lalu.
Baca Juga: Singapura Ikut Beri Sanksi Ekonomi ke Rusia, Ini Targetnya
AS menyanksi Rusia dengan larangan ekspor bahan-bahan teknologi. Barang-barang yang mengandung hak kekayaan intelektual atau hak cipta dari AS dilarang diekspor ke Rusia.
Negara-negara yang selama ini cenderung netral, yakni Swiss dan Singapura turut memberlakukan sanksi ekonomi terhadap Rusia.
Sanksi bahkan merambah ke ranah olahraga dan kebudayaan. FIFA mendepak Rusia dari ajang Piala Dunia dan Federasi Kucing Internasional melaran kucing Rusia berpartisipasi dalam kompetisi.
Di tengah gempuran Rusia, Kremlin mengadakan perundingan dengan pihak Ukraina di Belarusia. Perundingan ini telah berlangsung dalam dua putaran.
Perundingan pertama digelar pada 28 Februari lalu di dekat perbatasan Belarusia-Ukraina. Dalam sesi ini, kedua pihak menyepakati pokok bahasan yang akan dibawa ke perundingan selanjutnya.
Pada 3 Maret 2022, perundingan putaran kedua digelar, juga di Belarusia. Ukraina meminta gencatan senjata sementara dan pembuatan jalur aman untuk evakuasi warga sipil.
Setelah perundingan putaran kedua, perwakilan Ukraina menyebut negosiasi ini tak membuahkan hasil sesuai “kebutuhan Ukraina”.
Pada Sabtu (5/3), Rusia setuju membuka jalur aman untuk evakuasi warga sipil di Mariupol dan Volonovakha. Bantuan makanan dan obat-obatan juga diizinkan melewati blokade Rusia ke kota yang membutuhkan.
Baca Juga: Rusia Umumkan Gencatan Senjata di 2 Kota Ukraina Ini, Jamin Jalur Evakuasi Warga Sipil
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.